1.
Putusan MA-RI No. 2332.K/Pdt/1985, tanggal 29 Mei 1986 : Direktur suatu
Badan Hukum (PT) dapat bertindak langsung mengajukan gugatan dan tidak
perlu lebih dulu mendapatkan surat kuasa khusus dari Presiden Direktur
dan para pemegang saham, karena PT sebagai Badan hukum dapat langsung
mengajukan gugatan diwakili oleh Presiden Direktur (= Dirut).
2.
Putusan MA-RI No. 2884.K/Pdt/1985, tanggal 29 Mei 1986 : Jika ternyata
kedudukan yang disandang seseorang adalah lembaga Perwakilan atau
Representative menurut Common Law System (Anglo Saxon), hal itu tidak
sama pengertian dan bentuk kuasa yang dikenal dalam BW.
In Casu,
ternyata Tergugat adalah Representative dari United Maritim Corp. SA.
sehingga dia sepenuhnya dapat digugat sebagai subyek yang bertanggung
jawab penuh tanpa kuasa dari induk perusahaan;
3. Putusan MA-RI
No.2539K/Pdt/1985, tanggal 30 Juli 1987 : Ternyata PD Panca Karya
adalah Badan Hukum dan menurut PERDA Tk. I Maluku No. 5/1963, Ps. 16 (1)
Direksi mewakili Perusahaan Daerah (PD) di dalam dan diluar Pengadilan,
dia dapat bertindak sebagai pihak (subyek) tanpa kuasa dari Pemda”.
Istilah pemberian kuasa Khusus tertulis kemudian di informasikan
sebagai “Surat Kuasa Khusus” sebagaimana Pasal 123 HIR/147 RBg dan
dipertegas lagi dengan SEMA yang menentukan syarat-syarat sahnya surat
kuasa khusus tersebut;
4. Putusan MA-RI No.779.K/Pdt/1992 :
“Tidak diperlukan legalisasi atas surat kuasa khusus dibawah tangan.
Tanpa legalisasi surat kuasa khusus di bawah tangan telah memenuhi
syarat formil”;
5. Putusan MA-RI No.321.K/Sip/1974, tanggal 19
Agustus 1975 : Tentang Kuasa limpahan (Kuasa Substitusi) Pengoperan
pemberian kuasa dari pihak kuasa penjual dengan hanya membuat suatu
pernyataan dan bukan berdasarkan surat kuasa Substitusi adalah tidak
sah;
6. Putusan MA-RI No.1060.K/Sip/1972, tanggal 14 Oktober 1975 :
Meskipun dalam surat kuasa tanggal 3 Agustus 1969 ada kata-kata “Surat
Kuasa penuh yang tidak dapat ditarik kembali”, pembatalan surat Kuasa
tersebut oleh pemberi kuasa dapat dibenarkan menurut hukum, karena hal
ini adalah hak daripada pemberi kuasa dan ternyata penerima kuasa telah
mengadakan penyimpangan dan pelanggaran terhadap Surat Kuasa;
7.
Putusan MA-RI No.731.K/Sip/1975, 16 Desember 1976 : Ketentuan Pasal 1813
BW, tidak bersifat limitatif dan juga tidak mengikat oleh karena itu
jika sifat perjanjian memang menghendaki, dapat ditentukan pemberian
kuasa tidak dapat dicabut kembali (Kuasa Mutlak) karena pasal-pasal
dalam hukum perjanjian bersifat mengatur, vide = Putusan MA-RI No.
3604.K/Pdt/1985, tanggal 17 Nopember 1987;
8. Putusan MA-RI No.
941.K/1975, tanggal 8 Pebruari 1977 : Karena menurut kenyataan
sehari-hari Tergugat bertindak selaku Kepala Cabang PT. Pelayaran Rakyat
Indonesia di Ujung Pandang, ia harus dipandang bertanggung jawab di
dalam maupun di luar Pengadilan. (Persona Standi In Judicio);
9.
Putusan MA-RI No.601.K/Sip/1975, tanggal 20 April 1977 : Gugatan
Penggugat tidak dapat diterima, karena dalam surat gugatan, Tergugat
digugat secara pribadi, padahal dalam dalil gugatan, Tergugat digugat
secara pribadi, padahal dalam dalil gugatannya (Posita) disebutkan
Tergugat sebagai pengurus yayasan yang menjual rumah-rumah milik
yayasan, seharusnya Tergugat digugat sebagai Pengurus yayasan;
10. Putusan MA-RI No.1004.K/Sip/1974, tanggal 27 Oktober 1977 :
Karena Pemerintah Kelurahan Krajan digugat dalam kedudukannya selaku
aparat Pemerintah Pusat, gugatan seharusnya disampaikan kepada
Pemerintah RI qq. Depdagri 11. Gubernur Jateng qq. Pemerintah Kelurahan
Krajan.
11. Putusan MA-RI No. 453.K/Sip/1971, tanggal 27 April 1976;
Karena dalam surat kuasa sudah disebutkan untuk pemeriksaan dalam
tingkat banding kasasi, dan dari berita acara pemeriksaan sidang pertama
ternyata bahwa yang bersangkutan hadir sendiri dengan didampingi oleh
kuasanya, maka dianggap surat kuasa tersebut juga untuk pemeriksaan
tingkat banding dan sudah khusus, meskipun surat kuasa itu tidak dibuat
untuk perkara ini, sehingga permohonan banding seharusnya dapat
diterima;
12. Putusan MA-RI No.01.K/Sip/1971, tanggal 13 Nopember 1971 :
Suatu surat kuasa untuk mengajukan permohonan kasasi yang memuat dua
tanggal (dimana tanggal yang satu adalah tanggal 29 Oktober 1970 dan
tanggal yang lain adalah tanggal 29 Nopember 1970) dan akta kasasi
diajukan tanggal 23 Nopember 1970, harus dikualifikasi (diqualificeer)
sebagai suatu surat kuasa yang tidak dapat memberi wewenang kepada
pemegang surat kuasa tersebut untuk bertindak atas nama si pemberi
kuasa;
13. Putusan MA-RI No.288.PK/Pdt/1986, tanggal 23 Desember 1987 :
Baik putusan Pengadilan Tinggi maupun putusan Mahkamah Agung, hanya
menilai segi formalnya dari penggunaan upaya hukum yang keliru terhadap
putusan verstek oleh Pemohon PK/dahulu PelawanTergugat verstek, maka
permohonan PK ditafsirkan ditujukan pada putusan Pengadilan Negeri
Jakarta Barat tanggal 19 Agustus 1982 No. 158/1982 G;
Karena
ternyata Surat Kuasa yang diterima oleh Julian Usman dan H. Nuranini dan
Siti Djuriah, masing-masing tanggal 25 Juni 1987 sebagai dasar untuk
mengajukan gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat tidak menyebutkan
obyek perkara, sehingga Surat Kuasa tersebut tidak memenuhi syarat
Surat Kuasa Khusus karena tidak menyebut apa yang harus digugat (obyek
gugatan), sedang surat-surat kuasa lainnya (bukti P.V s.d. P.VIII)
selain tidak dapat dipakai sebagai dasar untuk mengajukan gugatan juga
tidak menyebutkan kewenangan penerimaan kuasa untuk mengajukan gugatan
dan karenanya gugatan Penggugat harus dinyatakan tidak dapat diterima;
Pasal 123 HIR, Pasal 67 dst UU No. 14 Th. 1985, Pasal 125 HIR.
