Welcome To My World

Life is about limited chance....that will never come twice

Senin, 31 Januari 2011

FRAUD RISK ASSESMENT

Menggunakan ACFE Fraud Risk Assessment untuk Mengukur Resiko Fraud


ACFE, asosiasi anti fraud global, baru-baru ini merilis sebuah panduan untuk melakukan Fraud Risk Assessment atau pengukuran resiko fraud dalam suatu organisasi. Fraud Risk Assessment yang dirilis ACFE ini bertujuan membantu pemeriksa fraud dalam mengidentifikasi apa saja resiko fraud dalam suatu organisasi dan apa saja langkah-langkah yang diperlukan untuk menanggulangi fraud tersebut (fraud risk  response).
Secara keseluruhan, materi Fraud Risk Assesment ACFE terdiri dari 15 modul, yaitu:
  1. Employee Assessment
  2. Management/Key Employee Assessment
  3. Physical Controls to Deter Employee Theft and Fraud
  4. Skimming Schemes
  5. Cash Larceny Scheme
  6. Check Tampering Schemes
  7. Cash Register Schemes
  8. Purchasing and Billing Schemes
  9. Payroll Schemes
  10. Expense Schemes
  11. Theft of Inventory and Equipment
  12. Theft of Proprietary Information
  13. Corruption
  14. Conflicts of Interest
  15. Fraudulent Financial Reports
Setiap modul di atas terdiri dari beberapa panduan pertanyaan yang didesain untuk mengidentifikasi resiko fraud dalam sebuah perusahaan. Untuk mendapatkan hasil terbaik dari Fraud Risk Assesment ACFE, diperlukan sinergi dari orang-orang internal perusahaan yang mengetahui detail operasional, bersama dengan pemeriksa fraud profesional. Pertanyaan-pertanyaan dalam setiap modul tersebut kemudian dijawab secara komprehensif dan di-review oleh pemeriksa fraud untuk menghasilkan kesimpulan berikut ini:
  1. Mengidentifikasi resiko inheren fraud dalam suatu organisasi
  2. Mengevaluasi kecenderungan dan signifikansi resiko fraud yang telah diidentifikasi
  3. Mengevaluasi siapa saja dan departemen apa yang paling mungkin melakukan fraud dan apa saja kemungkinan metode fraud yang dilakukan
  4. Mengidentifikasi kontrol preventif dan detektif yang terkait dengan resiko fraud di atas
  5. Mengevaluasi apakah kontrol tersebut beroperasi secara efektif dan efisien
  6. mengidentifikasi resiko fraud residual yang diakibatkan tidak adanya atau tidak efektifnya kontrol
  7. Melakukan respon terhadap resiko fraud residual
Dengan langkah-langkah di atas, pemeriksa fraud profesional dan manajemen internal suatu organisasi akan dapat me-mitigasi resiko fraud residual dengan tingkat kecenderungan dan/atau signifikansi yang tinggi. Adapun tetap diperlukan adanya pertimbangan dari segi biaya-manfaat (cost-benefit) dan level toleransi organisasi tersebut terhadap resiko.
Dalam tulisan ini akan dibahas tentang Fraud Risk Assessment mengenai Modul korupsi. Menurut ACFE, korupsi meliputi:
  • Penyuapan (bribery), yaitu terkait dengan penawaran, pemberian, penerimaan, atau pengumpulan sesuatu yang memiliki nilai, untuk mempengaruhi keputusan bisnis
  • Kickback, dimana vendor atau supplier melakukan pembayaran secara ilegal kepada karyawan yang melakukan aktivitas pembelian (purchasing atau procurement) untuk mendapatkan kontrak pembelian
  • Pengaturan tender (bid-rigging), yaitu pengaturan hasil tender secara ilegal oleh karyawan yang terkait dengan bagian pembelian (purchasing atau procurement) untuk memenangkan vendor atau supplier tertentu
  • Pungutan atau pemerasan (economic extortion), dimana karyawan yang terkait dengan bagian pembelian (purchasing atau procuremen) melakukan pungutan atau pemerasan kepada vendor atau supplier yang memenangkan proses tender
  • Gratifikasi ilegal (illegal gratuition), berupa pemberian atau penerimaan sesuatu yang memiliki nilai, sebagai imbalan atas suatu keputusan bisnis
Berikut ini adalah contoh daftar pertanyaan untuk mengukur resiko fraud terkait dengan korupsi dalam suatu perusahaan:
  1. Adakah kebijakan perusahaan mengenai penerimaan hadiah, diskon, jasa, dan sejenisnya, baik dari pelanggan maupun supplier?
  2. Adakah kebijakan perusahaan mengenai proses tender atau bidding pembelian?
  3. Apakah dilakukan review pada proses pembelian untuk mengidentifikasi supplier atau vendor yang selalu diprioritaskan (favored vendor)?
  4. Apakah dilakukan review pada proses pembelian untuk mengidentifikasi penggelembungan harga atau pemahalan (mark up)?
  5. Apakah dilakukan review pada dokumen penawaran tender untuk mengidentifikasi adanya syarat-syarat yang menghambat kompetisi?
  6. Apakah dilakukan penomoran dan pengontrolan atas dokumen penawaran tender?
  7. Apakah komunikasi antara perusahaan yang mengikuti tender dan panitia tender dibatasi?
  8. Apakah dokumen penawaran yang masuk dijaga kerahasiaannya?
  9. Apakah dilakukan review terhadap kualifikasi peserta tender?
  10. Apakah pemenang tender ditentukan berdasarkan syarat-syarat yang telah ditentukan sebelumnya (predetermined criteria)?
  11. Apakah dilakukan rotasi pada penanggung jawab proses pembelian?
  12. Apakah dilakukan survei secara periodik terhadap vendor atau supplier terkait dengan proses pembelian yang dilakukan dengan perusahaan?
Dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas secara komprehensif, akan diperoleh gambaran mengenai resiko korupsi terutama terkait dengan proses pembelian (tender, bidding atau procurement) dalam sebuah perusahaan.

Jumat, 21 Januari 2011

Instrumen Perdata untuk Mengembalikan Kerugian Negara dalam Korupsi

Pendahuluan.
1. Salah satu unsur dalam tindak pidana korupsi ialah adanya kerugian keuangan Negara. Terhadap kerugian keuangan negara ini membuat UU korupsi, baik yang lama yaitu UUD no.3 tahun 1971 maupun yang baru yaitu UU no.31 tahun 1999 jo UU no.20 tahun 2001, menetapkan kebijakan bahwa kerugian keuangan negara itu harus dikembalikan atau diganti oleh pelaku korupsi.
2. Menurut UU korupsi tersebut, pengembalian kerugian keuangan negara dapat dilakukan melalui dua instrumen hukum, yaitu instrumen pidana dan instrumen perdata. Instrumen pidana dilakukan oleh penyidik dengan menyita harta benda milik pelaku dan selanjutnya oleh penuntut umum dituntut agar dirampas oleh Hakim. Instrument perdata dilakukan oleh Jaksa Pengacara Negara (JPN) atau instansi yang dirugikan terhadap pelaku korupsi (tersangka, terdakwa, terpidana atau ahli warisnya bila terpidana meninggal dunia). Instrumen pidana lebih lazim dilakukan karena proses hukumnya lebih sederhana dan mudah.

Kasus perdata.
1. Penggunaan instrumen perdata dalam perkara korupsi, menimbulkan kasus perdata yang sepenuhnya tunduk kepada ketentuan hukum perdata yang berlaku, baik materiil maupun formil.
2. UU korupsi lama yaitu UU no.3 tahun 1971, tidak menyatakan digunakannya instrumen perdata untuk mengembalikan kerugian keuangan negara. Tetapi dalam praktek instrumen perdata ini digunakan oleh Jaksa, berkaitan dengan adanya hukuman tambahan yaitu pembayaran uang pengganti terhadap terpidana vide pasal 34 (C) UU tersebut. Dalam hal ini Jaksa Pengacara Negara (selanjutnya disingkat JPN) melakukan gugatan perdata terhadap terpidana, agar membayar uang pengganti sebagaimana ditetapkan oleh Hakim pidana yang memutus perkara korupsi yang bersangkutan.
3. UU Korupsi yang berlaku saat ini, yaitu UU no.31 tahun 1999 jo UU no.20 tahun 2001 dengan tegas menyatakan penggunaan instrumen perdata, sebagaimana pada pasal 32, 33, 34, UU no.31 tahun 1999 dan pasal 38 C UU no.20 tahun 2001.
4. Kasus perdata yang timbul berhubungan dengan penggunaan instrumen perdata tersebut adalah sebagai berikut:
a. Bila penyidik menangani kasus yang secara nyata telah ada kerugian keuangan negara, tetapi tidak terdapat cukup bukti untuk membuktikan unsur-unsur pidana korupsi, maka penyidik menghentikan penyidikan yang dilakukan.
Dalam hal ini penyidik menyerahkan berkas perkara hasil penyidikannya kepada JPN atau kepada instansi yang dirugikan, untuk dilakukan gugatan perdata terhadap bekas tersangka yang telah merugikan keuangan negara tersebut (pasal 32 ayat (1) UU no.31 tahun 1999)
b. Hakim dapat menjatuhkan putusan bebas dalam perkara korupsi, meskipun secara nyata telah ada kerugian negara, karena unsur-unsur pidana korupsi tidak terpenuhi. Dalam hal ini penuntut umum (PU) menyerahkan putusan Hakim kepada JPN atau kepada instansi yang dirugikan, untuk dilakukan gugatan perdata terhadap bekas terdakwa yang telah merugikan keuangan negara (pasal 32 ayat (2) UU no.31 tahun 1999)
c. Dalam penyidikan perkara korupsi ada kemungkinan tersangka meninggal dunia, sedangkan secara nyata telah ada kerugian keuangan negara. Penyidikan terpaksa dihentikan dan penyidik menyerahkan berkas hasil penyidikannya kepada JPN atau kepada instansi yang dirugikan, untuk dilakukan gugatan perdata terhadap ahli waris tersangka (pasal 33 UU no.31 tahun 1999)
d. Bila terdakwa meninggal dunia pada saat dilakukan pemeriksaan di sidang pengadilan, sedangkan secara nyata telah ada keuangan negara, maka penuntut umum menyerahkan salinan berkas berita acara sidang kepada JPN atau kepada instansi yang dirugikan untuk dilakukan gugatan perdata terhadap ahli waris terdakwa (pasal 34 UU no.31 tahun 1999) 
e. Ada kemungkinan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, diketahui masih terdapat harta benda milik terpidana korupsi yang belum dikenakan perampasan, (sedangkan di sidang pengadilan terdakwa tidak dapat membuktikan harta benda tersebut diperoleh bukan karena korupsi), maka negara dapat melakukan gugatan perdata terhadap terpidana dan atau ahli warisnya (pasal 38 C UU no.20 tahun 2001). Dalam kasus ini instansi yang dirugikan dapat memberi kuasa kepada JPN atau kuasa hukumnya untuk mewakilinya. 

Proses perdata.
1. Sebagaimana disinggung di atas, bahwa upaya pengembalian kerugian keuangan negara menggunakan instrument perdata, sepenuhnya tunduk pada disiplin hukum perdata materiil maupun formil, meskipun berkaitan dengan tindak pidana korupsi.
2. Berbeda dengan proses pidana yang menggunakan sistem pembuktian materiil, maka proses perdata menganut sistem pembuktian formil yang dalam prakteknya bisa lebih sulit daripada pembuktikan materiil. Dalam tindak pidana korupsi khususnya, di samping penuntut umum, terdakwa juga mempunyai beban pembuktian, yaitu terdakwa wajib membuktikan bahwa harta benda miliknya diperoleh bukan karena korupsi. Beban pembuktian pada terdakwa ini disebut “pembuktian terbalik terbatas” (penjelasan pasal 37 UU no.31 tahun 1999)
3. Dalam proses perdata beban pembuktian merupakan kewajiban penggugat, demikian halnya untuk kasus-kasus tersebut angka 4a – e di atas, beban pembuktian ada pada JPN atau instansi yang dirugikan sebagai penggugat. Dalam hubungan ini penggugat berkewajiban membuktikan antara lain:
a. Bahwa secara nyata telah ada kerugian keuangan negara.
b. Kerugian keuangan negara sebagai akibat atau berkaitan dengan perbuatan tersangka terdakwa atau terpidana.
c. Adanya harta benda milik tersangka, terdakwa atau terpidana yang dapat digunakan untuk pengembalian kerugian keuangan negara.
4. Untuk melaksanakan gugatan perdata tersebut sungguh tidak gampang. Ichwal yang menghadang dalam praktek dapat dicontohkan seperti di bawah ini.
a. Dalam pasal 32, 33 dan 34 UU no.31 tahun 1999 terdapat rumusan “secara nyata telah ada kerugian negara”. Penjelasan pasal 32 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan “secara nyata telah ada kerugian negara adalah kerugian negara yang sudah dapat dihitung jumlahnya berdasarkan hasil temuan instansi yang berwenang atau akuntan publik”
Pengertian “nyata” di sini didasarkan pada adanya kerugian negara yang sudah dapat dihitung jumlahnya oleh instansi yang berwenang atau akuntan publik. Jadi pengertian “nyata” disejajarkan atau diberi bobot hukum sama dengan pengertian hukum “terbukti”.
Dalam sistem hukum kita, hanya Hakim dalam suatu persidangan pengadilan mempunyai hak untuk menyatakan sesuatu terbukti atau tidak terbukti. Perhitungan instansi yang berwenang atau akuntan publik tersebut dalam sidang pengadilan tidak mengikat hakim. Hakim tidak akan serta merta menerima perhitungan tersebut sebagai perhitungan yang benar, sah dan karenanya mengikat. 
Demikian halnya dengan tergugat (tersangka, terdakwa atau terpidana) juga dapat menolaknya sebagai perhitungan yang benar, sah dan dapat diterima. Siapa yang dimaksud dengan “instansi yang berwenang”, juga tidak jelas; mungkin yang dimaksud instansi seperti BPKP, atau BPK. Mengenai “akuntan publik”, juga tidak dijelaskan siapa yang menunjuk akuntan publik tersebut; penggugat atau tergugat atau pengadilan?
b. Penggugat (JPN atau instansi yang dirugikan) harus dapat membuktikan bahwa tergugat (tersangka, terdakwa, atau terpidana) telah merugikan keuangan negara dengan melakukan perbuatan tanpa hak (onrechmatige daad, factum illicitum). Beban ini sungguh tidak ringan, tetapi penggugat harus berhasil untuk bisa menuntut ganti rugi.
c. Kalau harta kekayaan tergugat (tersangka, terdakwa atau terpidana) pernah disita, hal ini akan memudahkan penggugat (JPN atau instansi yang dirugikan) untuk melacaknya kembali dan kemudian dapat dimohonkan oleh penggugat agar Hakim melakukan sita jaminan (conservatoir beslag). Tetapi bila harta kekayaaan tergugat belum (tidak pernah disita), maka akan sulit bagi penggugat untuk melacaknya; kemungkinan besar hasil korupsi telah diamankan dengan di atas namakan orang lain.
d. Pasal 38 C UU no.20 tahun 2001 menyatakan bahwa terhadap “harta benda milik terpidana yang diduga atau patut diduga berasal dari tindak pidana korupsi yang belum dikenakan perampasan untuk negara………………….. negara dapat melakukan gugatan perdata”.
Dengan bekal “dugaan atau patut diduga” saja penggugat (JPN atau instansi yang dirugikan) pasti akan gagal menggugat harta benda tergugat (terpidana). Penggugat harus bisa membuktikan secara hukum bahwa harta benda tergugat berasal dari tindak pidana korupsi; “dugaan atau patut diduga” sama sekali tidak mempunyai kekuatan hukum dalam proses perdata.
e. Proses perkara perdata dalam prakteknya berlangsung dengan memakan waktu panjang, bahkan bisa berlarut-larut. Tidak ada jaminan perkara perdata yang berkaitan dengan perkara korupsi akan memperoleh prioritas. Di samping itu, sebagaimana pengamatan umum bahwa putusan Hakim perdata sulit diduga (unpredictable)