14. Putusan MA-RI No.425.K/Pdt/1984, tanggal 30 September 1985 :
Sekalipun surat kuasa Penggugat tidak bersifat khusus, karena tidak
menyebutkan subyek gugatannya sebagai pihak Tergugat, tetapi karena
dalam beberapa kali persidangan Penggugat secara pribadi hadir maka
harus dianggap bahwa Penggugat tidak keberatan didampingi oleh kuasanya
dengan segala sesuatunya yang berhubungan dengan gugatan perkara itu;
15. Putusan MA-RI No.359/Pdt/1992, tanggal 10 Maret 1994 :
Bahwa judec-facti telah salah menerapkan hukum, surat gugatan Tergugat
dibuat dan ditandatangani oleh kuasanya tertanggal 3 Desember 1988,
dengan demikian pada tanggal 3 Desember 1988 yang bersangkutan belum
menjadi kuasa hukumnya, sehingga ia tidak berhak menandatangani surat
gugatan tersebut;
16. Putusan MA-RI No.904.K/Sip/1973, tanggal 29 Oktober 1975 :
Dalam mempertahankan gono-gini, terhadap orang ketiga, memang benar
salah seorang dari suami-isteri dapat bertindak sendiri, tetapi karena
perkara ini tidak mengenai gono-gini, suami tidak dapat bertindak selaku
kuasa dari istrinya tanpa Surat Kuasa Khusus untuk itu;
17. Putusan MA-RI No. 668.K/Sip/1974, tanggal 19 Agustus 1975 :
Keberatan yang diajukan Penggugat untuk kasasi : bahwa Surat Kuasa
tanggal 30 April 1972 tidak relevan karena pemberi kuasa (A. Sarwani)
selalu hadir dalam sidang-sidang Pengadilan Negeri sampai pada putusan
diucapkan; dapat dibenar-kan, karena Surat Kuasa tersebut sudah cukup,
karena menyebut : “mengajukan gugatan terhadap BNI-1946 Jakarta di
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan/Barat”, dan juga menyebut “naik
appel”, lagi pula pada persidangan-persidangan Pengadilan Negeri pihak
materiele partij juga selalu hadir;
Oleh Pengadilan Tinggi Surat
Kuasa tersebut karena hanya menyebut pihak-pihak yang berperkara saja
dan sama sekali tidak menyebut apa yang mereka perkarakan itu, dianggap
tidak bersifat khusus, bertentangan dengan Pasal 123 HIR sehingga
gugatan dinyatakan tidak dapat diterima;
18. Putusan MA-RI
No.174.K/Sip/1974, tanggal 6 Maret 1975 : Bahwa orang yang dalam
pemeriksaan di Pengadilan Negeri di dengar sebagai saksi, di Pengadilan
Tinggi bertindak sebagai Kuasa dari Terbanding / Penggugat asal,
tidaklah bertentangan dengan HIR;
19. Putusan MA-RI No.42.K/Sip/1974,
tanggal 5 Juni 1975 : Orang yang bertindak sebagai kuasa penjual dalam
jual-beli, tidak dapat secara pribadi (tanpa Kuasa Khusus dari penjual)
mengajukan gugatan terhadap pembeli, gugatan harus dinyatakan tidak
dapat diterima);
20. Putusan MA-RI No.116.K/Sip/1973, tanggal 16
September 1975 Surat Kuasa yang isinya : “Dengan ini kami memberi kuasa
kepada Abdul Salam ….guna mengurusi kepentingan kami untuk mengajukan
gugatan, bukti-bukti serta saksi-saksi di Pengadilan Negeri Gresik”,
adalah bukan Surat Kuasa Khusus dan surat gugatan yang ditandatangani
dan diajukan oleh Kuasa berdasarkan Surat Kuasa tersebut dinyatakan
tidak dapat diterima;
21. Putusan MA-RI No. 531.K/Sip/1972, tanggal 25 Juli 1974 :
Surat Kuasa untuk menjaga, mengurus harta benda yang bergerak dan tidak
bergerak, tanah-tanah, rumah-rumah, hutang dan semua kepentingan
seseorang adalah suatu Surat Kuasa Umum yang bagaimanapun juga tidak
dapat dianggap sebagai suatu Surat Kuasa Khusus untuk berperkara di
depan Pengadilan;
22. Putusan MA-RI No.1158.K/Sip/10973, tanggal l13 Januari 1974 :
Surat Kuasa tanggal 3 Mei 1971 menunjukkan kepada gugatan yang sudah
masuk yang sudah jelas-jelas siapa-siapa lawan dalam perkara dan apa
saja yang menjadi obyek perselisihan sehingga sudah memenuhi ketentuan
Pasal 123 HIR;
23. Putusan MA-RI No.106.K/Sip/1973, tanggal 11 Juni
1973 : Surat Kuasa yang diketahui dan disahkan oleh Camat bukanlah Surat
Kuasa yang dikehendaki oleh Pasal 147 Rbg., maka gugatan harus
dinyatakan tidak dapat diterima;
24. Putusan MA-RI No. 425.K/Pdt/1984, tanggal 30 September 1985 :
…………….dst;
Mengenai Surat Kuasa yang dimaksud dapat dijelaskan bahwa sebenarnya
Surat Kuasa tersebut tidak bersifat khusus, akan tetapi karena Penggugat
hadir sendiri didampingi kuasanya maka menjadi jelas/pasti bagi
Tergugat bahwa Penggugat benar telah memberi kuasa kepada kuasanya yang
dimaksud. Oleh karena itu pula Tergugat tidak mengajukan eksepsi
terhadap Surat Kuasa tersebut;
Perlu diperhatikan pula bahwa
ternyata Pengadilan Negeri dalam prakteknya sering tidak memperhatikan
tepat atau tidaknya suatu Surat Kuasa. Seperti halnya dalam perkara ini
Pengadilan Negeri sama sekali tidak memper-timbangkan mengenai Surat
Kuasa ini;
25. Putusan MA-RI No.288.PK/Pdt/1986, tanggal 23 Desember 1987 :
Surat Kuasa Khusus
1.
Tafsiran Majelis Peninjauan Kembali terhadap permohonan peninjauan
kembali sehingga dianggap diajukan terhadap putusan Pengadilan Negeri
Jakarta Barat menurut hemat saya (Prof. Asikin Kusumah Atmadja, SH.)
adalah tepat;
2. Menurut hemat saya masih merupakan suatu pernyataan
terbuka – SOR – apakah Surat Kuasa yang keliru karena tidak menyebut
apa yang harus digugat, merupakan suatu kekeliruan yang nyata seperti
yang dimaksudkan oleh Pasal 67 dst. Undang-undang No. 14 th. 1985.
Bagaimana
umpama kalau Tergugat tidak berkeberatan terhadap Surat Kuasa tersebut
atau seandainya pokok perkara sudah benar putusannya, hanya hal Surat
Kuasa saja yang salah.
اللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ، وَلاَ تَجْعَلْهُ مُلْتَبِسًا عَلَيْنَا فَنَضِلُّ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ إِمَامًا
Rabu, 25 Januari 2012
Sabtu, 14 Januari 2012
Batas Waktu Audit, Pengetahuan Akuntansi & Audit, Pengalaman Pada Kualitas Audit
Kualitas Audit
Kualitas audit diartikan oleh Deangelo dalam (Balance Vol 1 2004:44) sebagai gabungan probabilitas seorang auditior untuk dapat menemukan dan melaporkan penyelewengan yang terjadi dalam sistem akuntansi klien.
Menurut Dopouch dan Simunic dalam (Balance Vol 1 2004 : 45) memproksi kualitas audit berdasarkan reputasi Kantor Akuntan Publik. Sedangkan menurut Francis dan Wilson dalam (Balance Vol 1 2004 : 45), kualitas audit diproksi dengan reputasi (brand name) dan banyaknya klien yang dimiliki Kantor Akuntan Publik.
Dari ke tiga pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa kualitas audit sebagai gabungan probabilitas seorang auditor untuk dapat menemukan dan melaporkan penyelewengan yang terjadi sistem akuntansi klien dimana kualitas audit ini diproksi berdasarkan reputasi dan banyaknya klien yang dimiliki KAP.
Kualitas audit diartikan oleh Deangelo dalam (Balance Vol 1 2004:44) sebagai gabungan probabilitas seorang auditior untuk dapat menemukan dan melaporkan penyelewengan yang terjadi dalam sistem akuntansi klien.
Menurut Dopouch dan Simunic dalam (Balance Vol 1 2004 : 45) memproksi kualitas audit berdasarkan reputasi Kantor Akuntan Publik. Sedangkan menurut Francis dan Wilson dalam (Balance Vol 1 2004 : 45), kualitas audit diproksi dengan reputasi (brand name) dan banyaknya klien yang dimiliki Kantor Akuntan Publik.
Dari ke tiga pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa kualitas audit sebagai gabungan probabilitas seorang auditor untuk dapat menemukan dan melaporkan penyelewengan yang terjadi sistem akuntansi klien dimana kualitas audit ini diproksi berdasarkan reputasi dan banyaknya klien yang dimiliki KAP.
Probabilitas auditor untuk melaporkan penyelewengan yang terjadi
dalam system akuntansi klien tergantung pada independensi auditor.
Seorang auditor dituntut untuk dapat menghasilkan kualitas pekerjaan
yang tinggi, karena auditor mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap
pihak-pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan suatu
perusahaan termasuk masyarakat. Tidak hanya bergantung pada klien saja,
auditor merupakan pihak yang mempunyai kualifikasi untuk memeriksa dan
menguji apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Menurut Boynton dan Kell dalam (Wahana volume 2 1999:23), kualitas
jasa sangat penting untuk meyakinkan bahwa profesi bertanggung jawab
kepada klien, masyarakat umum, dan aturan-aturan. Sedangkan dalam SPAP
(Standar Profesional Akuntan Publik), yang dikeluarkan oleh IAI tahun
1994 dinyatakan bahwa kriteria atau ukuran mutu mencakup mutu
profesional auditor. Kriteria mutu profesional auditor seperti yang
diatur oleh standar umum auditing meliputi independensi, integritas dan
objektivitas. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa kualitas
jasa audit bertujuan meyakinkan bahwa profesi bertanggung jawab kepada
klien dan masyarakat umum yang juga mencakup mengenai mutu profesional
auditor.
Dalam Wahana Vol 2 (1999:24) disebutkan ada 9 elemen pengendalian
kualitas yang harus diterapkan oleh kantor akuntan dalam mengadopsi
kebijakan dan prosedur pengendalian kualitas untuk memberikan jaminan
yang memadai agar sesuai dengan standar profesional di dalam melakukan
audit, jasa akuntansi, dan jasa review.
Sembilan elemen pengendalian kualitas tersebut adalah :
1. Independensi
Seluruh auditor harus independent terhadap klien ketika melaksanakan tugas. Prosedur dan kebijakan yang digunakan adalah dengan mengkomunikasikan aturan mengenai independensi kepada staf.
2. Penugasan personil untuk melaksanakan perjanjian Personil harus memiliki pelatihan teknis dan profesionalisme yang dibutuhkan dalam penugasan. Prosedur dan kebijakan yang digunakan yaitu dengan mengangkat personil yang tepat dalam penugasan untuk melaksanakan perjanjian serta memberi kesempatan
partner memberikan persetujuan penugasan.
3. Konsultasi
Jika diperlukan personil dapat mempunyai asisten dari orang yang mempunyai keahlian, judgement, dan otoritas yang tepat. Prosedur dan kebijakan yang diterapkan adalah mengangkat individu sesuai dengan keahliannya.
4. Supervisi
Pekerjaan pada semua tingkat harus disupervisi untuk meyakinkan telah sesuai dengan standar kualitas. Prosedur dan kebijakan yang digunakan adalah menetapkan prosedur-prosedur untuk mereview kertas kerja dan laporan serta menyediakan supervise pekerjaan yang sedang dilaksanakan.
5. Pengangkatan
Karyawan baru harus memiliki karakter yang tepat untuk melaksanakan tugas secara lengkap. Prosedur dan kebijakan yang diterapkan adalah selalu menerapkan suatu program pengangkatan pegawai untuk mendapatkan karyawan pada level yang akan ditempati.
6. Pengembangan profesi
Personil harus memiliki pengetahuan yang dibutuhkan untuk memenuhi tanggung jawab yang disepakati. Prosedur dan kebijakan yang diterapkan adalah menyediakan program peningkatan keahlian spesialisasi serta memberikan informasi kepada personil tentang aturan professional yang baru.
7. Promosi
Personil harus memenuhi kualifikasi untuk memenuhi tanggung jawab yang akan mereka terima di masa depan. Prosedur dan kebijakan yang diterapkan adalah menetapkan kualifikasi yang dibutuhkan untuk setiap tingkat pertanggungjawaban dalam kantor akuntan serta secara periodic membuat evaluasi terhadap personil.
8. Penerimaan dan kelangsungan kerja sama dengan klien
Kantor akuntan harus meminimalkan kemungkinan penerimaan penugasan sehubungan dengan klien yang memiliki manajemen dengan integritas yang kurang. Prosedur dan kebijakan yang diterapkan adalah menetapkan criteria dalam mengevaluasi klien baru serta mereview prosedur dalam kelangsungan kerja sama dengan klien.
9. Inspeksi
Kantor akuntan harus menentukan prosedur-prosedur yang berhubungan dengan elemen-elemen yang lain yang akan diterapkan secara efektif. Prosedur dan kebijakan yang diterapkan adalah mendefinisikan luas dan isi program inspeksi serta menyediakan laporan hasil inspeksi untuk tingkat manajemen yang tepat.
1. Independensi
Seluruh auditor harus independent terhadap klien ketika melaksanakan tugas. Prosedur dan kebijakan yang digunakan adalah dengan mengkomunikasikan aturan mengenai independensi kepada staf.
2. Penugasan personil untuk melaksanakan perjanjian Personil harus memiliki pelatihan teknis dan profesionalisme yang dibutuhkan dalam penugasan. Prosedur dan kebijakan yang digunakan yaitu dengan mengangkat personil yang tepat dalam penugasan untuk melaksanakan perjanjian serta memberi kesempatan
partner memberikan persetujuan penugasan.
3. Konsultasi
Jika diperlukan personil dapat mempunyai asisten dari orang yang mempunyai keahlian, judgement, dan otoritas yang tepat. Prosedur dan kebijakan yang diterapkan adalah mengangkat individu sesuai dengan keahliannya.
4. Supervisi
Pekerjaan pada semua tingkat harus disupervisi untuk meyakinkan telah sesuai dengan standar kualitas. Prosedur dan kebijakan yang digunakan adalah menetapkan prosedur-prosedur untuk mereview kertas kerja dan laporan serta menyediakan supervise pekerjaan yang sedang dilaksanakan.
5. Pengangkatan
Karyawan baru harus memiliki karakter yang tepat untuk melaksanakan tugas secara lengkap. Prosedur dan kebijakan yang diterapkan adalah selalu menerapkan suatu program pengangkatan pegawai untuk mendapatkan karyawan pada level yang akan ditempati.
6. Pengembangan profesi
Personil harus memiliki pengetahuan yang dibutuhkan untuk memenuhi tanggung jawab yang disepakati. Prosedur dan kebijakan yang diterapkan adalah menyediakan program peningkatan keahlian spesialisasi serta memberikan informasi kepada personil tentang aturan professional yang baru.
7. Promosi
Personil harus memenuhi kualifikasi untuk memenuhi tanggung jawab yang akan mereka terima di masa depan. Prosedur dan kebijakan yang diterapkan adalah menetapkan kualifikasi yang dibutuhkan untuk setiap tingkat pertanggungjawaban dalam kantor akuntan serta secara periodic membuat evaluasi terhadap personil.
8. Penerimaan dan kelangsungan kerja sama dengan klien
Kantor akuntan harus meminimalkan kemungkinan penerimaan penugasan sehubungan dengan klien yang memiliki manajemen dengan integritas yang kurang. Prosedur dan kebijakan yang diterapkan adalah menetapkan criteria dalam mengevaluasi klien baru serta mereview prosedur dalam kelangsungan kerja sama dengan klien.
9. Inspeksi
Kantor akuntan harus menentukan prosedur-prosedur yang berhubungan dengan elemen-elemen yang lain yang akan diterapkan secara efektif. Prosedur dan kebijakan yang diterapkan adalah mendefinisikan luas dan isi program inspeksi serta menyediakan laporan hasil inspeksi untuk tingkat manajemen yang tepat.
Efisiensi suatu audit menurut Whitaker dan Western dalam (Wahana
Volume 2 1999:25) diukur dengan rasio manfaat pekerjaan yang
dilaksanakan terhadap sumber daya yang disediakan dan efektifitas suatu
audit merupakan suatu ukuran dari manfaat pekerjaan yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan.
audit merupakan suatu ukuran dari manfaat pekerjaan yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan.
Dalam Simposium Nasional Akuntansi 5 (2002:562) disebutkan bahwa ada
lima macam perspektif kualitas yang berkembang. Kelima perspektif inilah
yang bisa menjelaskan mengapa kualitas diartikan secara berbeda-beda.
Kelima perspektif itu adalah :
1. Trancedental approach, pendekatan ini memandang bahwa kualitas sebagai innate excellence, dimana kualitas dapat dirasakan atau diketahui tetapi sulit didefinisikan dan dioperasionalkan.
2. Product based approach, pendekatan ini menganggap bahwa kualitas merupakan karakteristik atau atribut yang dapat dikuantitatifkan dan dapat diukur.
3. User based approach, pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada orang yang memandangnya, sehingga produk yang paling memuaskan preferensi seorang merupakan produk
yang berkualitas paling tinggi.
4. Manufacturing based approach, pendekatan ini bersifat supplay based dan terutama memperhatikan praktik-praktik perekayasaan dan pemanufakturan, serta mendefinisikan kualitas sebagai kesesuaian atau sama dengan persyaratan.
5. Value based approach, pendekatan ini memandang kualitas dari segi nilai dan harga.
1. Trancedental approach, pendekatan ini memandang bahwa kualitas sebagai innate excellence, dimana kualitas dapat dirasakan atau diketahui tetapi sulit didefinisikan dan dioperasionalkan.