Upaya konvensional
1. Kalau kita simak penjelasan umum UU no.31 tahun 1999 jo UU no.20 tahun 2001, maka pembuat UU berikrar akan memberantas korupsi dengan “cara luar biasa” dan dengan “cara yang khusus”, karena korupsi di Indonesia terjadi secara sistimatik dan meluas serta telah melanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat luas.
“Cara luar biasa” dan “cara yang khusus” yang dimaksud adalah pembuktian terbalik yang dibebankan kepada terdakwa, alat bukti elektronik, tindak pidana korupsi dirumuskan secara tegas sebagai delik formil, korporasi sebagai subyek tindak pidana korupsi, ancaman pidana minimum, pidana penjara bagi terpidana yang tidak dapat membayar uang pengganti, perluasan pengertian pegawai negeri, gugatan perdata untuk mengembalikan kerugian keuangan negara dan sebagainya.
2. Kalau kita perhatikan uraian mengenai hambatan-hambatan yang diperkirakan dapat timbul dalam penggunaan instrumen perdata untuk mengembalikan kerugian keuangan negara, maka gugatan perdata terhadap tersangka, terdakwa atau terpidana yang dimaksud oleh UU no.31 tahun 1999 jo UU no.20 tahun 2001 merupakan upaya standard bahkan konvensional dan sama sekali bukan “cara luar biasa” atau “cara yang khusus”.
3. Mengingat proses perdata yang tidak mudah, maka dapat diperkirakan bahwa upaya pengembalian kerugian keuangan negara sulit memperoleh keberhasilan. Kalau ketidakber-hasilan ini sering terjadi, maka akan menimbulkan penilaian yang keliru, khususnya terhadap JPN karena dianggap gagal melaksanakan perintah UU.

Kesimpulan.
1. Dengan instrumen hukum perdata yang standard atau konvensional sebagaimana yang disediakan oleh UU no.31 tahun 1999 jo UU no.20 tahun 2001, upaya mengembalikan kerugian keuangan negara tidak akan efektif, karena banyak hambatan yang menghadang.
2. Untuk extra ordinary crime seperti korupsi, perlu instrumen yang juga extra ordinary, agar pemulihan kerugian keuangan negara bisa efektif, yaitu antara lain dengan memberlakukan konsep pembuktian terbalik secara penuh dalam proses perdata, khususnya dalam kaitannya dengan harta benda tergugat (tersangka, terdakwa atau terpidana). Artinya tergugat diberi beban untuk membuktikan bahwa harta kekayaannya tidak berasal dari korupsi. Di samping itu perlu penyederhanaan proses, misalnya proses sita jaminan (conservatoir beslag).
3. Pembuat UU no. 31 tahun 1999 jo UU no.20 tahun 2001 rupanya tidak memahami asas-asas dan praktek litigasi perkara perdata, sehingga berasumsi bahwa pengembalian kerugian keuangan negara dengan menggunakan instrumen perdata bisa efektif.

Kebijakan Salah Tidak Dapat Dipidana

Hikmahanto Juwana  - Guru Besar Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Hikmahanto Juwana menilai kesalahan dalam pengambilan kebijakan atau keputusan tidak dapat dipidana.

"Bila kebijakan serta keputusan dianggap salah dan pelakunya dapat dipidana, maka ini berarti kesalahan dari pengambil kebijakan serta keputusan merupakan suatu perbuatan jahat (tindak pidana). Ini tentu tidak benar. Pada prinsipnya, kesalahan dalam pengambilan kebijakan atau keputusan tidak dapat dipidana," katanya di Jakarta, Selasa.

Menurutnya, dalam ilmu hukum, bila berbicara tentang kebijakan, keputusan berikut para pelakunya maka akan masuk dalam ranah hukum administrasi negara yang harus dibedakan dari hukum pidana yang mengatur sanksi pidana atas perbuatan jahat.

"Dalam hukum administrasi negara tidak dikenal sanksi pidana," katanya.

Sanksi yang dikenal dalam hukum administrasi negara, lanjut Hikmahanto, antara lain teguran baik lisan maupun tertulis, penurunan pangkat, demosi dan pembebasan dari jabatan, bahkan diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatan.

Namun demikian, katanya, terhadap prinsip umum bahwa kebijakan serta keputusan yang salah tidak dapat dikenakan sanksi pidana, terdapat setidaknya tiga pengecualian.

Pengecualian pertama, katanya, adalah kebijakan serta keputusan dari pejabat yang bermotifkan melakukan kejahatan internasional atau dalam konteks Indonesia diistilahkan sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat.

Doktrin hukum internasional yang telah diadopsi dalam peraturan perundang-undangan di sejumlah negara, kata Hikmahanto, kebijakan pemerintah yang bertujuan melakukan kejahatan internasional telah dikriminalkan.

"Ada empat katagori kejahatan internasional yaitu kejahatan terhadap kemanusiaan, genosida, kejahatan perang dan perang agresi," katanya.

Pengecualian kedua, meski anomali, kesalahan dalam pengambil kebijakan serta keputusan yang secara tegas ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.

"Sebagai contoh di Indonesia adalah ketentuan yang terdapat dalam Pasal 165 Undang-undang Pertambangan Mineral dan Batubara. Ketentuan tersebut memungkinkan pejabat yang mengeluarkan izin di bidang pertambangan dikenakan sanksi pidana," katanya.

Sedangkan pengecualian ketiga, kata Hikmahanto, adalah kebijakan serta keputusan yang bersifat koruptif atau pengambil kebijakan dalam mengambil kebijakan serta keputusan bermotifkan kejahatan.

"Di sini yang dianggap sebagai perbuatan jahat bukanlah kebijakannya, melainkan niat jahat dari pengambil kebijakan serta keputusan ketika membuat kebijakan," ujarnya.

Ia mencontohkan, pejabat yang membuat kebijakan serta keputusan untuk menyuap pejabat publik lainnya, atau kebijakan yang diambil oleh pejabat karena ada motif untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain.

"Dalam contoh terakhir itulah, sejumlah anggota Panitia Angket Bank Century berpijak. Tindakan ini dapat dipahami karena mereka hendak memvalidasi kecurigaan publik bahwa kebijakan yang diambil berindikasi koruptif atau memperkaya orang lain, termasuk partai politik tertentu," katanya.

Namun bila indikasi ke arah tersebut tidak ada, tegas Hikmahanto, jangan kemudian kebijakan serta keputusan yang dianggap salah pasca dievaluasi dipaksakan untuk dikenakan sanksi pidana.

Filosofi Kriminalitas Kebijakan ‘Bail-Out’ Century

Masyarakat luas tidak langsung jelas menyetujui atau menolak pernyataan Presiden SBY, bahwa “Sebuah kebijakan tidak dapat dipidana”.: Pernyataan itu, antara lain keluar dari Prof. Hikmahanto ketika diundang hadir bersama Erman Rajaguguk ke kediaman Menkeu Sri Mulyani untuk memberi pendapat hukumnya. Sejak itu, pernyataan, bahwa “Suatu kebijakan tidak dapat dipidana”, menjadi bahan pengulangan dengan argumen minim sehingga pernyataan itu nyaris hilang makna argumentatif. Tidak heran kalau sementara pengamat kemudian beranggapan, bahwa Presiden SBY kemudian dianggap memberi standar-ganda terhadap para pengambil kebijakan. Misalnya, kenapa bukan Burhanuddin Abdullah dan Aulia Pohan dapat dibela dengan alasan yang sama?
Terhadap pernyataan Presiden SBY, yang merupakan pandangan hukum dari Hikmahanto tersebut, dapat diberikan ilustrasi filosi hukum sebagai berikut. Contoh Masalah. Kasus Pertama (terkait dengan kasus kedua): Si A dalam keadaan terdesak merebut pisau dari tangan si B, dan menghunuskan kembali ke arah si B yang agresif ingin menghabisi nyawanya. Si B pun terkapar. Si A kemudian menjalandi proses hukum, dan  oleh hakim divonis bebas karena “Si A dinyatakan telah membela diri dari penyerang tidak adil” (aggresor injustus). Muncullah adagium umum, seseorang yang membela diri terhadap penyerang tidak adil, tidak dapat dipidanakan.
Kasus Kedua (lanjutan), yang mengikutinya. Si X sebenarnya sangat ingin menghabisi nyawa si Y. Tetapi, Si X memahami aturan cukup baik. Dia tidak ingin gegabah. Datanglah si Z, yang mengeluhkan (cur-hat) sikap si Y terhadap dirinya. Si X pun melihat peluang, bahwa si Z, sadar atau tidak, dapat melakukan niatnya, ya Si X, tanpa susah-payah dan tanpa resiko. Si X mengkondisikan Si Y dan si Z untuk dalam suatu situasi di mana Si X dapat mencuci-tangan. Singkat kisah, si Y yang berbadan mungil dan bertemperamental tinggi dikondisikan untuk amat marah terhadap si Z, yang bertubuh besar dan relatif sangat baik dan sopan di mata masyarakat. Pada hari pengkondisian yang matang, Si Y pun menyerang dengan membabi buta Si Z. Tetapi, si Z dengan tangkas mencabut pisau dari si Y yang emosional dan menyelesaikan pertarungan tak seimbang, dan tentu terencana oleh Z itu.
Jadi, pertanyaannya, “Bolehkan terhadap si Z, berlaku adagium tadi: membela diri dari penyerang yang tidak adil, tidak dapat dipidana?” Mudah untuk menjawabnya, bahwa terhadap Si Z, mutlak tidak berlaku pernyataan itu. Poin terpenting lainnya, apa yang terlihat sebagai sepertinya jahat belum tentu itu memang jahat (Kasus pertama). Tetapi, sebaliknya, apa yang kedengarannya sebagai baik, belum tentulah baik saja adanya.
Bahasa Romawinya, “Male sonans” , dalam kasus pertama, si A mematikan si B, “mematikan orang, tidak langsung harus sebai jahat”. Atau “Bene Sonans”, kedengarannya baik saja, mengikuti adagium A. Padahal, amat mungkin hanya kedengaran baik. Hakim berhak untuk mendapat semua informasi untuk menentukan baik-buruknya tindakan atau kebijakan yang diambil seseorang. Tidak pekerjaan yang baik atau jahat ada pada pekerjaannya (mala ex objecto, atau bona ex objecto). Suatu perbuatan (termasuk kebijakan) baik atau jahat, tergantung dari “niatan”, atau kata asing yang kita gunakan dalam hukum pidana “motif”. Niatan atau motif membutuhkan penjelasan lain, tetapi sederhananya, niatan juga memiliki indikator-indikator terencana, misalnya. Jika pelaku atau dianggap pelaku tidak jujur dengan motifnya, indikator lain dapat (coba) membuktikan bahwa ada niat tidak adil dalam tindakannya. 
Sebagai analisa filosofis hukum tingkah laku manusia (Filsafat Hukum atau Etika), disebut jahat atau tidak, teori ini dibuat untuk sekedar menghantar kita bereksplorasi lebih lanjut. Filsafat tingkah laku memberikan penilaian relativitas baik dan buruk dalam suatu tindakan, baik atau jahat pada tindakan lahir manusia. Dan bila terkait hukum positif, semua pihak harus diminta obyekfivitas, keadaan tidak berpihak, tidak dalam tekanan, conflict of interest untuk mengungkapkan suatu kebenaran.
Pernyataan M. Jassin, bahwa suatu kebijakan dapt dipidana, adalah akal sehat yang harus terus dibangun semua pihak, dan diterima dengan legowo. Betapa bijaknya, kalau Boediono dan Sri Mulyani bersedia diperiksa untuk mempertanggung-jawabkan kebijakannya. Ada kejahatan atau tidak, hanya pengadilan yang paling berhak menentukan. Tapi, bahwa kebijakan itu diminta untuk disidik dan diadili adalah rekomendasi 325 anggota DPR yang memberi kesaksian, bahwa dan dapat menjadi ada alat bukti awal. Masa, Polisi dan Jaksa bisa begitu menghormati dan menerima pengakuan Rani dan SMS-nya, daripada hasil kerja Pansus Angket Century dan 325 suara yang memenangkan Paripurna DPR?
Akhirnya, Kebijakan Bail-Out Century, tidak otomatis baik dan juga tidak otomatis buruk. Karena itu, berlaku presume of innocence. Dan, cara terbaik adalah Boediono dan Sri Mulyani mempertanggung-jawabkannya di peradilan publik. Dengan demikian, kebenaran yang relatif sejati dapat terungkap.