2. Product based approach, pendekatan ini menganggap bahwa kualitas merupakan karakteristik atau atribut yang dapat dikuantitatifkan dan dapat diukur.
3. User based approach, pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada orang yang memandangnya, sehingga produk yang paling memuaskan preferensi seorang merupakan produk
yang berkualitas paling tinggi.
4. Manufacturing based approach, pendekatan ini bersifat supplay based dan terutama memperhatikan praktik-praktik perekayasaan dan pemanufakturan, serta mendefinisikan kualitas sebagai kesesuaian atau sama dengan persyaratan.
5. Value based approach, pendekatan ini memandang kualitas dari segi nilai dan harga.
Hasil penelitian Behn et al dalam (Simposium Nasional Akuntansi 5
2002:563) ada 6 atribut kualitas audit (dari 12 atribut) yang
berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan klien, yaitu :
pengalaman melakukan
audit, memahami industri klien, responsif atas kebutuhan klien, taat pada standar umum, keterlibatan pimpinan KAP, dan keterlibatan komite audit.
audit, memahami industri klien, responsif atas kebutuhan klien, taat pada standar umum, keterlibatan pimpinan KAP, dan keterlibatan komite audit.
Berikut ini adalah 12 atribut kualitas audit yaitu :
1. Pengalaman melakukan audit (client experience)
Pengalaman merupakan atribut yang penting yang harus dimiliki oleh auditor. Hal ini terbukti dengan tingkat kesalahan yang dibuat oleh auditor yang tidak berpengalaman lebih banyak daripada auditor berpengalaman.
2. Memahami industri klien (industry expertise)
Auditor juga harus mempertimbangkan hal-hal yang mempengaruhi industri tempat operasi suatu usaha , seperi kondisi ekonomi, peraturan pemerintah serta perubahan teknologi yang berpengaruh terhadap auditnya.
3. Responsive atas kebutuhan klien (Responsiveness)
Atribut yang membuat klien memutuskan pilihannya terhadap suatu KAP adalah kesungguhan KAP tersebut memperhatikan kebutuhan kliennya.
4. Taat pada standar umum (Technical competence)
Kredibilitas auditor tergantung kepada : kemungkinan auditor mendeteksi kesalahan yang material dan kesalahan penyajian serta kemungkinan auditor akan melaporkan apa yang ditemukannya. Kedua hal tersebut mencerminkan terlakasananya standar umum.
5. Independensi (Independence)
Independensi adalah sikap yang diharapkan dari seorang akuntan publik untuk tidak mempunyai kepentingan pribadi dalam melaksanakan tugasnya, yang bertentangan dengan prinsip integritas dan objektivitas. Bersikap independen artinya tidak mudah dipengaruhi.
6. Sikap hati-hati (Due Care)
Auditor yang bekerja dengan sikap kehati-hatian akan bekerja dengan cermat dan teliti sehingga menghasilkan audit yang baik, dapat mendeteksi dan melaporkan kekeliruan serta ketidakberesan.
7. Komitmen yang Kuat Terhadap Kualitas Audit (Quality Commitment)
IAI sebagai induk organisasi akuntan publik di Indonesia mewajibkan para anggotanya untuk mengikuti program pendidikan profesi berkelanjutan dan untuk menjadi anggota baru harus mengikuti program profesi akuntan (PPA) agar kerja auditnya berkualitas hal ini menunjukkan komitmen yang kuat dari IAI dan para anggotanya.
8. Keterlibatan pimpinan KAP
Pemimpin yang baik perlu menjadi vocal point yang mampu memberikan perspektif dan visi luas atas kegiatan perbaikan serta mampu memotivasi, mengakui dan menghargai upaya dan prestasi perorangan maupun kelompok.
9. Melakukan pekerjaan lapangan dengan tepat (field work conduct)
Dalam perencanaan audit, auditor harus mempertimbangkan sifat, luas, dan saat pekerjaan yang harus dilaksanakan dan membuat suatu program audit secara tertulis, dengan tepat dan matang akan
membuat kepuasan bagi klien.
10. Keterlibatan komite audit
Komite audit diperlukan dalam suatu organisasi bisnis dikarenakan mengawasi proses audit dan memungkinkan terwujudnya kejujuran pelaporan keuangan.
11. Standar etika yang tinggi (Ethical Standard)
Dalam usaha untuk meningkatkan akuntabilitasnya, seorang auditor harus menegakkan etika profesional yang tinggi agar timbul kepercayaan dari masyarakat.
12. Tidak mudah percaya
Auditor tidak boleh menganggap manajemen sebagai orang yang tidak jujur, tetapi juga tidak boleh menganggap bahwa manajer adalah orang yang tidak diragukan lagi kejujurannya, adanya sikap tersebut
akan memberikan hasil audit yang bermutu dan akan memberikan kepuasan bagi klien.
1. Pengalaman melakukan audit (client experience)
Pengalaman merupakan atribut yang penting yang harus dimiliki oleh auditor. Hal ini terbukti dengan tingkat kesalahan yang dibuat oleh auditor yang tidak berpengalaman lebih banyak daripada auditor berpengalaman.
2. Memahami industri klien (industry expertise)
Auditor juga harus mempertimbangkan hal-hal yang mempengaruhi industri tempat operasi suatu usaha , seperi kondisi ekonomi, peraturan pemerintah serta perubahan teknologi yang berpengaruh terhadap auditnya.
3. Responsive atas kebutuhan klien (Responsiveness)
Atribut yang membuat klien memutuskan pilihannya terhadap suatu KAP adalah kesungguhan KAP tersebut memperhatikan kebutuhan kliennya.
4. Taat pada standar umum (Technical competence)
Kredibilitas auditor tergantung kepada : kemungkinan auditor mendeteksi kesalahan yang material dan kesalahan penyajian serta kemungkinan auditor akan melaporkan apa yang ditemukannya. Kedua hal tersebut mencerminkan terlakasananya standar umum.
5. Independensi (Independence)
Independensi adalah sikap yang diharapkan dari seorang akuntan publik untuk tidak mempunyai kepentingan pribadi dalam melaksanakan tugasnya, yang bertentangan dengan prinsip integritas dan objektivitas. Bersikap independen artinya tidak mudah dipengaruhi.
6. Sikap hati-hati (Due Care)
Auditor yang bekerja dengan sikap kehati-hatian akan bekerja dengan cermat dan teliti sehingga menghasilkan audit yang baik, dapat mendeteksi dan melaporkan kekeliruan serta ketidakberesan.
7. Komitmen yang Kuat Terhadap Kualitas Audit (Quality Commitment)
IAI sebagai induk organisasi akuntan publik di Indonesia mewajibkan para anggotanya untuk mengikuti program pendidikan profesi berkelanjutan dan untuk menjadi anggota baru harus mengikuti program profesi akuntan (PPA) agar kerja auditnya berkualitas hal ini menunjukkan komitmen yang kuat dari IAI dan para anggotanya.
8. Keterlibatan pimpinan KAP
Pemimpin yang baik perlu menjadi vocal point yang mampu memberikan perspektif dan visi luas atas kegiatan perbaikan serta mampu memotivasi, mengakui dan menghargai upaya dan prestasi perorangan maupun kelompok.
9. Melakukan pekerjaan lapangan dengan tepat (field work conduct)
Dalam perencanaan audit, auditor harus mempertimbangkan sifat, luas, dan saat pekerjaan yang harus dilaksanakan dan membuat suatu program audit secara tertulis, dengan tepat dan matang akan
membuat kepuasan bagi klien.
10. Keterlibatan komite audit
Komite audit diperlukan dalam suatu organisasi bisnis dikarenakan mengawasi proses audit dan memungkinkan terwujudnya kejujuran pelaporan keuangan.
11. Standar etika yang tinggi (Ethical Standard)
Dalam usaha untuk meningkatkan akuntabilitasnya, seorang auditor harus menegakkan etika profesional yang tinggi agar timbul kepercayaan dari masyarakat.
12. Tidak mudah percaya
Auditor tidak boleh menganggap manajemen sebagai orang yang tidak jujur, tetapi juga tidak boleh menganggap bahwa manajer adalah orang yang tidak diragukan lagi kejujurannya, adanya sikap tersebut
akan memberikan hasil audit yang bermutu dan akan memberikan kepuasan bagi klien.