Kontroversi Vonis Gayus

Nemo prudens punit, quia pecatum, sed ne peccetur (orang bijak tidak menghukum karena dilakukan dosa, tetapi agar tidak lagi terjadi dosa). Demikian Seneca merujuk ajaran filsuf Yunani, Plato.
Ajaran tersebut adalah landasan filsafati tujuan pidana sebagai upaya pencegah umum (general prevention). Artinya, seseorang harus mendapatkan hukuman yang setimpal atas kejahatan untuk mencegah orang lain melakukan kejahatan yang sama. Perihal berat-ringannya pidana, ada tiga faktor yang amat memengaruhi.
Pertama, faktor undang-undang. Undang-undang mengatur maksimum pidana yang boleh dijatuhkan hakim. Maka dapat saja dalam perkara pidana, hakim menjatuhkan pidana melebihi tuntutan jaksa. Ini berbeda dengan perkara perdata yang mana hakim tidak boleh menjatuhkan putusan melebihi gugatan penggugat (nonultra petita).
Kedua, motivasi seseorang melakukan kejahatan. Dari motivasi diketahui keseriusan seseorang melakukan kejahatan berikut modus operandinya. Motivasi ini pula yang menentukan apakah kejahatan dilakukan karena niat jahat (dolus malus) dari dirinya atau ada faktor lain yang sangat memengaruhinya untuk melakukan kejahatan.
Ketiga, persepsi masyarakat terhadap kejahatan yang dilakukan. Faktor ketiga ini bersifat dilematis. Di satu sisi, hakim tidak boleh menjatuhkan pidana hanya berdasarkan opini publik. Di sisi lain, persepsi masyarakat menggambarkan rasa keadilan yang wajib diperhatikan hakim saat menjatuhkan putusan. Itu sebabnya, Amerika sampai saat ini masih mempertahankan sistem juri untuk menentukan benar-salah seseorang. Selama persidangan berlangsung, para juri diisolasi agar obyektif.
Vonis terhadap Gayus
Dalam konteks vonis tujuh tahun penjara dan denda Rp 300 juta yang dijatuhkan terhadap Gayus, pertanyaannya adalah apakah vonis sudah memerhatikan ketiga faktor di atas?
Ada sejumlah anotasi terhadap putusan itu. Pertama, dari segi undang-undang. Jaksa penuntut umum memaksimalkan tuntutan sesuai ancaman terberat atas kejahatan yang dilakukan, yakni 20 tahun penjara.
Dalam konteks pembuktian, jaksa penuntut umum sangat percaya diri karena berdasarkan bukti yang valid, ia berhasil meyakinkan hakim atas kejahatan serius yang dilakukan Gayus.
Ketika hakim hanya menjatuhkan tujuh tahun penjara kepada Gayus, hampir dapat dipastikan jaksa penuntut umum akan melakukan banding. Jika putusan pengadilan berada di bawah dua pertiga tuntutan jaksa, umumnya ada upaya hukum terhadap putusan itu.
Kedua, motivasi Gayus melakukan kejahatan adalah untuk memperkaya diri sendiri dengan menggelapkan pajak yang seharusnya disetor ke kas negara. Gayus memanfaatkan jabatan dan kewenangan yang ada padanya terhadap 149 perusahaan. Hal ini menunjukkan tingkat keseriusan kejahatan dengan modus operandi yang hanya dapat diketahui oleh internal Direktorat Jenderal Pajak. Tingkat kejahatan Gayus kian serius karena melibatkan sejumlah oknum polisi, jaksa, dan hakim ke dalam kubangan mafia peradilan.
Ketiga, pertimbangan hakim yang menyatakan bahwa dalam melakukan pidana Gayus tidak sendirian sehingga dianggap sebagai hal yang meringankan, padahal seharusnya justru sebaliknya. Dalam hukum pidana ketika twee of meer verenigde personen (dua atau lebih orang bersekutu) melakukan kejahatan berarti ada delik penyertaan. Ini jelas menunjukkan tingkat keseriusan kejahatan dari adanya perencanaan dan niat jahat untuk bertindak korup. Dapat dikatakan bahwa kejahatan yang dilakukan Gayus adalah kejahatan sistematis yang terorganisasi sehingga harus dianggap memberatkan.
Keempat, masih terkait pertimbangan hakim yang meringankan bahwa Gayus belum pernah dihukum. Pertimbangan demikian terlalu sumir mengingat bebasnya Gayus di PN Tangerang adalah rekayasa jaksa penuntut umum dan hakim, yang telah divonis bersalah karena menerima suap dari Gayus.
Kelima, hal lain yang seharusnya dipertimbangkan hakim sebagai sesuatu yang memberatkan adalah bahwa Indonesia telah meratifikasi Konvensi PBB mengenai antikorupsi dengan UU Nomor 7 Tahun 2006. Berdasarkan konvensi tersebut, kejahatan yang dilakukan Gayus masuk kualifikasi illicit enrichment, yaitu memperkaya diri sendiri secara ilegal dan menyuap pejabat publik, yang notabene sebagai kejahatan internasional.
Keenam, rasa keadilan yang dipersepsikan masyarakat terhadap kejahatan yang dilakukan oleh Gayus sama sekali tidak dipertimbangkan hakim.
Hukum porak poranda
Seorang mantan narapidana menciptakan lagu ”Andaiku Jadi Gayus Tambunan” dengan syair sinis, mencerminkan bagaimana Gayus memorakporandakan penegakan hukum di Indonesia.
Selama proses persidangan, status Gayus adalah tahanan. Salah satu syarat subyektif penahanan adalah agar tersangka tidak mengulangi tindak pidana yang disangkakan. Fakta ironis justru terjadi pada Gayus. Meskipun dalam status tahanan, dia tetap mengulangi kejahatan yang disangkakan dengan menyuap aparat sehingga bebas bertamasya ke Bali, Kuala Lumpur, dan Makau, belum lagi terlibat memalsukan paspor. Aneh bin ajaib, hal-hal ini sama sekali tidak masuk yang memberatkan Gayus.
Sebagai catatan akhir, kalau kasus mafia pajak dan mafia hukum hanya berhenti sampai di sini tanpa menyentuh para koruptor kelas kakap di atasnya, maka vonis Gayus tidak akan mampu mencegah orang lain berbuat demikian sebagaimana dimaksud pada awal tulisan.
Hukuman tujuh tahun terlalu ringan bagi Gayus, belum lagi ditambah remisi dan pembebasan bersyarat dari negara yang tidak jelas parameternya. Semua hanya akan semakin mencederai rasa keadilan masyarakat.

Eddy OS Hiariej Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada

PENAHANAN

Penahanan sebagaimana disebutkan dalam ketentuan Pasal 1 ayat (21) KUHAP adalah penempatan tersangka atau terdakwa ditempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur menurut Undang-Undang ini. Cara yang diatur berdasarkan KUHAP merupakan syarat-syarat limitatif bagi kewenangan penahanan, baik secara formil maupun materiil.
Terhadap suatu penahanan, maka harus terlebih dahulu memenuhi syarat-syarat dibawah ini, yaitu antara lain :
1. Syarat Subjektif
Syarat ini diatur pada Pasal 21 ayat (1) KUHAP. Dalam hal ini, dinyatakan sebagai syarat subjektif karena hanya tergantung kepada siapa orang yang memerintahkan penahanan tersebut, dan apakah syarat yang disebutkan dalam pasal tersebut ada atau tidak. Berikut penjelasan terhadap pengaturan Pasal 21 ayat (1) diatas :
  • Tersangka/terdakwa diduga keras melakukan tindak pidana.
  • Harus berdasarkan bukti yang cukup, berupa Laporan Polisi ditambah 2 (dua) alat bukti, seperti BAP tersangka ataupun saksi-saksi, Berita Acara ditempat kejadian peristiwa, ataupun barang bukti yang ada.
  • Dilakukan dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka/terdakwa akan melarikan diri, merusak atau mengilangkan barang bukti, serta kekhawatiran tersangka akan melakukan tindak pidana lagi.
2. Syarat Objektif
Syarat ini diatur pada Pasal 21 ayat (4) KUHAP. Dalam hal ini, dinyatakan sebagai syarat subjektif karena syarat ini dapat diuji terkait ada atau tidaknya oleh orang lain. Berikut penjelasan terhadap pengaturan Pasal 21 ayat (4) diatas :
  • Tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
  • Tindak pidana yang diancam hukumannya kurang dari 5 (lima) tahun, akan tetapi ditentukan dalam KUHP terhadap Pasal-pasal berikut : Pasal 282 ayat (3), 296, 335 ayat (1), 351 ayat (1), 353 ayat (1), 372, 378, 379 ayat (a), 453, 454, 455, 459, 480, dan Pasal 506 KUHP.
  • Pelanggaran terhadap Ordonantie Bea dan Cukai.
  • Pasal 1, 2 dan 4 Undang-Undang Nomor 8 Drt Tahun 1955 tentang Tindak Pidana Imigrasi, antara lain terkait tidak memiliki dokumen imigrasi yang sah, atau orang yang memberikan pemondokan atau bantuan kepada orang asing yang tidak mempunyai dokumen imigrasi yang sah.
  • Tindak pidana dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika.
Dan terhadap kedua syarat penahanan tersebut yang terpenting yaitu syarat objektif, sebab penahanan hanya dapat dilakukan apabila syarat-syarat yang ditentukan dalam Pasal 21 ayat (4) KUHAP terpenuhi. Sedangkan syarat subjektif biasanya hanya dipergunakan untuk memperkuat syarat objektif dan dalam hal sebagai alasan mengapa tersangka dikenakan perpanjangan penahanan atau tetap ditahan sampai dengan penahanan tersebut habis.
Adapun pihak-pihak yang berwenang  melakukan penahanan dalam berbagai tingkat pemeriksaan disebutkan berdasarkan Pasal 20 KUHAP antara lain sebagai berikut :
  1. Untuk kepentingan penyidikan, yang berwenang melakukan penahanan yakni penyidik.
  2. Untuk kepentingan penuntutan, yang berwenang yakni penuntut umum.
  3. Untuk kepentingan pemeriksaan di sidang pengadilan, yang berwenang yakni hakim.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas, yang terpenting untuk diketahui adalah baik tersangka/terdakwa ataupun keluarganya harus mendapatkan surat perintah penahanan atau surat perintah penahanan lanjutan dari penyidik, penuntut umum atau dari hakim. Dalam surat tersebut harus dipastikan berisikan identitas tersangka/terdakwa, alasan penahanan, uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan atau didakwakan, dan tempat dimana tersangka/terdakwa ditahan. Dan tembusan surat perintah terhadap penahanan atau penahanan lanjutan atau penetapan hakim tersebut, harus diberikan kepada keluarga tersangka atau terdakwa.
Dan meskipun penahanan yang dilakukan terhadap seseorang merupakan sebuah perampasan kemerdekaan secara sementara berdasarkan hukum, hal tersebut patut dilakukan sepanjang memenuhi syarat yang diberlakukan serta disertai alasan-alasan yang mendasar dan juga semata-mata dilakukan untuk kepentingan penegakan hukum.

Kamis, 20 Januari 2011

Daftar 151 perusahaan wajib pajak (WP) yang pernah diperiksa Gayus:

1. A. Rahma Abbas
2. BUT Chevron Indonesia Company
3. BUT MOHG Management Ple Ltd
4. BUT Pan PAcific Hotel & Resort Indonesia
5. BUT Tokyo Electic Power Service Co. Ltd
6. CV Sumber Setia Abadi
7. Justinus Christophorus K
8. Muktar Widjaya
9. PD Chander Vinod Laroya
10. PT Adei Plantation & Industy
11. PT Adijaya Perdana Mandiri
12. PT Adisarana Indotama
13. PT Aditarwan
14. PT Adriwana Krida
15. PT Aica Indonesia
16. PT Aker Kvaerner Subsea
17. PT Asahi Synchrotech Indonesia
18. PT Asianagro Abadi
19. PT Asianagro Lestari
20. PT Astellas Pharma Indonesia
21. PT Berkatnugraha Sinarlestari
22. PT Bina Sawit Abadi Pratama
23. PT Bintang Utama Lestari
24. PT Bosch Rexroth
25. PT Branita Sandhini
26. PT Bukaka Teknik Utama, Tbk
27. PT Bumi Resources, Tbk
28. PT Cakrawala Mega Indah
29. PT Capri Nusa Raya
30. PT Cemerlang Abadi
31. PT Ceria Worley
32. PT Chevron Oil Products Indonesia
33. PT Chiyoda Internasional Indonesia
34. PT Chuo Senko Indonesia
35. PT Cibalitung Tunggal Plantation
36. PT Citra Link Indonesia
37. PT Daitoh Indar Indonesia
38. PT Delta Dunia Petroindo Tbk
39. PT Dowell Anadrill Schlumberger
40. PT Dunia Express
41. PT Dwi Prima Sembada
42. PT Ecorn Consulting
43. PT Excelcomindo Pratama
44. PT Federal Internasional Finance
45. PT Ford Motor Indonesia
46. PT Fun Motor Indonesia
47. PT Garuda Mataram Motor
48. PT Golden Jaya Abadi
49. PT Gotrans interna Express
50. PT Hasil Jaya Industri
51. PT Honda Trading Indonesia
52. PT Horiguchi Engineering Indonesia
53. PT IDS Manufacturing
54. PT Indah Kiat Pulp & Paper,Tbk
55. PT Indocement Tunggal Prakarsa
56. PT Intan Anugerah Kharisma
57. PT Internasional Paint Indonesia
58. PT Iris Sistem Inforindo
59. PT Jae Hyun Indonesia
60. PT Jasa Teknologi Informasi IBM
61. PT Java Tobacco
62. PT Jewelry Design Services
63. PT JVC Indonesia
64. PT Kaisar Motorindo Industri
65. PT Kapuas Prima Coal
66. PT Karya Cipta Karsa
67. PT KDDI Indonesia
68. PT Kelola Jaya Artha
69. PT Kido Jaya
70. PT Kizone Internasional
71. PT Kornet Trans Utama
72. PT Koryo Internasional Indonesia
73. PT Kuala Pelabuhan Indonesia
74. PT Kurnia Jaya Raya
75. PT Kyung Dong Indonesia
76. PT Kyungseung Trading Indonesia
77. PT Ladangrumput Suburabadi
78. PT Les Nouveaux Premier Real Property Indonesia
79. PT Marga Nusantara Jaya
80. PT Maskapai Perkebunan Leidong West Indonesia
81. PT Marta Unikatama
82. PT McDermott Indonesia
83. PT Meares Soputan Mining
84. PT Mega Kemiraya
85. PT Melputra Garmindo
86. PT Mesitechmitra Purnabangun
87. PT Metec Semarang
88. PT Mintek Dendrill Indonesia
89. PT Mitra Infoparama
90. PT Mitraland Harapan Sejati
91. PT Molten Aluminium Producer Indonesia
92. PT Multi Adiguna Manunggal
93. PT Multi Rentalindo
94. PT Multi Teknindo Inforonika
95. PT Nelco Indonesia
96. PT Newmont Nusa Tenggara
97. PT Nissan Motor Distributor Indonesia
98. PT Nusantara Secom Infotech
99. PT OOCL Indonesia
100. PT Otsuka Indonesia
101. PT Pacific Wira Berjaya
102. PT Panasia Intersarana
103. PT Pantja Motor
104. PT Paramita Praya Prawatya
105. PT Pertamina Bina Medika (Pertamedika)
106. PT Pertamina Dana Ventura
107. PT Petrosea,Tbk
108. PT Petrosea-PT Clough
109. PT Pindo Deli Pulp & Paper Mills
110. PT Pitamas Data Sempurna
111. PT Plaza Adika Lestari
112. PT Prawarasa Gemilang
113. PT Praquaman Konsultan
114. PT Proses Meterial Indonesia
115. PT Prudential Life Assurance
116. PT Quadra Media Publika
117. PT Rakintam Electical
118. PT Reckitt Benckiser
119. PT Rezdamurni Putramandiri
120. PT RTM Viditra Pratama
121. PT Sanko Gosei Technologi
122. PT Santan Batubara
123. PT Sawit Asahan Indah
124. PT Serasu Autoraya
125. PT Sgwicus Indonesia
126. PT Sibalec
127. PT Sierad Produce,Tbk
128. PT SK Food Indonesia
129. PT SKF Indonesia
130. PT SMI Electronic Indonesia
131. PT Sun Motor Indonesia
132. PT Supramatra Abadi
133. PT Sura Indah Wood Industries
134. PT Sun Hyundai Motor
135. PT Symrise
136. PT Tapian Nadenggan
137. PT Tegar Exporindo Jaya
138. PT Teguh Sinar Abadi
139. PT Thiess Contractors Indonesia
140. PT Tjahja Sakti Motor
141. PT Trisula Ulung Medasurya
142. PT Triwahana Jaya
143. PT Tunas Baru Lampung, Tbk.
144. PT U Finance Indonesia
145. PT Wangsa Indra Permana
146. PT Widjaya Karya
147. PT Wiratama Dharma Perkasa
148. Suyardi Syukur
149. Toru Inoue
150. PT Kaltim Prima Coal
151. PT Arutmin

vivanews.com

Kamis, 13 Januari 2011

ANALISA EKONOMI ATAS HUKUM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

ANALISA EKONOMI ATAS HUKUM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DI INDONESIA: TINJAUAN TERHADAP REFORMASI HUKUM BIDANG HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
Oleh: Henny Marlyna
I. PENDAHULUAN
Menganalisa hukum dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan (approaches). Dalam buku yang dikarang oleh Llyod dan Freeman yang berjudul “Lloyd’s Introduction to Jurisprudence” dipaparkan 8 (delapan) pendekatan yang dikenal dalam ilmu hukum; mulai dari pendekatan hukum alam (natural law) sampai dengan pendekatan marxiz (Marxist theories of law and state). Dari delapan pendekatan yang disebutkan, salah satunya adalah pendekatan trend modern ilmu hukum yang didasarkan pada kajian analisa dan normatif (modern trend in analytical and normative jurisprudence) yang salah satunya adalah mengkaji hukum atas dasar analisa ekonomi (economic analysis of law).
Sebagaimana yang kita ketahui, pada akhir tahun 2000 yang lalu yaitu pada tanggal 20 Desember 2000 reformasi hukum bidang Hak Kekayaan Intelektual (“HKI”) telah dimulai diundangkannya 3 (tiga) undang-undang baru di bidang HKI, yaitu Undang-undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, Undang-undang No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri dan Undang-undang No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu. Selanjutnya pada tahun 2001 Pemerintah juga telah mengundangkan 2 (dua) undang-undang yaitu UU No. 14 Tahun 2001 tentang Paten dan UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek yang merupakan revisi terhadap undang-undang sebelumnya. Selain itu pada tanggal 11 Juli 2002, Rapat Paripurna DPR akhirnya menyetujui RUU tentang Hak Cipta untuk disahkan sebagai undang-undang .
Adapun yang menjadi pokok permasalahan yang akan diangkat dalam makalah ini sebagai berikut :
1. Apakah yang dimaksud dengan Analisa Ekonomi atas hukum ?
2. Apakah reformasi hukum di bidang HKI di Indonesia tersebut telah menggunakan pendekatan analisa ekonomi atas hukum, dilihat dari latar belakang terjadinya reformasi hukum bidang HKI dan substansi mendasar yang diatur dalam undang-undang HKI yang baru.
II. TINJAUAN SINGKAT MENGENAI ANALISA EKONOMI ATAS HUKUM
Analisa Ekonomi atas Hukum menurut Posner adalah penggunaan prinsip-prinsip dalam ilmu ekonomi sebagai pendekatan untuk mengkaji masalah hukum, selanjutnya dikatakan bahwa “..economic is powerful tool for analyzing a vast range of legal question”. Menurut Polinsky, pendekatan analisa ekonomi terhadap hukum dilakukan oleh ahli hukum dilakukan dengan maksud “ … in order to focus on how to think like an economic about legal rules.”

Pendekatan analisa ekonomi atas hukum merupakan pendekatan yang relatif baru dikenal. Pendekatan ini pertama kali diperkenalkan kurang lebih 40 tahun yang lalu oleh ahli hukum dari Amerika Serikat. Selanjutnya pada tahun 1968 Richard Posner menerbitkan sebuah buku yang menguraikan pendekatan analisa ekonomi atas hukum secara sistematis.
Analisa ekonomi atas hukum adalah suatu bahasan interdisipliner yang membawa secara bersama-sama dua bidang studi dan mengantarkan pada pengertian yang lebih mengenai dua bidang yaitu hukum dan ekonomi. Menurut pendekatan ini, hukum adalah alat untuk mencapai tujuan-tujuan sosial yang penting. Untuk mengetahui pengaruh hukum terhadap tujuan-tujuan tersebut, maka pembuat undang-undang harus mempunyai metode untuk mengevaluasi pengaruh-pengaruh hukum terhadap nilai-nilai sosial. Ekonom memperkirakan pengaruh dari suatu kebijakan terhadap efisiensi. Efisiensi selalu relevan dengan pembuatan kebijakan, karena lebih baik memperoleh suatu kebijakan dengan biaya rendah daripada biaya tinggi.

III. HKI DAN HUKUM HKI DI INDONESIA
Pada dasarnya tidak ada satupun definisi tentang HKI atau Intellectual Property Rights yang diterima secara umum/universal. Namum untuk dipakai sebagai pedoman dalam melakukan pembahasan selanjutnya, berikut ini penulis kemukakan beberapa definisi mengenai HKI sebagai berikut :
1. Menurut W.R. Cornish
Traditionally, the term “intellectual property” was used to refer to the rights conferred by the grant of a copying in literary, artistic and musical works.
In more recent times, however, it has been used to referto a wide range of disparate rights, including a number of more often known as “industrial property”, such as patent and trademarks.
2. Menurut David Brainbridge:
Intellectual property law is that area of law which concerns legal rights assorted with creative effort or commercial reputation and goodwill.
Adapun HKI sebenarnya bukanlah suatu hal yang baru di Indonesia. Sejak jaman Pemerintahan Hindia Belanda, Indonesia telah mempunyai undang-undang tentang HKI yaitu Octrooiwet (Undang-undang paten) Stb. No. 33 yis S 11-33, S 22-54, Auterswet (undang-undang Hak Pengarang) Stb. 1912 No. 600 serta Reglement Industriele Eigendom (Reglemen Milik Perindustrian) yang dimuat dalam S. 1912 No. 545 jo. S. 1913 No. 214, yang mulai berlaku sejak tahun 1913. Peraturan-peraturan tersebur berlaku di Indonesia berdasarkan prinsip konkordansi.
Undang-undang merek pertama Indonesia lahir pada tahun 1961 yaitu UU No. 21 Tahun 1961 tentang Merek Dagang dan Merek Perniagaan, yang diundangkan pada tanggal 11 Oktober 1961 dan mulai berlaku tanggal 11 Nopember 1961. Pada tahun 1992 terjadi pembaharuan hukum merek di Indonesia, untuk mengantisipasi arus globalisasi, dengan lahirnya undang-undang No. 19 Tahun 1992 tentang Merek yang mencabut dan menggantikan UU Merek No. 21 Tahun 1961. Pada tahun 1997 terjadi penyempurnaan terhadap UU Merek No. 19 Tahun 1992 yaitu dengan UU No. 14 Tahun 1997 yang disahkan oleh Presiden RI pada tanggal 7 Mei 1997. Penyempurnaan ini dilakukan terutama untuk menyesuaikan dengan ketentuan-ketentuan dalam TRIPs (Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights) yang merupakan bagian dari Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (Agreement Establishing World Trade Organization) yang telah diratifikasi Indonesia dengan UU No. 7 Tahun 1994. Perubahan terakhir mengenai undang-undang merek terjadi pada tahun 2001 yaitu dengan lahirnya UU No. 15 Tahun 2001.
Undang-undang paten pertama Indonesia adalah UU No. 6 Tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No. 13 Tahun 1997 dan terakhir dengan UU No. 14 Tahun 2001.
Sama halnya dengan undang-undang tentang Merek maupun paten, undang-undang tentang Hak Cipta juga telah beberapa kali terjadi perubahan yaitu UU No. 6 Tahun 1982 yang telah diubah pada tahun 1987 (UU No. 7 Tahun 1987), tahun 1997 (UU No. 12 Tahun 1997) dan terakhir pada tahun 2002.
IV. ANALISA EKONOMI ATAS REFORMASI HUKUM HKI DI INDONESIA
Dalam melakukan analisa ekonomi terhadap reformasi hukum bidang HKI maka penulis menganalisanya ditinjau berdasarkan latar belakang dari reformasi hukum bidang HKI tersebut dan substansi mendasar yang diatur dari reformasi hukum bidang HKI tersebut.

A. Latar Belakang Reformasi Hukum Bidang HKI
Reformasi hukum bidang HKI di Indonesia terutama disebabkan adanya kewajiban internasional Negara Indonesia berkaitan dengan Konvensi Pembentukan WTO (World Trade Organization). Konvensi tersebut mewajibkan seluruh negara anggotanya untuk menyesuaikan peraturan perundang-undangan nasionalnya dengan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam konvensi tersebut, khususnya Annex 1 b Konvensi tersebut, yaitu Perjanjian TRIPs (Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights). Konvensi tersebut telah memberikan batas waktu bagi negara-negara anggotanya untuk melakukan penyesuaian hukum nasionalnya di bidang HKI dengan ketentuan-ketentuan dalam TRIPs, yaitu 1 ( satu) tahun bagi negara maju dan 4 (empat) tahun bagi Negara berkembang. Sebagai salah satu negara berkembang maka Indonesia harus menyesuaikan hukum nasionalnya di bidang HKI paling lambat pada bulan Januari 2000.
Tekanan dari pihak luar lainnya juga turut melatarbelakangi terjadi reformasi hukum bidang HKI ini. Menurut laporan tahunan Special 301, yang dikeluarkan United States Trade Representative (“USTR”), pada tahun 1999 Indonesia saat itu merupakan satu-satunya negara Asean yang masih masuk dalam Priority Watch List versi USTR untuk kasus-kasus pelanggaran HKI. Lembaga perwakilan ini bertugas menelaah catatan-catatan pelanggaran HKI dari negara-negara mitra dagang AS.
Pada tahun 2000 peringkat Indonesia membaik dengan masuk kategori Watch List dikarenakan pada tahun 2000 Pemerintah Indonesia telah mengajukan RUU tentang Desain Industri, Rahasia Dagang dan Desain Tata Letak Sirkuit terpada serta mengajukan RUU revisi terhadap UU Paten dan Merek. Akan tetapi peringkat ini tidak lama bertahan, oleh karena pada tahun 2001 dan 2002 Indonesia kembali masuk dalam kategori Priority Watch List karena meskipun Indonesia telah memperbaiki peraturan hukum bidang HKI, akan tetapi penegakan hukum HKI terutama atas kekayaan intelektual yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan Amerika Serikat masih dirasakan lemah.

Berdasarkan tekanan dari pihak luar, ketidakmampuan Indonesia untuk melindungi HKI akan menghambat masuknya investasi ke Indonesia di masa datang. Bila pemerintah Indonesia tidak secepatnya memperbaiki situasi ini, maka reputasi Indonesia di mata dunia internasional akan benar-benar terancam. Untuk itulah maka pemerintah seharusnya dapat segera mengambil tindakan tegas untuk menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HKI, karena penuntasan kasus tersebut sangatlah penting untuk mengembalikan kepercayaan investor untuk berinvestasi di Indonesia.

Karena itulah Indonesia segera merevisi perundang-undangan perlindungan HKI dan memastikan bahwa undang-undang tersebut dilaksanakan secara efektif. Ketidakmampuan Indonesia mematuhi kesepakatan TRIPS akan berakibat pada pengenaan sanksi-sanksi perdagangan WTO bagi Indonesia.
Berdasarkan latar belakang terjadinya reformasi hukum bidang HKI dapat disimpulkan bahwa pendekatan analisa ekonomi atas hukum telah dipergunakan karena terjadinya reformasi hukum bidang HKI tersebut tidak terlepas dari adanya tekanan dari pihak luar terutama Amerika Serikat yang mengancam adanya pengenaan sanksi perdagangan apabila tidak segera merevisi peraturan hukum bidang HKI. Selain itu tidak adanya kepastian hukum bidang HKI juga dirasakan dapat menghambat masuknya investasi asing ke Indonesia karena itulah Pemerintah Indonesia melakukan reformasi bidang hukum HKI.
Selain itu reformasi di bidang hukum HKI juga didasari oleh pemikiran dan kesadaran bahwa perlindungan yang wajar terhadap HKI diharapkan dapat menjadi pendorong bagi anggota masyarakat untuk terus berupaya keras menghasilkan karya intelektual lainnya. Dengan semakin terjaminnya perlindungan HKI di Indonesia maka semakin banyak orang yang akan menghasilkan karya intelektual dan diharapkan dapat pula menggerakkan roda perekonomian serta memberikan pemasukan berupa pajak kepada negara.
B. Substansi Pengaturan Undang-undang HKI yang Baru
1. Perubahan delik biasa menjadi delik aduan terhadap pelanggaran pidana atas HKI.
Dalam 5 (lima) undang-undang baru bidang HKI, maka pelanggaran pidana terhadap HKI dikategorikan sebagai delik aduan. Oleh karena itu dugaan terjadinya suatu tindak pidana pelanggaran HKI hanya dapat dilakukan penyidik dan pemeriksaan di pengadilan jika ada pengaduan dari pihak yang merasa haknya dirugikan. Perubahan jenis delik pidana HKI ini juga dikarenakan bahwa pada prinsipnya aspek perdata dari HKI lebih mengemuka dibandingkan dengan aspek pidananya. Oleh karena itu dimungkinkan terjadinya proses perdamaian di antara para pihak dalam hal terjadi tindak pidana HKI.
Dengan adanya perubahan jenis delik pelanggaran HKI ini maka yang pasti akan mempermudah kerja dari penegak hukum dalam mengatasi pelanggaran HKI, selain itu biaya yang akan dikeluarkan dalam menyelesaikan tindak pidana HKI dengan sendirinya akan berkurang.
2. Perubahan terhadap sanksi pidana.
Dalam undang-undang merek dan paten yang baru maka sanksi pidana penjara dikurangi menjadi paling lama 5 (lima) tahun dari sebelumnya 7 (tujuh) tahun untuk tindak pidana merek dan paling lama 5 (lima) tahun dari sebelumnya 7 (tujuh) tahun untuk tindak pidana paten. Namun besarnya denda menurut undang-undang yang baru dinaikkan menjadi paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) dari sebelumnya hanya Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) untuk tindak pidana merek dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) dari sebelumnya Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) untuk tindak pidana paten.
Dengan adanya ancaman hukuman denda yang berat tersebut, diharapkan pelanggaran HKI bisa berkurang.