Dalam melaksanakan tugas-tugas profesionalnya, seorang auditor harus
berpedoman pada Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang
ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), dalam hal ini standar
auditing. Standar auditing terdiri dari standar umum, standar pekerjaan
lapangan, dan standar pelaporan. (SPAP 2001:150.1). Standar umum
mengatur syarat-syarat diri auditor, standar pekerjaan lapangan mengatur
mutu pelaksanaan auditing, dan standar pelaporan memberikan panduan bagi auditor dalam mengkomunikasikan hasil auditnya melalui laporan audit kepada pemakai indormasi keuangan.
mutu pelaksanaan auditing, dan standar pelaporan memberikan panduan bagi auditor dalam mengkomunikasikan hasil auditnya melalui laporan audit kepada pemakai indormasi keuangan.
1. Standar Umum :
a. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.
b. Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.
c. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.
a. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.
b. Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.
c. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.
2. Standar Pekerjaan Lapangan :
a. Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya.
b. Pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian intern harus dapat diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.
c. Bukti audit kompeten yang cukup harus dapat diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, pengajuan, pertanyaan, dan konfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan.
a. Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya.
b. Pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian intern harus dapat diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.
c. Bukti audit kompeten yang cukup harus dapat diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, pengajuan, pertanyaan, dan konfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan.
3. Standar Pelaporan
a. laporan auditor harus menyatakan apakah laporang keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
b. Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan jika ada ketidak konsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.
c. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.
d. Laporan auditor harus memuat pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan.
a. laporan auditor harus menyatakan apakah laporang keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
b. Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan jika ada ketidak konsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.
c. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.
d. Laporan auditor harus memuat pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Josoprijonggo, Maya D
(2005) agar laporan audit yang dihasilkan auditor berkualitas, maka
auditor harus menjalankan pekerjaannya secara professional.
Auditor harus bersikap independent terhadap klien, mematuhi standar auditing dalam melakukan audit atas laporan keuangan, memperoleh bukti kompeten yang cukup untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan dan melakukan tahap-tahap proses audit secara lengkap. Bukti audit adalah segala informasi yang mendukung angka-angka atau informasi lain yang disajikan dalam laporan keuangan yang dapat digunakan oleh auditor sebagai dasar yang layak untuk menyatakan pendapatnya.
Auditor harus bersikap independent terhadap klien, mematuhi standar auditing dalam melakukan audit atas laporan keuangan, memperoleh bukti kompeten yang cukup untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan dan melakukan tahap-tahap proses audit secara lengkap. Bukti audit adalah segala informasi yang mendukung angka-angka atau informasi lain yang disajikan dalam laporan keuangan yang dapat digunakan oleh auditor sebagai dasar yang layak untuk menyatakan pendapatnya.
Menurut Simamora, Henry (2002:61), Bukti kompeten adalah bukti yang
sahih dan relevan. Kesahihan bukti merupakan fungsi tiga kualitas, yaitu
independensi sumber bukti, efektivitas pengendalian internal, dan
pengetahuan pribadi langsung auditor. Selain itu, supaya relevan, bukti
harus mempengaruhi kemampuan auditor untuk menerima atau menolak asersi
laporan keuangan tertentu.
Kecukupan bukti audit berkaitan dengan kuantitas yang harus dikumpulkan oleh auditor untuk dipakai sebagai dasar yang memadai dalam menyatakan pendapatnya.
Kecukupan bukti audit berkaitan dengan kuantitas yang harus dikumpulkan oleh auditor untuk dipakai sebagai dasar yang memadai dalam menyatakan pendapatnya.
Dalam menentukan kecukupan bukti audit auditor harus mempertimbangkan :
1. Materialitas dan resiko
Materialitas menunjukkan bahwa jika pos dalam laporan keuangan yang saldonya besar maka diperlukan jumlah bukti audit yang lebih banyak jika dibandingkan dengan pos yang bersaldo tidak material. Sedangkan resiko menunjukkan bahwa jika pos dalam laporan keuangan memiliki kemungkinan tinggi untuk disajikan salah.
Maka jumlah bukti audit yang dikumpulkan oleh auditor umumnya lebih banyak dibandingkan dengan pos yang memiliki kemungkinan kecil untuk salah saji dalam laporan keuangan.
2. Factor ekonomis
Untuk mendapatkan bukti audit yang cukup, auditor juga harus mempertimbangkan factor ekonomis yaitu waktu dan biaya. Jika dengan memeriksa jumlah bukti yang lebih sedikit dapat diperoleh keyakinan yang hamper sama dengan pemeriksaan terhadap keseluruhan bukti, maka auditor memilih untuk memeriksa bukti audit yang lebih sedikit berdasar pertimbangan ekonomis.
3. Ukuran dan karakteristik populasi
Menunjukkan bahwa semakin besar dan semakin heterogen populasi maka bukti audit yang harus dikumpulkan juga semakin banyak.
1. Materialitas dan resiko
Materialitas menunjukkan bahwa jika pos dalam laporan keuangan yang saldonya besar maka diperlukan jumlah bukti audit yang lebih banyak jika dibandingkan dengan pos yang bersaldo tidak material. Sedangkan resiko menunjukkan bahwa jika pos dalam laporan keuangan memiliki kemungkinan tinggi untuk disajikan salah.
Maka jumlah bukti audit yang dikumpulkan oleh auditor umumnya lebih banyak dibandingkan dengan pos yang memiliki kemungkinan kecil untuk salah saji dalam laporan keuangan.
2. Factor ekonomis
Untuk mendapatkan bukti audit yang cukup, auditor juga harus mempertimbangkan factor ekonomis yaitu waktu dan biaya. Jika dengan memeriksa jumlah bukti yang lebih sedikit dapat diperoleh keyakinan yang hamper sama dengan pemeriksaan terhadap keseluruhan bukti, maka auditor memilih untuk memeriksa bukti audit yang lebih sedikit berdasar pertimbangan ekonomis.
3. Ukuran dan karakteristik populasi
Menunjukkan bahwa semakin besar dan semakin heterogen populasi maka bukti audit yang harus dikumpulkan juga semakin banyak.
Kompetensi bukti audit berkaitan dengan kualitas atau mutu atau
keandalan bukti audit tersebut. Bukti audit yang kompeten adalah bukti
audit yang dapat dipercaya, sah, objektif, dan relevan.
Prosedur dan Teknik Audit Simamora, Henry (2002:69), Prosedur audit
adalah tindakan yang dilakukan atau metode dan teknik yang dipakai oleh
auditor untuk mengumpulkan dan mengevaluasi bukti audit. Sedang
teknik audit adalah metode yang dipakai oleh auditor untuk mengumpulkan data.
teknik audit adalah metode yang dipakai oleh auditor untuk mengumpulkan data.
1. Teknik audit
Sepuluh teknik audit yang membentuk basis bagi desain program audit Simamora, Henry (2002:70) :
a. Pemeriksaan Fisik (physical examination)
b. Konfirmasi (confirmation)
c. Pencocokan dokumen (vouching)
d. Penelusuran dokumen (tracing)
e. Pelaksanaan ulang (reperformance)
f. Pengamatan (observation)
g. Rekonsiliasi
h. Permintaan keterangan (inquiry)
i. Inspeksi (inspection)
j. Prosedur analitis
Sepuluh teknik audit yang membentuk basis bagi desain program audit Simamora, Henry (2002:70) :
a. Pemeriksaan Fisik (physical examination)
b. Konfirmasi (confirmation)
c. Pencocokan dokumen (vouching)
d. Penelusuran dokumen (tracing)
e. Pelaksanaan ulang (reperformance)
f. Pengamatan (observation)
g. Rekonsiliasi
h. Permintaan keterangan (inquiry)
i. Inspeksi (inspection)
j. Prosedur analitis
2. Prosedur Audit
Dalam Yusuf, Al Haryono (2001:136), prosedur audit yang biasa digunakan oleh auditor adalah :
a. Inspeksi
Prosedur ini dilakukan auditor dengan memeriksa secara rinci terhadap dokumen atau kondisi fisik suatu aktiva guna membuktikan ada atau tidaknya aktiva tersebut, memastikan jumlahnya dan menjelaskan kondisinya.
b. Pengamatan (observation)
Digunakan oleh auditor untuk memperoleh pengetahuan atau gambaran mengenai kegiatan yang dilaksanakan oleh klien.
c. Permintaan keterangan atau wawancara (inquiry)
Digunakan dengan meminta keterangan secara lisan kepada pihak-pihak yang rentan berkaitan dengan pemeriksaan yang sedang dilaksanakan.
d. Konfirmasi
Penggunaan oleh auditor dimaksudkan untuk memperoleh informasi berupa jawaban dari pihak ketiga yang independen dalam memverifikasi kebenaran asersi laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen.
e. Penelusuran (tracing)
Untuk menentukan apakah transaksi yang dicatat sesuai dengan otorisasi dan ketelitian serta kelengkapan catatatan akuntansi. Penelusuran terhadap suatu aliran transaksi dimulai dengan mengurutkan bukti asli ke pencatatan akuntansinya.
f. Pemeriksaan dokumen pendukung (vouching)
Untuk memeriksa dokumen pendukung dari suatu transaksi guna membuktikan sah atau tidaknya suatu transaksi.
g. Perhitungan (counting)
Untuk membuktikan kuantitas dari aset perusahaan dengan cara melakukan perhitungan fisik terhadap aset perusahaan yang berwujud.
h. Penelaahan (scanning)
Dilakukan dengan mereview secara cepat terhadap dokumen, catatan, dan daftar pendukung untuk mendeteksi unsur-unsur yang tidak biasa yang memerlukan penyelidikan lebih mendalam.
i. Pelaksanaan ulang (reperforming)
Dengan melakukan perhitungan ulang, rekonsiliasi ulang dan pemindahan informasi dari satu catatan ke catatan lain.
j. Prosedur analitik
Dengan membuat perbandingan-perbandingan antara laporan
keuangan tahun yang bersangkutan dengan data keuangan lain atau
data keuangan tahun sebelumnya atau dengan data non keuangan
lain.
Dalam Yusuf, Al Haryono (2001:136), prosedur audit yang biasa digunakan oleh auditor adalah :
a. Inspeksi
Prosedur ini dilakukan auditor dengan memeriksa secara rinci terhadap dokumen atau kondisi fisik suatu aktiva guna membuktikan ada atau tidaknya aktiva tersebut, memastikan jumlahnya dan menjelaskan kondisinya.
b. Pengamatan (observation)
Digunakan oleh auditor untuk memperoleh pengetahuan atau gambaran mengenai kegiatan yang dilaksanakan oleh klien.
c. Permintaan keterangan atau wawancara (inquiry)
Digunakan dengan meminta keterangan secara lisan kepada pihak-pihak yang rentan berkaitan dengan pemeriksaan yang sedang dilaksanakan.
d. Konfirmasi
Penggunaan oleh auditor dimaksudkan untuk memperoleh informasi berupa jawaban dari pihak ketiga yang independen dalam memverifikasi kebenaran asersi laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen.
e. Penelusuran (tracing)
Untuk menentukan apakah transaksi yang dicatat sesuai dengan otorisasi dan ketelitian serta kelengkapan catatatan akuntansi. Penelusuran terhadap suatu aliran transaksi dimulai dengan mengurutkan bukti asli ke pencatatan akuntansinya.
f. Pemeriksaan dokumen pendukung (vouching)
Untuk memeriksa dokumen pendukung dari suatu transaksi guna membuktikan sah atau tidaknya suatu transaksi.
g. Perhitungan (counting)
Untuk membuktikan kuantitas dari aset perusahaan dengan cara melakukan perhitungan fisik terhadap aset perusahaan yang berwujud.
h. Penelaahan (scanning)
Dilakukan dengan mereview secara cepat terhadap dokumen, catatan, dan daftar pendukung untuk mendeteksi unsur-unsur yang tidak biasa yang memerlukan penyelidikan lebih mendalam.
i. Pelaksanaan ulang (reperforming)
Dengan melakukan perhitungan ulang, rekonsiliasi ulang dan pemindahan informasi dari satu catatan ke catatan lain.
j. Prosedur analitik
Dengan membuat perbandingan-perbandingan antara laporan
keuangan tahun yang bersangkutan dengan data keuangan lain atau
data keuangan tahun sebelumnya atau dengan data non keuangan
lain.
Dalam melaksanakan audit atas laporan keuangan klien, ada 4
tahap yang harus dilakukan auditor, yaitu :
1. Tahap penerimaan perikatan audit:
a. Mengevaluasi integritas manajemen
b. Mengidentifikasi kondisi khusus dan resiko audit
c. Menentukan kompetensi untuk pelaksanaan audit
d. Menilai independensi
e. Memperhitungkan waktu pelaksanaan audit
f. Membuat surat perikatan audit
tahap yang harus dilakukan auditor, yaitu :
1. Tahap penerimaan perikatan audit:
a. Mengevaluasi integritas manajemen
b. Mengidentifikasi kondisi khusus dan resiko audit
c. Menentukan kompetensi untuk pelaksanaan audit
d. Menilai independensi
e. Memperhitungkan waktu pelaksanaan audit
f. Membuat surat perikatan audit
2. Tahap perencanaan audit
Tahap ini merupakan tahap yang penting karena keberhasilan perikatan audit sangat ditentukan oleh kualitas perencanaan yang dibuat oleh auditor Mulyadi (2000:122).
Tahap ini merupakan tahap yang penting karena keberhasilan perikatan audit sangat ditentukan oleh kualitas perencanaan yang dibuat oleh auditor Mulyadi (2000:122).
Ada 7 (tujuh) tahap yang harus ditempuh auditor untuk merencanakan auditnya yaitu :
a. memahami bisnis dan industri klien
b. melaksanakan prosedur analitik
c. mempertimbangkan materialitas awal
d. mempertimbangkan resiko bawaan
e. mempertimbangkan faktor yang berpengaruh terhadap saldo awal
f. mengembangkan strategi audit awal
g. memahami pengendalian intern klien
a. memahami bisnis dan industri klien
b. melaksanakan prosedur analitik
c. mempertimbangkan materialitas awal
d. mempertimbangkan resiko bawaan
e. mempertimbangkan faktor yang berpengaruh terhadap saldo awal
f. mengembangkan strategi audit awal
g. memahami pengendalian intern klien
3. Tahap pelaksanaan pengujian audit
Tahap ini juga disebut dengan pekerjaan lapangan. Dalam tahap ini, auditor melakukan berbagai macam pengujian, yang secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga golongan berikut : pengujian analitik,
pengujian pengendalian, dan pengujian subtantik untuk mengevaluasi saldo laporan keuangan untuk menentukan kewajarannya.
Tahap ini juga disebut dengan pekerjaan lapangan. Dalam tahap ini, auditor melakukan berbagai macam pengujian, yang secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga golongan berikut : pengujian analitik,
pengujian pengendalian, dan pengujian subtantik untuk mengevaluasi saldo laporan keuangan untuk menentukan kewajarannya.
4. Tahap penyelesaian audit
Pada tahap ini, auditor akan membuat laporan auditor independent yang memuat pendapatnya atas kewajaran laporan keuangan klien. Ada dua langkah penting yang dilaksanakan oleh auditor dalam pelaporan audit ini, yaitu :
a. Menyelesaikan audit dengan meringkas semua hasil pengujian dan menarik kesimpulan
b. Menerbitkan laporan audit Menurut Simamora, Henry (2002:47), ada 8 prinsip yang harus dimiliki seorang auditor dalam menjalankan profesinya, yaitu :
1. Tanggung jawab profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
2. Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
3. Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
4. Objektivitas
Setiap anggota harus menjaga objektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
5. Kompetensi dan Kehati-hatian profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan hati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional.
6. Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan.
7. Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
8. Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan.
Pada tahap ini, auditor akan membuat laporan auditor independent yang memuat pendapatnya atas kewajaran laporan keuangan klien. Ada dua langkah penting yang dilaksanakan oleh auditor dalam pelaporan audit ini, yaitu :
a. Menyelesaikan audit dengan meringkas semua hasil pengujian dan menarik kesimpulan
b. Menerbitkan laporan audit Menurut Simamora, Henry (2002:47), ada 8 prinsip yang harus dimiliki seorang auditor dalam menjalankan profesinya, yaitu :
1. Tanggung jawab profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
2. Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
3. Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
4. Objektivitas
Setiap anggota harus menjaga objektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
5. Kompetensi dan Kehati-hatian profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan hati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional.
6. Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan.
7. Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
8. Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan.
Batasan Waktu Audit
Auditor menetapkan alokasi waktu audit yang sangat ketat, tetapi akibatnya memiliki efek samping yang merugikan publik, yaitu memunculkan perilaku yang mengancam kualitas audit, antara lain penurunan tingkat pendeteksian dan penyelidikan aspek kualitatif salah saji, gagal meneliti prinsip akuntansi, melakukan review dokumen secara dangkal, menerima penjelasan klien secara lemah dan mengurangi pekerjaan pada salah satu langkah audit di bawah tingkat yang diterima Kelley dan Margheim dalam (Cohn 2001).