3. Penyelesaian sengketa HKI di Pengadilan Niaga.
Penyelesaian sengketa merupakan hal yang tidak kalah strategis dalam pengelolaan sistem HKI. Undang-undang HKI yang baru (selain UU Rahasia Dagang) telah melakukan terobosan baru dalam penyelesaian sengketa di bidang HKI yang arahnya dimaksudkan untuk mempercepat proses peradilan dalam sengketa HKI, yaitu dengan memanfaatkan peranan Pengadilan Niaga dalam rangka menyelesaikan sengketa perdata di bidang. Hal ini didasarkan karena bidang HKI sangat berkaitan dengan dunia usaha, untuk itu dibutuhkan penyelesaian perkara yang cepat, karenanya membutuhkan institusi peradilan khusus.
Selain itu undang-undang HKI yang baru juga mengatur mengenai tata cara penyelesaian perkara dengan jangka waktu yang spesifik dan relatif pendek. Ada keinginan kuat dari undang-undang HKI agar penyelesaian sengketa melalui pengadilan niaga ini dapat berjalan dalam waktu yang cepat dan tidak bertele-tele. Undang-undang HKI mengatur bahwa gugatan harus telah diputuskan dalam waktu 90 (sembilan puluh) hari sejak gugatan diterima pengadilan niaga, dan hanya dapat diperpanjang selama 30 (tiga puluh) hari dengan persetujuan Mahkamah Agung. Selain itu terhadap putusan pengadilan niaga hanya dapat dilakukan upaya hukum kasasi yang harus telah diputus oleh Mahkamah Agung dalam waktu 90 (sembilan puluh) hari sejak permohonan kasasi diterima. Oleh karena itu proses penyelesaian sengketa perdata melalui pengadilan niaga adalah lebih kurang 180 (seratus delapan puluh) hari sampai dengan adanya putusan Mahkamah Agung yang berkekuatan hukum tetap.
Dengan semakin cepat selesainya suatu perkara di pengadilan, maka dengan sendirinya biaya yang akan dikeluarkan untuk menyelesaikan perkara perdata oleh pihak-pihak yang bersengketa tentu akan berkurang pula, begitu pula beban biaya yang harus dikeluarkan oleh pihak pengadilan.

4. Penetapan Sementara Pengadilan
Undang-undang HKI yang baru memperkenalkan rezim hukum baru dalam hukum acara perdata yang dianut di Indonesia yang sebelumnya tidak dikenal, yaitu penerapan lembaga Penetapan Sementara Pengadilan yang dalam perjanjian TRIPs dikenal dengan istilah injuctions. Lembaga hukum ini berbeda dangan putusan provisi yang dikenal dalam hukum acara perdata kita. Putusan provisi dijatuhkan setelah gugatan didaftarkan, sedangkan Penetapan Sementara dikeluarkan atas permohonan pemilik HKI sebalum adanya gugatan pokok. Selain itu Penetapan Sementara seperti halnya sebuah putusan, serta merta dapat langsung dieksekusi.
Berdasarkan bukti yang cukup dan meyakinkan,maka pihak yang halnya dirugikan dapat meminta HKI pengadilan niaga untuk menerbitkan penetapan sementara tentang :
- Pencegahan masuknya produk yang berkaitan dengan pelanggaran HKI
- Penyimpanan bukti yang berkaitan dengan pelanggaran HKI
Adanya ketentuan mengenai Penetapan Sementara ini diharapkan dapat mengurangi kerugian yang telah terjadi yang diderita oleh pemegang HKI yang sesungguhnya.
5. Lamanya Proses Pendaftaran
Dari seluruh perubahan yang ada, proses penyelesaian permohonan pendaftaran untuk merek dan paten mengalami perubahan yang sangat mendasar. Berdasarkan UU Merek yang lama maka proses pendaftaran merek dapat diselesaikan dalam waktu 16 bulan sedangkan berdasarkan UU Merek yang baru maka penyelesaiannya dipersingkat menjadi paling lama 14 bulan 10 hari. Begitu halnya dengan paten, berdasarkan UU Paten yang baru maka jangka waktu pemeriksaan substantif atas Paten Sederhana yang semula sama dengan Paten, yakni dari 36 (tiga puluh enam) bulan diubah menjadi 24 (dua puluh empat) bulan terhitung sejak Tanggal Penerimaan. Hal itu dimaksudkan untuk mempersingkat jangka waktu pemeriksaan substantif agar sejalan dengan konsep Paten dalam rangka meningkatkan layanan kepada masyarakat. Karena itu dapat disimpulkan bahwa percepatan proses penyelesaian permohonan paten maupun marek ini tidak lain adalah untuk memberikan kepastian hukum bagi para pendaftar serta mengurangi biaya yang harus dikeluarkan oleh seseorang guna mendapatkan perlindungan hukum atas karya intelektualnya.

Dari latar belakang terjadinya reformasi hukum bidang HKI maupun substansi undang-undang baru tentang HKI dapat terlihat bahwa analisa ekonomi terhadap hukum telah digunakan sebagai pendekatan. Prinsip-prinsip ekonomi yang mengedepankan prinsip efisiensi dan efektifitas sebagaimana yang dianut dalam prinsip ekonomi.

V. PENUTUP
Dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Bahwa yang dimaksud dengan Analisa Ekonomi atas Hukum menurut Posner adalah penggunaan prinsip-prinsip dalam ilmu ekonomi sebagai pendekatan untuk mengkaji masalah hukum, selanjutnya dikatakan bahwa “..economic is powerful tool for analyzing a vast range of legal question”.
2. Bahwa dilihat dari latar belakang serta substansi perubahan hukum yang terjadi maka dapat disimpulkan bahwa reformasi hukum di bidang HKI di Indonesia telah menggunakan pendekatan analisa ekonomi atas hukum dimana faktor ekonomi turut mempengaruhi terjadinya refomasi hukum bidang HKI di mana substansinya menggunakan prinsip-prinsip ekonomi, sehingga diharapkan hukum yang baru dapat menciptakan efektifitas dan efisiensi.

Daftar Pustaka
Bainbridge, David J. Cases & Materials in Intellectual Property Law. London: Pitman Publishing, 1995.
______. Intellectual Property. Cet. 4. London: Pitman Publishing, 1999.
Cooter, Robert dan Thomas Ulen. “Law and Economics” (Massachusets: Addison-Wesley). Hal. 3-4 dalam Diktat Teori Hukum yang dikumpulkan oleh Hikmahanto Juwana.
Cornish, W.R. Intellectual Property, Patents, Copyrights, Trade Marks and Allied Rights. Ed.2. Sweet & Maxwell.
Damian, Edy. Hukum Hak Cipta menurut Beberapa Konvensi Internasional, Undang-undang Hak Cipta 1997 dan Perlindungannya terhadap Buku serta Perjanjian Penerbitannya. Bandung: Penerbit Alumni, 1999.
Juwana, Hikmahanto. “Analisa Ekonomi atas Hukum Perbankan” dalam Bunga Rampai Hukum Ekonomi dan Hukum Internasional, Cet.1. Jakarta: Lentera Hati, 2001.
Kesowo, Bambang. “Development of Intellectual Property Laws in Indonesia dalam Current development of Laws in Indonesia. 1st ed. Edited by Koesnadi Hardjasoemantri and Naoyuki Sakumoto. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1999, p. 95.114.
______. Pengantar Umum Mengenai Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI) di Indonesia. Jakarta. Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1996.
Zoelva,Hamdan. “Undang-undang Baru di Bidang HKI.” Makalah disampaikan dalam Seminar Peningkatan Pemahaman dan Pemberdayaan HKI dalam Menghadapi Era Perdagangan Global, Jakarta, 23 April 2001.

Last Updated on Thursday, 22 January 2009 11:27

Rabu, 12 Januari 2011

PLEDOI GAYUS

Pledooi (Pembelaan)

 Nomor register perkara :    PDS-18/JKTSL/Ft.1/06/2010    
            PDS-25/JKTSL/Ft.1/08/2010 

a.n terdakwa : Gayus Halomoan P. Tambunan

Indonesia Bersih... Polisi dan Jaksa Risih...
Saya Tersisih...

Majelis Hakim Yang Mulia dan Bijaksana
Jaksa Penuntut Umum Yang Terhormat
Penasehat Hukum Yang Tercinta Masyarakat Yang Mendukung Indonesia Menjadi Lebih Baik
Mengapa saya di dakwa dan dituntut karena menguntungkan orang lain atau korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada pada saya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara. (melanggar Pasal 3 UU No. 20 tahun 2001)
Banyak kasus  telah saya ceritakan kepada tim independent, terkait dengan dugaan keterlibatan pejabat-pejabat di direktorat jenderal pajak termasuk juga dugaan permainan wajib pajak yang kemungkinan merugikan Negara ratusan miliar rupiah bahkan triliunan rupiah. Namun tidak ada yang di angkat sama sekali. Saya tidak habis pikir, mengapa polisi menganggap tidak menarik cerita saya tentang para pejabat itu dan wajib pajak tersebut. Padahal jika hal tersebut di ekpose dengan penyelidikan ataupun penyidikan akan terlihat bahwa perkara saya terkait dengan uang 25 milyar tidak ada apa apanya. 
Timbul tanda Tanya besar di pikiran saya, apakah Tidak di ekspose nya mafia pajak yang sebenarnya terjadi di ditjen pajak ataupun di wajib pajak, karena : 
- Ditjen pajak memang bersih? Atau
 - Ada yang setting supaya melokalisir perkara saya saja yang diproses? atau
- POLRI tidak mampu bekerja professional dan maksimal untuk mengungkap mafia pajak yang sebenarnya. 
Banyak modus telah saya ceritakan kepada penyidik tim independent, seperti : 

-           negosiasi di tingkat pemeriksaan pajak oleh tim pemeriksa pajak, sehingga output pemeriksaan, yaitu Surat Ketetapan Pajak tidak mencerminkan nilai yang sebenarnya, baik itu SKP Kurang Bayar maupun SKP Lebih Bayar dalam rangka restitusi pajak

-           negosiasi di tingkat penyidikan pajak, misal dalam mengungkap penyidikan atas faktur pajak fiktif, dimana atas pengguna faktur pajak fiktif selain dihimbau untuk pembetulan SPT Masa PPN juga di takut takuti untuk berubah statusnya dari saksi jadi tersangka, yang ujung ujungnya adalah uang, sehingga status pengguna faktur pajak fiktif tersebut tetap sebagai saksi 

-           penyelewengan fiskal luar negeri dengan berbagai macam modus di bandara bandara yang melayani rute penerbangan internasional sebelum berlakunya Undang undang KUP yang baru tahun 1 Januari 2008, dimana kepada setiap orang yang bepergian keluar negeri diwajibkan membayar fiskal sebesar Rp. 2.500.000. 

-           penghilangan berkas surat permohonan keberatan wajib pajak, sehingga pada saat jatuh tempo penyelesaian keberatan, 12 bulan, permohonan tersebut tidak selesai atau belum diproses, sehingga sesuai Pasal 26 ayat (1) UU No. 16 Tahun 2000, direktur jenderal pajak dalam jangka waktu 12 bulan sejak tanggal surat keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan, berapa rupiahpun nilai keberatan yang dimintakan.


-          Penggunaan perusahaan diluar negeri, khususnya belanda, dimana terdapat celah hukum pembayaran bunga kepada perusahaan belanda dimana bunga tersebut lebih dari 2 tahun, maka dikenakan PPh Pasal 26 0%. Disini terdapat potensi penggelapan pajak PPh Pasal 25 (Badan) dan PPh Pasal 26 atas biaya bunga yang dibebankan tersebut, dan potensi tersebut dapat mencapai ratusan miliar rupiah, bahkan triliunan rupiah

-          Kerugian investasi yang dibukukan dalam SPT Tahunan, hal ini dikarenakan adanya kerugian akibat pembelian dan Penjualan saham antar perusahaan yang diduga masih satu grup (dilakukan oleh orang-orang dalam suatu sindikat), dimana diduga tidak pernah ada transaksi tersebut secara riil, dan nilai jual beli saham perusahaan tersebut tidak mencerminkan nilai perusahaan sesungguhnya. Dengan terjadinya kerugian investasi jual beli saham tersebut, mengakibatkan wajib pajak tidak bayar PPh Pasal 25 (badan) karena kerugian tersebut dibebankan sebagai biaya sehingga menggerus atau menguras keuntungan perusahaan dari usaha realnya. potensi tersebut dapat mencapai ratusan miliar rupiah, bahkan triliunan rupiah, dan masih banyak lainnya

Saya iklas kalo memang yang diproses adalah perkara yang saya memang menerima uang ataupun saya memang memperkaya pihak lain atau korporasi karena saya rekayasa dan saya menerima fee atas hal tersebut (rekayasa seperti saya contohkan di atas), bukan kasus PT. SURYA ALAM TUNGGAL, yang tidak ada masalah apa apa, atau boleh dibilang perkara jadi jadian, namun lagi lagi karena kebodohan saya mengikuti alur penyidik agar bisa menjerat Bambang Heru Ismiarso saya ikut skenario itu. Namun apa yang terjadi? Bukannya Bambang Heru yang ditangkap dan ditahan, malah saya dan Humala yang di tahan dan didakwa. 
Sungguh tragis, saya saksi hidup, dan tidak akan saya biarkan kesemena-semenaan seperti ini berlangsung di negeri tercinta Indonesia. Saya bersumpah demi Tuhan dan demi Ibu yang melahirkan saya, serta anak saya yang sangat saya sayangi, bahwa keberatan PT Surya Alam Tunggal 1000% telah sesuai dengan peraturan dan prosedur.

Humala tidak tahu apa apa, namun di tahan dan terancam di pecat. Tim Penyidik kasus mafia hukum yang katanya independent tidak gentlemen, tidak menghargai dan menepati janji yang telah dibuatnya, tidak mempunyai sedikitpun hati nurani, tidak peka terhadap apa yang dilihat didepan mata. Saya tidak habis pikir mengapa manusia bisa berlaku seperti itu, padahal saya tahu pasti, hati manusia bukan terbuat dari besi dan baja.

Terangkatnya kasus Surya Alam Tunggal murni karena saya ikut skenario penyidik, dan saya mau melakukannya karena sakit hati atas tindakan bambang heru terhadap saya dan juga maruli yang seperti tidak mengenal saya sementara sebelumnya akrab, namun itu semua telah terhapus saat maruli dan bambang heru minta maaf kepada saya karena khilaf telah memperlakukan saya dengan demikian, terlebih karena penyidik tim yang katanya independent, lebih senang menangkap dan menahan humala di banding bambang heru. Mungkin karena humala orang kecil dan tidak ada back up serta dana melimpah, sementara bambang heru sebaliknya. Atau karena ada alasan lain. Saya tidak tahu, dan tidak mau tahu.

Tidak seharusnya perkara PT Surya Alam Tunggal disidik dan sekarang maju ke persidangan sebenarnya sudah paralel dengan alasan-alasan mabes polri dan kejaksaan agung dalam tidak menyidik anggota-anggotanya, dengan uraian sebagai berikut :   

-           Alasan yang berulangkali diutarakan oleh mabes polri untuk tidak memproses edmon ilyas, raja erizman, pambudi pamungkas ataupun mardiyani karena tidak ada bukti mereka terima uang sementara peran mereka dalam penyidikan kasus pertama saya sangat terang benderang, sebagai contoh :
-           perubahan saksi roberto antonius dari tersangka menjadi saksi adalah peran edmon ilyas, 
-           adanya 2 laporan polisi, yang pertama dengan 2 tersangka, yaitu GAYUS HP TAMBUNAN dan ROBERTO SANTONIUS, dan yang kedua dengan 1 tersangka GAYUS HP TAMBUNAN. Tanggal dan nomor laporan sam
-           terjadinya pemeriksaan diluar mabes polri adalah atas izin pambudi pamungkas, 
-           penyitaan uang di bank BCA bintaro sebesar 395 juta sementara saldo hanya 25 juta adalah di ketahui oleh semua penyidik dan semua jaksa peneliti. 

-         Alasan yang berulangkali diutarakan oleh kejaksaan agung untuk tidak memproses cyrus sinaga, fadil regan, poltak manulang, kemal sofyan, maupun jaksa nasran azis karena tidak ada bukti mereka terima uang sementara peran mereka dalam penyidikan kasus pertama saya sangat terang benderang, sebagai contoh :
-           pemrosesan tindak pidana korupsi di JAMPIDUM bukan di JAMPIDSUS
-           penambahan pasal 372
-           terundanya pembacaan tuntutan sampai 3 minggu

Untuk lebih jelasnya terkait dengan beberapa rekayasa PT Surya Alam Tunggal akan saya uraikan fakta sebagai berikut. 

LAPORAN POLISI 

Berdasarkan laporan polisi LP/274/IV/2010/Bareskrim tanggal 22 April 2010. pihak terlapor adalah Maruli Pandapotan Manurung, dan saksi adalah saya sendiri (Gayus Halomoan P. Tambunan), dengan pelapor adalah Drs. FIRLI. Terlihat jelas bahwa laporan polisi didasarkan atas keterangan saya selaku saksi untuk terlapor Maruli Pandapotan Manurung. Tidak mungkin saya menjerumuskan diri saya sendiri untuk sesuatu yang tidak saya lakukan. Saya hanya mengikuti kemauan penyidik agar mempermudah kerja penyidik. Karena penyidik menjanjikan akan menjadikan tersangka Bambang Heru Ismiarso melalui Maruli Pandapotan Manurung. 
BERITA ACARA PEMERIKSAAN SAKSI PELAPOR DAN BERITA ACARA PENGAMBILAN SUMPAH SAKSI PELAPOR DIDUGA PALSU/REKAYASA
 Rekayasa kasus PT Surya Alam Tunggal ini, diperparah dengan BAP Saksi Pelapor atas nama Drs Firli dan BA Pengambilan Sumpah Drs Firli yang juga rekayasa,dengan uraian sebagai berikut :

-           pada BAP Drs Firli sebagai saksi pelapor dinyatakan dilaksanakan pada hari jumat tanggal 25 April 2010, tidak ada hari itu pada tanggal itu. Yang ada hari jumat tanggal 23 april 2010 atau hari minggu tanggal 25 april 2010

-           BA Pengambilan Sumpah Drs Firli sebagai saksi pelapor disaksikan oleh : 
1.         Eko Ugroseno, pekerjaan POLRI
2.         M. Romsi, SH, pekerjaan POLRI
Dimana sesungguhnya EKO UGROSENO dan ROMSI adalah anggota polres Jakarta Utara, anak buah dari Kompol SUSATYO PURNOMO CHONDRO (Kasat Reskrim Polres Jakarta Utara), dimana baru ditugaskan sebagai anggota tim penyidik independen berdasarkan surat perintah penyidikan nomor : SP.Sidik/58.a/v/2010/Pidkor&WCC tanggal 17 Mei 2010 (fc surat perintah penyidikan ada dilampiran berkas perkara). sehingga sesungguhnya baik BAP maupun BA Pengambilan sumpah Drs Firli sebagai saksi pelapor, pasti dilakukan setelah tanggal 17 Mei 2010, bukan april 2010. 

Dengan melihat laporan polisi dimana saya menjadi saksi yang memberatkan MARULI PANDAPOTAN MANURUNG dan dipalsukannya BAP Saksi Pelapor dan juga BA Pengambilan sumpah maka menjadi petunjuk bahwa BAP yang dilakukan oleh penyidik Tim Independen, bukanlah harga mati suatu kebenaran atau fakta hukum seperti dalil Jaksa Penuntut Umum, apalagi menjadi alat bukti surat, namun apa yang terungkap disidanglah fakta hukum sebenarnya.

Berdasarkan keterangan saksi saksi, ahli dan terdakwa sendiri jelas bahwa penanganan keberatan PT Surya Alam Tunggal telah sesuai prosedur dan peraturan perundangan yang berlaku. Tidak ada prosedur yang dilanggar, tidak ada wewenang yang disalahgunakan, penelitian di keberatan jauh lebih komprehensif dan objektif dibandingkan dengan pemeriksaan oleh tim pemeriksa pajak Kanwil Jawa Timur II. 

Pemeriksa hanya mengenakan tambahan pajak berdasarkan asumsi bahwa wajib pajak telah membayar pasal 16D sebesar Rp. 190.000.000, sementara nilai DPP sebesar Rp. 4.800.000.000, maka seharusnya wajib pajak membayar nilai sebesar DPP (DASAR PENGENAAN PAJAK) Rp. 480.000.000, sehingga terdapat kekurangan bayar senilai Rp. 290.000.000.  

Tidak ada dasar hukum lain ataupun dokumen lain yang digunakan oleh pemeriksa dalam menetapkan PPN 16D tersebut. Justru Pemeriksa melanggar Undang undang dengan tidak menerapkan syarat pengenaan PPN Pasal 16D sesuai UU PPN No. 18 tahun 2000, dimana syarat pengenaan pasal 16D adalah PPN yang dibayar pada saat perolehannya, dapat dikreditkan.   

Berdasarkan dokumen yang telah saya teliti, termasuk tim kami teliti secara berjenjang mulai dari saya selaku peneliti sampai dengan Direktur Jenderal Pajak selaku penanggung jawab tertinggi, dan juga pembahasan dengan wakil pemeriksa, yaitu sdr. APRIANTO tidak ada alasan lain yang digunakan oleh pemeriksa waktu itu. Pemeriksa sendiri, melalui APRIANTO, telah setuju PT Surya Alam Tunggal tidak terhutang PPN Pasal 16D, apabila bisa dipastikan tidak ada PPN yang dibayar pada saat perolehan, yaitu desember 1994. Dan kami sudah memastikan hal tersebut.  

Tim keberatan dalam memutus keberatan memeriksa dokumen secara detail, termasuk menelusuri dokumen waktu terjadinya pembelian, yaitu tahun 1994, dimana sampai dengan kadaluarsanya pemeriksaan pajak yaitu 10 tahun sejak 1994, yaitu tahun 2004. tidak ada tambahan pajak atas pemeriksaan pajak atas SKP Masa Des 1994, Jan 1995 dan Feb 1995 yang menjadi masa dari objek pemeriksaan, yaitu pembelian aktiva pada desember 1994 dan dijual kembali pada tahun 2004. hal ini berarti atas kewajiban perpajakan PT SURYA ALAM TUNGGAL untuk tahun pajak 1994 telah kadaluarsa atau inkraht. Langkah langkah yang dilakukan oleh tim keberatan adalah untuk memenuhi syarat syarat sebagaimana diatur dalam PPN Pasal 16D UU PPN No. 18 tahun 2000, dimana syarat pengenaan pasal 16D adalah PPN yang dibayar pada saat perolehannya, dapat dikreditkan.

Saya tidak habis pikir mengapa  penyidik mengangkat PT SURYA ALAM TUNGGAL untuk menjerat saya, padahal saya telah kooperatif ikut alur penyidik untuk bisa menjerat bambang heru, sehingga bisa masuk ke kasus kasus kelas PAUS ataupun HIU di keberatan dan banding. Karena Bambang Herulah kunci dikabulkannya kasus kasus besar di direktorat tersebut. Yang akan menyeret nama nama besar di direktorat jenderal pajak, mungkin termasuk Direktur Jenderal Pajak.

Atau justru penyidik tim yang katanya independen sangat sayang pada negara tercinta ini, republik Indonesia, karena jika cerita-cerita saya di seriusi, maka terpaksa Direktorat Jenderal Pajak harus dilikuidasi, karena sebelum tahun 2007, kami di Pajak menyebutnya dengan jaman jahiliyah, sulit menemukan pejabat ataupun aparat yang benar benar bersih di Direktorat Jenderal Pajak. 

Satu hal lagi, sesuai ketentuan Pasal 44 ayat 1 Undang undang no 16 tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang menyatakan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku. 

 Di undang undang tersebut nyata diatur bahwa yang berwenang menyidik tindak pidana perpajakan adalah PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil) bukan penyidik mabes polri, karena penyidik mabes polri sama sekali tidak mempunyai kompetensi perpajakan. Kecuali masalah suap atau gratifikasi terhadap pegawai pajak, itu memang tugas penyidik mabes polri, namun jika menyangkut materi perpajakan, penyidik mabes polri sama sekali tak berwenang.  

Jujur saya buka dalam pledooi ini, saya yang mengajari penyidik tim independen mabes polri masalah perpajakan, dimana mereka semua sama sekali nol pengetahuannya tentang perpajakan, namun sekarang seolah olah paling tahu urusan pajak, termasuk jaksa penuntut umum. Dengan menambah nambah dasar hukum penetapan pajak dalam pemeriksaannya yang pemeriksa maupun peneliti pun tidak pernah memakainya. Hal ini makin menunjukan ketidakmengertian penyidik maupun penuntut umum tentang teknis dan peraturan perpajakan, hal yang tidak akan terjadi jika penyidikan dilakukan oleh PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil). 

 

Majelis Hakim Yang Mulia dan Bijaksana
Jaksa Penuntut Umum Yang Terhormat Penasehat Hukum Yang Tercinta Masyarakat Yang Mendukung Indonesia Menjadi Lebih Baik  

Mengapa saya di dakwa suap polisi untuk tidak ditahan, rekening mandiri tidak di sidik, dan rumah kelapa gading tidak di sita? (melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a UU No. 20 tahun 2001)

Dari awal saya datang ke Jakarta dan menjawab semua pertanyaan penyidik dengan sangat kooperatif, apa apa saja hal yang saya alami selama proses penyidikan yang pertama oleh Arafat dkk, termasuk mengikuti alur cerita versi penyidik, tujuannya adalah agar penyidik mempunyai gambaran yang menyeluruh dan komprehensif, sehingga dapat mendudukkan permasalahan dengan sebenar benarnya, dan majelis hakim yang mulia dapat memutus yang seadil adilnya berdasarkan hati nurani, atas perbuatan-perbuatan yang nyata terjadi, bukan berdasarkan konstruksi yang sudah di rekayasa oleh penyidik dan penuntut umum.  

Sejak diundang oleh satgas pemberantasan mafia hukum, saya sudah katakan bahwa HAPOSAN HUTAGALUNG meminta uang kepada saya, untuk operasional beliau, yang kata beliau tidak untuk dia sendiri, beliau merinci sbb : 5 miliar mabes polri, 5 miliar kejaksaan, 5 miliar hakim, 5 miliar penasehat hukum dan 5 miliar saya sendiri. 

Angka 20 miliar bukan angka yang kecil, sebelum dan sesudah angka 20 milyar saya serahkan, HAPOSAN HUTAGALUNG dengan berbagai macam cerita selalu meminta uang kepada saya, antara lain yang saya ingat betul : 100.000US$, 45.000US$, 35.000US$, 50.000US$, 45.000US$. sebelum kasus ini ramai pertengahan maret 2010, saya sangat percaya dengan HAPOSAN HUTAGALUNG, namun rupanya kepercayaan saya itu di manfaatkan untuk kepentingan pribadi oleh HAPOSAN HUTAGALUNG.

Tidak heran kalo HAPOSAN HUTAGALUNG di juluki sinterklas di bareskrim dan Polda Metro Jaya, termasuk juga di kejaksaan agung, karena seringnya membagi uang kepada siapapun yang bertemu dengan dia di bareskrim, polda metro dan kejaksaan agung, tidak peduli ada urusan yang terkait atau tidak, dan juga tidak perlu kenal atau tidak. Bahkan sinterklas saja kalah baik, jika sinterklas membagi bagi hadiah hanya saat Desember saja (natal), HAPOSAN HUTAGALUNG membagi bagi uang sepanjang tahun, Januari – Desember.  