Auditor menetapkan alokasi waktu audit yang sangat ketat, tetapi akibatnya memiliki efek samping yang merugikan publik, yaitu memunculkan perilaku yang mengancam kualitas audit, antara lain penurunan tingkat pendeteksian dan penyelidikan aspek kualitatif salah saji, gagal meneliti prinsip akuntansi, melakukan review dokumen secara dangkal, menerima penjelasan klien secara lemah dan mengurangi pekerjaan pada salah satu langkah audit di bawah tingkat yang diterima Kelley dan Margheim dalam (Cohn 2001).
Di bawah tekanan-tekanan waktu, perhatian akan lebih terfokus pada
tugas yang dominan seperti tugas pengumpulan bukti berkaitan dengan
frekuensi dan jumlah salah saji dan mengorbankan perhatian yang
diberikan pada tugas tambahan seperti tugas yang memberikan aspek kualitatif atas terjadinya salah saji yang menunjukkan potensial kecurangan pelaporan keuangan.
diberikan pada tugas tambahan seperti tugas yang memberikan aspek kualitatif atas terjadinya salah saji yang menunjukkan potensial kecurangan pelaporan keuangan.
Dalam Ventura (2001:73), disebutkan bahwa penetapan batasan waktu
tidak realistis pada tugas audit khusus akan berdampak kurang efektifnya
pelaksanaan audit atau auditor pelaksana cenderung
mempercepat pelaksanaan tes. Sebaliknya bila penetapan batasan waktu terlalu lama hal ini akan berdampak negatif pada biaya dan efektivitas pelaksanaan audit.
mempercepat pelaksanaan tes. Sebaliknya bila penetapan batasan waktu terlalu lama hal ini akan berdampak negatif pada biaya dan efektivitas pelaksanaan audit.
Jadi penetapan waktu untuk auditor dalam melaksanakan tugasnya harus
tepat waktu, sehingga hal-hal seperti disebutkan pada uraian diatas
dapat dihindari. Hal ini juga akan dapat mempengaruhi tingkat
kepercayaan masyarakat terhadap kualitas auditor.
kepercayaan masyarakat terhadap kualitas auditor.
Hal ini diperkuat dengan pernyataan Hendriksen dalam (Balance
2004:43) bahwa informasi mengenai kondisi dan posisi perusahaan harus
secara cepat dan tepat waktu sampai ke pemakai laporan keuangan.
Ketepatan waktu mengimplikasikan bahwa laporan keuangan seharusnya disajikan pada suatu interval waktu, untuk menjelaskan perubahan dalam perusahaan yang mungkin mempengaruhi pemakai informasi dalam
membuat prediksi dan keputusan.
Ketepatan waktu mengimplikasikan bahwa laporan keuangan seharusnya disajikan pada suatu interval waktu, untuk menjelaskan perubahan dalam perusahaan yang mungkin mempengaruhi pemakai informasi dalam
membuat prediksi dan keputusan.
Menurut Ventura Vol 4 (2001:77), hasil penelitian tentang aplikasi
hukum Yerdes-Dodson membuktikan bahwa keputusan optimal dicapai pada
kondisi batasan waktu moderat, dibandingkan batasan waktu yang
longgar dan ketat.
longgar dan ketat.
Teori ini mengemukakan jika waktu aktual yang diberikan tidak cukup,
maka auditor dalam melaksanakan tugas tersebut dengan tergesa-gesa
sesuai dengan kemampuannya atau mengerjakan hanya sebagian tugasnya.
Sebaliknya bila batasan waktu terlalu longgar, maka fokus perhatian
auditor akan berkurang pada pekerjaannya sehingga akan cenderung gagal
mendeteksi bukti audit yang signifikan.
Eksperimen yang dilakukan oleh Waggoner dan Cashell dalam (Ventura
Vol 4. 2001:78) menunjukkan bahwa semakin banyak waktu yang diberikan,
semakin banyak transaksi yang dapat dites oleh auditor.
Alokasi waktu penugasan waktu audit biasanya ditentukan diawal penugasan. Auditor bisa menerima penugasan audit beberapa kali. Dalam hal ini pimpinan Kantor Akuntan Publik menetapkan alokasi waktu audit
yang sama untuk penugasan pertama maupun penugasan kedua. Saat melakukan audit pertama kali, auditor dapat dikatakan mengalami batasan waktu audit, karena auditor harus mempelajari terlebih dahulu
karakteristik perusahaan klien, bagaimana sistem pengendaliannya. Sedangkan saat melakukan penugasan audit untuk yang kedua, dan seterusnya, auditor tidak perlu lagi mempelajari karakteristik perusahaan
klien, karena auditor telah mempelajari perusahaan klien saat dia melakukan penugasan pertama kali.
Alokasi waktu penugasan waktu audit biasanya ditentukan diawal penugasan. Auditor bisa menerima penugasan audit beberapa kali. Dalam hal ini pimpinan Kantor Akuntan Publik menetapkan alokasi waktu audit
yang sama untuk penugasan pertama maupun penugasan kedua. Saat melakukan audit pertama kali, auditor dapat dikatakan mengalami batasan waktu audit, karena auditor harus mempelajari terlebih dahulu
karakteristik perusahaan klien, bagaimana sistem pengendaliannya. Sedangkan saat melakukan penugasan audit untuk yang kedua, dan seterusnya, auditor tidak perlu lagi mempelajari karakteristik perusahaan
klien, karena auditor telah mempelajari perusahaan klien saat dia melakukan penugasan pertama kali.
Pengetahuan Akuntansi dan Auditing
Akuntansi Yusuf, Al Haryono (2001:5), akuntansi adalah proses pencatatan, penggolongan, peringkasan, pelaporan, dan penganalisaan data keuangan suatu organisasi. Sedangkan menurut Arrens dan Loebbecke
(1996:3) akuntansi merupakan proses pencatatan, pengelompokan, dan pengikhtisaran kejadian-kejadian ekonomi dalam bentuk yang teratur dan logis dengan tujuan menyajikan informasi keuangan yang dibutuhkan
untuk pengambilan keputusan. Jadi dari dua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa akuntansi adalah proses pencatatan, penggolongan, peringkasan, pelaporan dan penganalisaan data keuangan untuk
menghasilkan informasi keuangan yang dibutuhkan untuk pengambilan keputusan.
Akuntansi Yusuf, Al Haryono (2001:5), akuntansi adalah proses pencatatan, penggolongan, peringkasan, pelaporan, dan penganalisaan data keuangan suatu organisasi. Sedangkan menurut Arrens dan Loebbecke
(1996:3) akuntansi merupakan proses pencatatan, pengelompokan, dan pengikhtisaran kejadian-kejadian ekonomi dalam bentuk yang teratur dan logis dengan tujuan menyajikan informasi keuangan yang dibutuhkan
untuk pengambilan keputusan. Jadi dari dua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa akuntansi adalah proses pencatatan, penggolongan, peringkasan, pelaporan dan penganalisaan data keuangan untuk
menghasilkan informasi keuangan yang dibutuhkan untuk pengambilan keputusan.
Yusuf, Al Haryono (2001:5), pada dasarnya akuntansi harus
mengidentifikasikan data mana yang berkaitan atau relevan dengan
keputusannya akan diambil, maka proses atau menganalisa data yang
relevan, dan mengubah data menjadi informasi yang dapat digunakan untuk
pengambilan keputusan. Menurut Simamora, Henry (2002:7), metode
akuntansi melibatkan pengidentifikasian kejadian dan transaksi yang
berimbas terhadap entitas, begitu diidentifikasi, unsur-unsur tersebut
diukur, dicatat, diklasifikasikan dan dirangkum dalam catatan akuntansi.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa akuntansi berkaitan
dengan proses pengidentifikasian, penganalisaan, kemudian mengubah data
dalam bentuk catatan akuntansi yang selanjutnya dapat digunakan
untuk pengambilan keputusan.
untuk pengambilan keputusan.
Menurut Simamora, Henry (2002:7), tujuan akhir akuntansi adalah
komunikasi informasi keuangan yang relevan dan andal yang bakal
berfaedah bagi pengambilan keputusan. Menurut Guy, Dan M., C. Wayne
Alderman, dan Alan J. Winters (2002:9), tujuan umum akuntansi adalah menyediakan informasi keuangan mengenai entitas ekonomi yang berguna dalam pengambilan keputusan ekonomi. Dari keterangan diatas dapat
disimpulkan bahwa tujuan akuntansi adalah memperoleh informasi keuangan yang relevan dan andal yang berguna dalam pengambilan keputusan ekonomi.
Alderman, dan Alan J. Winters (2002:9), tujuan umum akuntansi adalah menyediakan informasi keuangan mengenai entitas ekonomi yang berguna dalam pengambilan keputusan ekonomi. Dari keterangan diatas dapat
disimpulkan bahwa tujuan akuntansi adalah memperoleh informasi keuangan yang relevan dan andal yang berguna dalam pengambilan keputusan ekonomi.