HAPOSAN HUTAGALUNG dikenal sebagai orang baik karena membagi bagi uang tersebut, namun mereka tidak mengetahui bahwa uang itu diperoleh dari cara cara membodohi kliennya, dengan menakut nakuti dan menjual nama nama pejabat. Saya salah satu kliennya yang BODOH itu. Berdasarkan perkembangan sampai dengan hari ini :  

-           tidak ada anggota polisi yang menerima uang saya 5 Miliar, ini terbukti dari di bongkarnya perkara ini oleh Susno Duaji, dimana dia adalah Kabareskrim yang menangani kasus saya dahulu, dan berdasarkan keterangan Arafat berkas saya sudah beliau amati bersama sama dengan Arafat sejak masih menjabat di PPATK. Susno Duaji juga menerangkan kepada Saya setelah bermain tennis di lapangan rutan mako brimob, disaksikan oleh Iwan Siswanto selaku Kepala Rutan Mako Brimob, dan Wiliardi Wizar tahanan kasus terkait pembunuhan Nasarudin Zulkarnanen. Bahwa saya di bohongi, di takut takuti dan diperas oleh HAPOSAN HUTAGALUNG, karena KOMJEN SUSNO DUADJI tahu betul tidak pernah ada perintah ataupun rencana penahanan terhadap saya, tidak pernah ada perintah ataupun rencana penyitaan terhadap rumah saya, karena penyidikan kasus Money Loundering dimana dasarnya adalah LHA (Laporan Hasil Analisis) PPATK hanya terfokus pada uang yang di laporkan bukan asset asset di luar yang di laporkan, dan tidak perlu dilakukan penahanan dan penyitaan atas asset lainnya. Apalagi terhadap kasus yang predikat crimenya belum jelas. Seumpama memang benar susno duaji menerima 3 miliar seperti cerita HAPOSAN HUTAGALUNG kepada saya dan andi kosasih, tentu SUSNO DUAJI telah didakwa menerima suap atau janji 3 milyar rupiah, dan juga tidak akan ada cerita rame rame seperti saat ini. Ini menunjukan bahwa HAPOSAN HUTAGALUNG telah menipu mentah mentah saya yang bodoh ini. 

-           Tidak ada jaksa yang menerima uang saya 5 miliar rupiah, hal ini terbukti dari tidak adanya tersangka dari pihak kejaksaan karena telah menerima suap 5 miliar rupiah dari HAPOSAN HUTAGALUNG, padahal telah saya ceritakan ke tim penyidik mabes polri apa yang di ceritakan HAPOSAN HUTAGALUNG kepada saya, dan penyidik tidak menemukan fakta suap tersebut. Hal ini juga menunjukan bahwa  HAPOSAN HUTAGALUNG telah menipu mentah mentah   saya yang bodoh ini

-           Tidak ada Hakim yang menerima uang saya 5miliar, hal ini terbukti dari tidak adanya tersangka dari pihak Hakim karena telah menerima suap 5 Miliar dari HAPOSAN HUTAGALUNG, banyak cerita HAPOSAN HUTAGALUNG tentang hakim di PN Tangerang, terutama tentang hakim Muhtadi Asnun dan Haran Tarigan, namun sekarang saya yakin bahwa cerita itu bohong semua. hal ini juga kembali menunjukan bahwa  HAPOSAN HUTAGALUNG telah menipu mentah mentah saya yang bodoh ini.

-           Tidak ada dakwaan kepada HAPOSAN HUTAGALUNG karena telah memberi Polisi, Jaksa dan Hakim masing masing 5 Miliar seperti cerita beliau kepada saya.

Dari poin poin di atas sebenarnya penyidik tim independent telah bisa mengambil kesimpulan terhadap cerita saya, bahwa saya di peras dan di bohongi HAPOSAN HUTAGALUNG, ataupun jika saya di dakwa menyuap, maka saya harus di dakwa :

-           menyuap polisi yaitu kabareskrim, direktur di direktorat eksus, yang mempunyai wewenang atas ketiga hal yang saya sebutkan di atas, namun tidak ada nama nama petinggi mabes polri tersebut dalam dakwaan terhadap saya. Yang ada justru dakwaan karena memberi arafat 6000 USD dan Mardiyani 4000 USD yang saya tidak tahu menahu dan tidak ada hubungannya dengan milyaran rupiah yang telah saya serahkan kepada HAPOSAN HUTAGALUNG untuk operasional beliau 
-           menyuap jaksa yaitu jampidum, direktur pra penuntutan/penuntutan, yang mempunyai wewenang atas penghilangan pasal korupsi dan menggantikannya dengan pasal penggelapan (372 KUHP)
 

YANG TERJADI JUSTRU SEBALIKNYA. Jaksa Penuntut Umum memaksakan dakwaan dan tuntutan yang sangat tidak masuk akal dan logika, dan tidak jelas. bagaimana bisa hal yang tidak masuk akal dan logika tersebut menjadi tuntutan resmi dari Kejaksaan Agung?

Apa hubungannya uang yang diminta oleh HAPOSAN HUTAGALUNG HUTAGALUNG + USD 700.000 (sekitar 7 miliar rupiah) dengan USD 6.000 (sekitar 60 juta rupiah) yang diterima ARAFAT dari HAPOSAN HUTAGALUNG HUTAGALUNG. Saya bertanya kepada lebih dari 100 orang, namun tidak satu orang pun menemukan jawaban atas hubungan antara 7 miliar dengan 60 juta tersebut, apalagi dikaitkan dengan dakwaan suap agar tidak ditahan, tidak disidik, dan tidak disita rumah. Saya tidak tahu menahu HAPOSAN HUTAGALUNG memberi 6.000 USD kepada ARAFAT, dan saya tidak tahu menahu ARAFAT menerima 6.000 USD dari HAPOSAN HUTAGALUNG.  

Yang saya tahu, dan Jaksa Penuntut Umum juga Pasti lebih tahu, Saya yakin, MAJELIS HAKIM YANG MULIA juga lebih tahu dari saya maupun JPU, yang punya wewenang untuk menahan, menyidik dan memblokir, serta menyita memang penyidik, yaitu KANIT, DIREKTUR dan KABARESKRIM, bukan ARAFAT. 

 
             
Majelis Hakim Yang Mulia dan Bijaksana
Jaksa Penuntut Umum Yang Terhormat Penasehat Hukum Yang Tercinta Masyarakat Yang Mendukung Indonesia Menjadi Lebih Baik  


Mengapa saya di dakwa suap hakim agar membebaskan saya dari segala dakwaan ( melanggar Pasal 6 ayat 1(a) UU No. 20 tahun 2001)

bahwa saya di peras oleh hakim asnun, itulah yang dijanjikan kepada saya oleh penyidik tim independent sejak awal. Bahwa penyidik tim independen (Bapak Agung Iman Effendi) akan mengenakan pasal pemerasan jika saya mau memberi keterangan tentang hakim ASNUN supaya polisi bisa menjerat hakim ASNUN, karena tanpa ada cerita dari saya polisi tak akan bisa menjerat hakim asnun. 

 Tapi.. apa yang terjadi..? lagi lagi saya di bohongi oleh penyidik Tim yang katanya independen karena saya malah di dakwa memberi suap kepada hakim asnun dan hakim asnun dikenakan pasal menerima suap bukan pemerasan. 

Tidak ada urusan saya menyuap hakim asnun dan tidak perlu saya menyuap, karena : 
-           saya melihat berkas perkara yang telah dianggap lengkap oleh jaksa peneliti Cyrus Sinaga Dkk, saya yakin bebas dari segala dakwaan karena memang tidak ada penggelapan dalam kasus tesebut. Dimana uang sebesar 370 juta rupiah tidak saya pakai dan ingin saya kembalikan namun tidak bisa, Karena ternyata Mr Song telah pergi meninggalkan Indonesia dan tidak ada kabarnya lagi. Dan dari saksi saksi yang di BAP oleh penyidik maupun yang dihadirkan dalam persidangan (karyawan PT Megah Jaya Citra Garmindo), tidak mengenal saya dan tidak mengetahui hubungan antara saya dengan Mr Song. 

-           Saya tidak kenal hakim asnun dan juga tidak berusaha kenal hakim asnun, sampai dengan sidang ke 8 tanggal 10 maret 2010, saya mengikuti sidang seperti biasanya. Sampai akhirnya ikat, panitera pengganti menghubungi saya agar datang menemui hakim asnun sesuai perintah hakim asnun kepada ikat. Sebagai pihak yang sedang menanti keputusan hakim yang rencananya akan di bacakan tanggal 12 maret 2010, saya tidak mempunyai pilihan selain memenuhi permintaan hakim asnun untuk menemui beliau. Dari kondisi demikian harusnya penyidik bisa konsisten dengan janjinya bahwa kaitannya dengan hakim, yang ada adalah pemerasan, bukan suap dari saya kepada hakim. Apakah penyidik, penuntut umum ataupun orang lain jika berada pada situasi seperti saya, yaitu terdakwa dapat menolak datang jika diminta datang oleh hakim yang mana hakim tersebut akan memutus perkaranya. Saya pesimis akan ada yang dapat melakukannya, itulah yang terjadi pada saya. Namun karena ketidakberdayaan saya itu lah, termasuk keterus terangan saya, dan juga kepolosan saya mengikuti mau penyidik maka saya didakwa menyuap hakim.
-           Putusan pengadilan negeri di bacakan tanggal 12 maret 2010 siang, rapat majelis hakim yang hasilnya adalah putusan bebas dari segala dakwaan di adakan tanggal 11
10

maret 2010 siang. Sementara permintaan hakim asnun akan uang adalah mulai 11 maret malam sampai dengan 12 maret subuh. Dari sini terlihat jelas bahwa tidak ada kaitannya antara permintaan uang oleh hakim asnun dengan putusan bebas dari segala dakwaan. Putusan tersebut telah jadi, dan dari fakta persidangan tidak terpenuhi unsur unsur tindak pidana penggelapan, dan karena jaksa penuntut umum juga tidak mampu menghadirkan saksi korban, yaitu mr song, maka terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana tersebut.

Dari ketiga uraian saya tersebut, jelas penyidik dan penuntut umum memaksakan dakwaan saya memberi suap kepada hakim asnun, dan penyidik sangat sadar bahwa dengan melanggar janjinya kepada saya, maka saya akan mencabut keterangan yang pernah saya berikan dalam Berita Acara Pemeriksan. Dan dalam persidangan saya telah menceritakan keadaan yang sebenarnya, terutama terkait penyerahan uang sebesar USD 40.000. Tidak pernah ada penyerahan uang tersebut, karena saat saya mau bicara, HAKIM ASNUN justru meminta maaf terlebih dahulu dan meminta saya melupakan permintan beliau sebelumnya, karena beliau mau umroh ke tanah suci, dan istri serta mertuanya mengingatkan untuk membersihkan diri dari segala dosa duniawi. Pencabutan keterangan saya dalam BAP, dan menceritakan kondisi yang sebenarnya yang saya alami, karena saya tidak mau lagi disetir setir oleh siapapun untuk suatu kepentingan. 

 Saya tidak mau percaya lagi pada penyidik dan yang lainnya, saya hanya percaya kepada Tuhan dan juga majelis hakim yang mulia, yang akan memutus perkara ini dengan seadil adilnya berdasarkan fakta persidangan. Karena saya yakin, majelis hakim adalah kepanjangan tangan Tuhan di dunia ini, dan Karena itu tidak akan memutus perkara berdasarkan konstruksi yang dibangun oleh penyidik dan penuntut umum, namun berdasarkan keyakinan hakim atas fakta persidangan, juga hati nurani yang tidak mudah di bohongi oleh konstruksi yang telah di rekayasa. 

Saya menyesal telah mengikuti alur cerita yang diminta oleh polisi, dengan janji janji muluk, namun semua akhirnya menjerumuskan saya, membunuh saya dan anak anak saya. Dan sekarang malah dituntut hukuman penjara 20 tahun. Terlepas dari itu semua, saya tidak mau seseorang dihukum atas sesuatu yang tidak dilakukannya, dan saya juga tidak iklas jika saya dihukum atas sesuatu yang tidak saya lakukan. 

Satu contoh konkrit adalah terkait alif kuncoro, kepada satgas telah saya nyatakan, juga saat menjadi saksi Arafat dan alif kuncoro, bahwa Arafat menakut nakuti alif kuncoro akan menjadikan imam cahyo maliki sebagai tersangka karena pernah mengirim uang ke rekening saya, padahal jelas uang itu adalah terkait jual beli mobil. Sampai akhirnya ALIF KUNCORO memberikan motor harley Davidson. Berulangkali saya nyatakan pertama kepada satgas itu pemerasan, karena memang alif tidak ada niat untuk menyuap Arafat, kepada polisi juga saya nyatakan hal yang sama. 

Tapi baik satgas, penyidik, penuntut umum maupun hakim tak bergeming. Alif kuncoro, sahabat saya, kepada satgas saya nyatakan sebagai satu nyawa dengan saya, sudah lebih daripada saudara, di nyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan sera di hukum penjara 1 tahun 6 bulan karena dianggap memberi suap kepada Arafat. Saya sungguh kecewa, karena faktanya tidak demikian. Saya mengalami dari awal sampai akhir terjadinya pemberian motor tersebut. Dan saya benar benar tahu kondisi yang terjadi. Tidak ada penyuapan agar imam tidak jadi tersangka, karena memang tidak ada rencana dari mabes polri menjadikan imam tersangka. Jadi tidak memberi motor pun, imam tidak akan jadi tersangka. Semua itu karena memang arafat menakut nakuti akan menjadikan imam tersangka dan menahan imam, termasuk juga melempar borgol sewaktu dilakukan pemeriksaan terhadap imam.

Yang terjadi malah sebaliknya, Roberto yang sudah jadi tersangka malah berubah jadi saksi, karena atas perintah edmon ilyas, bukan atas permintaan Arafat. Arafat tidak punya kuasa apa apa atas kasus saya terdahulu, semua di bawah kendali kabareskrim dan direktur. Apakah edmon ilyas dijadikan tersangka karena merubah status Roberto, yang sebenarnya telah jelas dalam BAP Roberto sebagai saksi terhadap arafat, bahwa Roberto menyerahkan 100 juta kepada edmon ilyas?  

Silakan Tanya kepada rumput yang bergoyang. Kalaupun rumput yang bergoyang tak memberi jawaban, silakan Tanya pada tim yang katanya independent mengapa sesuatu yang telah terang benderang justru tidak di angkat, dan lebih senang menghukum orang kecil yang tidak bisa melakukan perlawanan dan tidak ada back up kuat, seperti saya GAYUS HP TAMBUNAN, HUMALA NAPITUPULU, ARAFAT, dan SRI SUMARTINI. 

Walaupun Penyidik tim independen sewenang wenang, dan merekayasa BAP, yang diikuti oleh Jaksa Penuntut Umum dalam tuntutan ini. Namun itu semua tidak membuat saya mundur dan takut, justru makin menguatkan tekad saya untuk terus berjuang mewujudkan indonesia yang bersih, tak peduli walaupun kepolisian dan kejaksaan risih. Nabi pun mengalami penderitaan ataupun perlawanan saat memperjuangkan kebenaran, apalagi saya. GUSTI ALLAH ORA SARE. 

Seperti semboyan pemberantasan korupsi, JIKA BERSIH MENGAPA HARUS RISIH. Polisi dan jaksa bukannya memfokuskan pemeriksaan kepada HAPOSAN HUTAGALUNG yang telah menceritakan nama nama pejabat di kepolisian dan Kejaksaan kepada saya, malah memborbardir saya dengan banyaknya dakwaan dan tuntutan yang sangat tidak masuk akal sehat, terlihat jelas dalam surat tuntutan jaksa penuntut umu dengan tidak adanya hal hal yang meringankan.  

Jika buku kecil HAPOSAN HUTAGALUNG yang berisi pemberian uang kepada pejabat pejabat di kepolisian dan kejaksaan selama tahun 2009 dan sebelumnya, yang disita tim independen diseriusi oleh Kepolisian dan Kejaksaan, saya yakin indonesia bisa bersih. Namun rupanya indonesia bersih hanyalah impian dari presiden SUSILO BAMBANG YUDHOYONO melalui satgas pemberantasan mafia hukum, dan masyarakat kecil saja. 

Impian ini tidak akan terwujud karena sangat jelas terlihat polisi dan jaksa sangat risih, telah dibuktikan dengan tidak mengusut tuntas cerita saya tentang mafia pajak yang sebenarnya dengan modus modus yang saya ceritakan di atas, ataupun tidak mengusut barang bukti kategori A1, yaitu buku sakti HAPOSAN HUTAGALUNG HUTAGALUNG yang berisi daftar nama pemberian uang kepada pejabat pejabat di kepolisian dan kejaksaan, salah satu contoh yang saya masih ingat untuk kasus ARWANA. 

Mudah-mudahan majelis hakim yang mulia ini, yang di pimpin ibu Albertina Ho, yang terkenal tegas, berani, objektif dan bijaksana, dapat melihat lebih jernih dakwaan dan tuntutan yang dikenakan terhadap Saya, dan memutus perkara ini dengan seadil adilnya berdasarkan fakta persidangan dan hati nurani yang tulus, tidak seperti Jaksa Penuntut Umum yang sangat kental dengan aroma dendam dan tidak memakai logika hukum yang baik.  

Saya sangat yakin majelis hakim yang mulia mampu dan berani menegakkan kebenaran. Hukum saya jika saya memang terbukti bersalah, saya sudah siap, tetapi hukuman yang berperikemanuasiaan dan mempertimbangkan asas keadilan. Bebaskan saya jika saya memang tidak terbukti bersalah, tanpa takut cercaan dari orang orang atau pihak pihak yang tidak suka kebenaran dan hukum di tegakkan.

Saya akui saya bukan orang baik, namun saya juga bukan penjahat. Apalagi dengan dakwaan dan tuntutan sebanyak dan seberat ini, dan masih ada beberapa perkara menunggu untuk disidangkan. Sempat saya protes kepada Tuhan, mengapa saya yang kooperatif dan mau membantu Negara Indonesia lebih baik namun malah di beri kesusahan yang seperti tiada habisnya? Mengapa saya yang belum di putus bersalah oleh majelis hakim di pengadilan sudah di hakimi lebih dahulu oleh media massa? Sampai dengan saat ini Tuhan belum menjawab pertanyaan saya, namun saya tidak putus asa, mungkin Tuhan menyampaikan jawaban atas pertanyaan saya berbarengan dengan putusan yang akan dijatuhkan oleh majelis hakim yang mulia, yang di pimpin oleh ibu Albertina Ho yang berani, tegas, objektif dan bijaksana. 

Tolong.. sekali lagi tolong.. bahkan saya mohon.. sekali lagi saya mohon.. saya hanya ingin membantu para penegak hukum menemukan fakta yang sebenarnya. Namun rupanya keterusterangan saya, telah menyakiti aparat penegak hukum yang saya sebutkan, sehingga mabes polri bukannya mengusut tuntas apa yang saya ceritakan, malah menjadikan saya target untuk di bumi hanguskan. Idem dito dengan jaksa
 
        
 
Majelis Hakim Yang Mulia dan Bijaksana
Jaksa Penuntut Umum Yang Terhormat Penasehat Hukum Yang Tercinta Masyarakat Yang Mendukung Indonesia Menjadi Lebih Baik

Mengapa saya di dakwa tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar untuk kepentingan penyidikan, tentang seluruh harta benda dan harta benda istri atau suami ( melanggar Pasal 22 jo Pasal  28 UU No. 20 tahun 2001) 

Dakwaan ke 4 ini sungguh suatu dakwaan yang sangat dipaksakan oleh Jaksa Penuntut Umum. Jaksa Penuntut Umum mengutip Pasal sepotong-sepotong sehingga mengaburkan makna dari Pasal tersebut. Hal ini suatu penyesatan atas makna suatu Undang undang.  

Isi Pasal 22 UU No 31 thn 1999 s.t.d.t.d UU No. 20 tahun 2001 adalah setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Pasal 29, Pasal 35 atau Pasal 36 yang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberi ketarangan yang tidak benar, dipidana dengan pidana penjara...
Berdasarkan Pasal pasal tersebut, setiap orang pada pasal 28 adalah tersangka, pasal 29 adalah pejabat bank, pasal 35 adalah saksi atau ahli, dan pasal 36 adalah siapapun yang menurut pekerjaan, harkat dan martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia. 

Terhadap tersangka tidak dapat dituntut dengan Pasal ini, karena hak hak dasar tersangka dilindungi oleh KUHAP. Dapat saya uraikan pembelaan saya tersebut didasarkan pada Pasal 52 KUHAP yang menyatakan : dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim 

Memberikan keterangan secara bebas, diartikan tersangka atau terdakwa boleh tidak memberikan keterangan ataupun menjawab apa saja sesuai keinginan tersangka ataupun terdakwa. Maka dari itu KUHAP juga memberikan wewenang kepada penyidik dengan kewenangannya yang sangat luas berdasar Pasal 7 KUHAP yaitu :

- Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan
- Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat
- Mengambil sidik jari dan memotret seseorang
- Memanggil orang untuk diperiksa sebagai saksi
- Mendatangkan ahli dalam hubungan dengan perkara - Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab
Wewenang yang sangat luas tersebut adalah untuk mendapatkan alat bukti sesuai dengan Pasal 184 KUHAP, yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Tanpa ada keterangan terdakwa pun penyidik tetap dapat melaksanakan penyidikan dengan baik, dan mendapatkan 2 alat bukti lainnya sehingga unsur unsur dalam perbuatan pidana terpenuhi. 

Hal tersebutlah yang tidak dipahami oleh Jaksa Penuntut Umum, Pasal 22 jo Pasal  28 UU No. 20 tahun 2001 tidak bisa diterapkan untuk menjadikan tersangka ataupun terdakwa karena jika seseorang tersangka ataupun terdakwa dalam kasus sebelumnya tidak memberi keterangan ataupun memberikan keterangan yang tidak benar, dia tetap bisa dipidana dengan alat bukti lainnya yang sah berdasarkan KUHAP. 

Jadi tidak akan ada perkara setelah perkara. Jika alur berpikir penyidik dan jaksa penuntut umum di ikuti, seorang tersangka bisa disidang berkali kali, bahkan bisa sampai 10 kali lebih atas perkara yang sama, jika sampai dengan sidang perkara yang ke-9 penyidik masih berpendapat tersangka tersebut memberikan keterangan yang tidak benar. 

Maksud Pasal 22 jo Pasal  28 UU No. 20 tahun 2001 adalah hanya untuk pihak bank, saksi dan ahli, serta pihak pihak lainnya yang menurut pekerjaan, harkat dan martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia.  Hal ini diperkuat oleh KUHAP dengan ancaman sumpah palsu atas kesaksiannya di sidang pengadilan sesuai dengan Pasal 174 KUHAP yang menyatakan : apabila keterangan saksi disidang disangka palsu, hakim ketua sidang memperingatkan dengan sungguh-sungguh kepadanya supaya memberikan keterangan yang sebenarnya dan mengemukakan ancaman pidana yang dapat dikenakan kepadanya apabila ia tetap memberikan keterangan palsu.   

Tidak ada pasal di KUHAP tentang ancaman pidana atas terdakwa yang tidak memberikan keterangan atau memberikan keterangan tidak benar (palsu), yang ada tentang keterangan terdakwa adalah Pasal 175 KUHAP yang menyatakan : jika terdakwa tidak mau menjawab atau menolak untuk menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya, hakim ketua sidang menganjurkan untuk menjawab dan setelah itu pemeriksaan dilanjutkan.   

PERMOHONAN ATAS PUTUSAN MAJELIS HAKIM YANG MULIA

Sebelum saya menyampaikan permohonan saya untuk putusan yang akan dijatuhkan oleh Majelis Hakim Yang Mulia, perkenankanlah saya menyampaikan beberapa hal yang dapat dijadikan pertimbangan oleh majelis hakim yang mulia, yaitu : 

            a.         Hal – hal yang memberatkan 

-           Karena keterus terangan saya terhadap satgas pemberantasan mafia hukum dan penyidik tim independen, banyak orang di proses hukum. Termasuk beberapa orang baik yang saya yakin tidak bersalah terkait dengan dakwaan dan tuntutan jaksa, seperti ALIF KUNCORO, HUMALA NAPITUPULU dan MARULI PANDAPOTAN MANURUNG
 b.        Hal – hal yang meringankan  

-           Kooperatif dalam pemeriksaan, tidak pernah komplain kepada penyidik walaupun penyidik melakukan hal yang tidak benar, seperti : 
-           menahan saya dalam sel isolasi gegana selama 3 bulan, sejak 1 April 2010 s/d awal juli 2010 tanpa surat penahanan yang sah. Karena surat penahanan yang ada pada saya, seharusnya saya di tempatkan di Rutan Narkoba Polda Metro Jaya, namun justru ditempatkan di sel isolasi gegana seorang diri tidak ada tahanan lain
. 
-           menyita barang bukti yang tidak pernah sekalipun di gunakan baik dalam penyidikan maupun penuntutan, yaitu : 
-           BB no urut 101 berupa flash disk
-           BB no urut 110 berupa laptop sony VPCW 115 XG
-           BB no urut 120 berupa HP Blackberry Bold 9900, yang baru seminggu saya beli dan sudah saya jelaskan namun tidak di gubris oleh penyidik, ternyata juga tidak digunakan dalam penyidikan, parahnya justru diusulkan untuk dimusnahkan oleh JPU. (hubungannya  dengan perkara apa? Saya tak habis pikir dan tak menemukan jawabannya sampai hari ini)
-           BB no urut 122 berupa HP Nokia N 95, yang tidak digunakan kaitannya dengan kasus, tidak digunakan pula dalam penyidikan, parahnya justru diusulkan untuk dimusnahkan oleh JPU. (hubungannya  dengan perkara apa? Saya tak habis pikir dan tak menemukan jawabannya sampai hari ini)
-           Membuat Berita Acara Pemeriksaan sebagai saksi untuk tersangka Maruli Pandapotan Manurung lebih dari sepuluh kali, walaupun materi pemeriksaan tidak ada kaitannya dengan Maruli Pandapotan Manurung.  

-           Saya bersikap sopan selama persidangan dan selalu mengikuti agenda persidangan dengan baik 
-          Berusia muda dan menjadi tulang punggung keluarga dengan 3 orang anak yang sangat saya sayangi dan mereka juga sangat membutuhkan kasih sayang saya, masing masing berusia 7 tahun, 5 tahun dan 1 tahun
-          Berani mengatakan yang benar di persidangan dan menyatakan bahwa BAP adalah rekayasa karena memang tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya dan memikul segala resiko termasuk perlawanan balik dari mafia yang sebenarnya.
-          Kondite sangat baik selama bekerja di Direktorat Jenderal Pajak dengan Penilaian di atas rata-rata atau sangat baik, selalu menunaikan tugas dengan baik dan maksimal baik sebagai pemeriksa pajak di KPP Balikpapan, Penelaah Keberatan di Direktorat Keberatan Banding dan Petugas Banding di Pengadilan Pajak (untuk objektifnya silakan bertanya kepada pihak pihak yang pernah bersinggungan dengan saya selama saya menjalankan tugas negara tersebut)
-          Belum pernah dihukum 
-          Mendukung pemerintah dalam program pemberantasan korupsi, dengan menerapkan cara cara luar biasa untuk memberantasnya, karena korupsi adalah extraordinary crime. Cara cara tersebut adalah :  
o   Menyerahkan HP Nokia 5310 ekspress music kepada tim penyidik independen, yang tidak diminta oleh penyidik dan sebenarnya sangat mudah untuk saya buang atau hilangkan. Dalam HP tersebut lengkap komunikasi saya dengan HAPOSAN HUTAGALUNG dan HAKIM ASNUN, termasuk cerita HAPOSAN HUTAGALUNG tentang pihak pihak terkait di KEPOLISIAN, KEJAKSAAN, maupun PENGADILAN 
o   Mengikuti permintaan penyidik untuk merekayasa BAP sehingga bisa memenuhi unsur yang diinginkan, untuk tersangka ARAFAT, HAPOSAN HUTAGALUNG, HAKIM ASNUN, dan MARULI PANDAPOTAN MANURUNG 

Berdasarkan seluruh uraian tersebut di atas, perkenankanlah saya, mengajukan permohonan kepada majelis hakim yang mulia, agar demi keadilan berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa dan berlandaskan fakta persidangan menjatuhkan putusan sebagai berikut :

-           Menyatakan terdakwa GAYUS HALOMOAN P TAMBUNAN tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dalam dakwaan pertama primer dan subsider, kedua primer dan subsider, ketiga dan keempat

-     Membebaskan oleh karena itu terhadap terdakwa GAYUS HALOMOAN P TAMBUNAN dari dakwaan pertama primer dan subsider, kedua primer dan subsider, ketiga dan keempat
-     Membebaskan terdakwa GAYUS HALOMOAN P TAMBUNAN dari tahanan Rutan Cipinang 
-     Memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya
-     Memerintahkan barang bukti milik terdakwa yang tidak dipakai dalam penyidikan, penuntutan dan persidangan ini, yaitu : 
-           BB no urut 101 berupa flash disk
-           BB no urut 110 berupa laptop sony VPCW 115 XG
-           BB no urut 120 berupa HP Blackberry Bold 9900, 
-           BB no urut 122 berupa HP Nokia N 95, dikembalikan kepada terdakwa GAYUS HALOMOAN P. TAMBUNAN
-     Memerintahkan kepada Kepolisian Republik Indonesia dan Kejaksaan Agung Republik Indonesia untuk menyidik dan menuntut pihak pihak yang menurut Majelis Hakim yang Mulia harus dituntut namun belum dituntut dalam perkara ini
-     Membebankan biaya perkara kepada negara

Atau 

 Apabila majelis hakim yang mulia berpendapat lain, maka saya mohon agar diberikan Putusan yang seadil adilnya dan seringan ringannya, demi tegaknya keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Hormat Saya  
 

Gayus Halomoan P Tambunan dan Keluarga