Pengertian auditing menurut Mulyadi (2002:11) adalah pemeriksaan
secara objekif atas laporan keuangan suatu perusahaan atau organisasi
lain dengan tujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan
suatu perusahaan atau organisasi lain dengan tujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan tersebut menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan atau
organisasi tersebut.
suatu perusahaan atau organisasi lain dengan tujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan tersebut menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan atau
organisasi tersebut.
Sedangkan pengertian auditing Arrens dan Loebbecke (1996: 1) adalah
proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang
dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi yang
dilakukan seorang yang kompeten dan independen untuk dapat menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi dimaksud dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan.
dilakukan seorang yang kompeten dan independen untuk dapat menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi dimaksud dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa auditing adalah suatu proses
pengumpulan, pemeriksaan dan pengevaluasian secara objektif atas laporan
keuangan suatu perusahaan yang dilakukan oleh seorang yang kompeten
yang independen untuk menentukan kewajaran suatu laporan keuangan , dan
posisi keuangan serta hasil usaha perusahaan tersebut.
Tujuan audit menurut Guy, Dan M., C. Wayne Alderman, dan Alan J.
Winters (2002:9), adalah menguji pernyataan dan meningkatkan keyakinan
atas pernyataan tersebut. Sedang menurut Mulyadi (2002:11),
auditing ditujukan untuk menentukan secara objektif keandalan informasi yang disampaikan oleh manajemen dalam laporan keuangan. Jadi dapat disimpulkan bahwa tujuan audit adalah menguji pernyataan, dan
menentukan secara objektif keandalan informasi yang disampaikan oleh menajemen dalam laporan keuangan.
Standar umum pertama mengatur persyaratan keahlian keahlian auditor dalam menjalankan profesinya. Auditor harus telah menajalani pendidikan dan pelatihan teknis yang cukup dalam praktik akuntansi dan teknik auditing (Mulyadi 2002:25).
auditing ditujukan untuk menentukan secara objektif keandalan informasi yang disampaikan oleh manajemen dalam laporan keuangan. Jadi dapat disimpulkan bahwa tujuan audit adalah menguji pernyataan, dan
menentukan secara objektif keandalan informasi yang disampaikan oleh menajemen dalam laporan keuangan.
Standar umum pertama mengatur persyaratan keahlian keahlian auditor dalam menjalankan profesinya. Auditor harus telah menajalani pendidikan dan pelatihan teknis yang cukup dalam praktik akuntansi dan teknik auditing (Mulyadi 2002:25).
Bahkan dalam Arrens dan Loebbecke (1996: 21), juga disebutkan jika
dalam hal auditor atau asistennya tidak mampu menangani suatu masalah
mereka berkewajiban untuk mengupayakan pengetahuan dan keahlian yang
dibutuhkan, mengalihkan pekerjaannya kepada orang lain yang lebih mampu,
atau mengundurkan diri dari penugasan. Auditor selain harus memiliki
pendidikan auditing formal, mereka juga harus peduli dengan perkembangan
baru dalam bidang akuntansi, auditing, dan bisnis serta harus
menerapkan pernyataan otoritatif baru di bidang akuntansi dan auditing
begitu dikeluarkan.
Pengalaman
Menurut Loehoer (2002:2) pengalaman merupakan akumulasi gabungan dari semua yang diperoleh melalui berhadapan dan berinteraksi secara berulang-ulang dengan sesama benda alam, keadaan, gagasan, dan
penginderaan. Sedang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002:26), pengalaman adalah sesuatu yang pernah dialami, dijalani, dirasai, ditanggung dan sebagainya. Jadi kesimpulannya pengalaman adalah
gabungan dari semua yang dialami, dijalani, dirasai, dan ditanggung melalui interaksi secara berulang-ulang dengan sesama benda, alam, keadaan, gagasan dan penginderaan.
Menurut Loehoer (2002:2) pengalaman merupakan akumulasi gabungan dari semua yang diperoleh melalui berhadapan dan berinteraksi secara berulang-ulang dengan sesama benda alam, keadaan, gagasan, dan
penginderaan. Sedang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002:26), pengalaman adalah sesuatu yang pernah dialami, dijalani, dirasai, ditanggung dan sebagainya. Jadi kesimpulannya pengalaman adalah
gabungan dari semua yang dialami, dijalani, dirasai, dan ditanggung melalui interaksi secara berulang-ulang dengan sesama benda, alam, keadaan, gagasan dan penginderaan.
Mulyadi (2002:25) jika seorang memasuki karier sebagai akuntan
publik, ia harus lebih dulu mencari pengalaman profesi dibawah
pengawasan akuntan senior yang lebih berpengalaman.
Bahkan agar akuntan yang baru selesai menempuh pendidikan formalnya dapat segera menjalani pelatihan teknis dalam profesinya, pemerintah mensyaratkan pengalaman kerja sekurang-kurangnya tiga tahun sebagai akuntan dengan reputasi baik di bidang audit bagi akuntan yang ingin memperoleh izin praktik dalam profesi akuntan publik (SK Menteri Keuangan No.43/KMK.017/1997 tanggal 27 Januari 1997).
Bahkan agar akuntan yang baru selesai menempuh pendidikan formalnya dapat segera menjalani pelatihan teknis dalam profesinya, pemerintah mensyaratkan pengalaman kerja sekurang-kurangnya tiga tahun sebagai akuntan dengan reputasi baik di bidang audit bagi akuntan yang ingin memperoleh izin praktik dalam profesi akuntan publik (SK Menteri Keuangan No.43/KMK.017/1997 tanggal 27 Januari 1997).
Dalam Jurnal Maksi Vol 1 (2002:5) disebutkan bahwa pengalaman auditor
(lebih dari 2 tahun) dapat menentukan profesionalisme, kinerja komitmen
terhadap organisasi, serta kualitas auditor melalui pengetahuan
yang diperolehnya dari pengalaman melakukan audit.
yang diperolehnya dari pengalaman melakukan audit.
Dari dua pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa seorang auditor
paling tidak harus memiliki pengalaman minimal 2 tahun, sebagai akuntan
dengan reputasi yang baik di bidang audit untuk dapat menentukan
profesionalisme, kinerja komitmen terhadap organisasi, serta kualitas
auditor.
Untuk membuat audit judgement, pengalaman merupakan komponen keahlian audit yang penting dan merupakan faktor yang sangat vital dan mempengaruhi suatu judgement yang kompleks (Jurnal Bisnis
dan Ekonomi Vol 9 2002:6).
Untuk membuat audit judgement, pengalaman merupakan komponen keahlian audit yang penting dan merupakan faktor yang sangat vital dan mempengaruhi suatu judgement yang kompleks (Jurnal Bisnis
dan Ekonomi Vol 9 2002:6).
Auditor yang tidak berpengalaman akan melakukan atribusi kesalahan
lebih besar dibandingkan dengan auditor yang berpengalaman (Jurnal
Bisnis dan Ekonomi Vol 9 2002:6). Menurut Libby dan Trotman dalam Jurnal
Maksi Vol 1 (2002:5), seorang auditor profesional harus mempunyai
pengalaman yang cukup tentang tugas dan tanggung jawabnya. Pengalaman
auditor akan menjadi bahan pertimbangan yang baik dalam mengambil
keputusan dalam tugasnya.
Pengalaman merupakan salah satu elemen penting dalam tugas audit di samping pengetahuan, sehingga tidak mengherankan apabila cara memandang dan menanggapi informasi yang diperoleh selama melakukan
pemeriksaan antara auditor berpengalaman dengan yang kurang berpengalaman akan berbeda, demikian halnya dalam mengambil keputusan dalam tugasnya.
Pengalaman merupakan salah satu elemen penting dalam tugas audit di samping pengetahuan, sehingga tidak mengherankan apabila cara memandang dan menanggapi informasi yang diperoleh selama melakukan
pemeriksaan antara auditor berpengalaman dengan yang kurang berpengalaman akan berbeda, demikian halnya dalam mengambil keputusan dalam tugasnya.
Menurut Tubbs dalam (Jurnal Bisnis dan Ekonomi Vol 9 2002:6)
menunjukkan bahwa ketika akuntan pemeriksa menjadi lebih berpengalaman
maka auditor menjadi sadar terhadap lebih banyak kekeliruan yang terjadi
dan memiliki salah pengertian yang lebih sedikit mengenai kekeliruan
yang terjadi.
Auditor menjadi lebih sadar mengenai kekeliruan yang tidak lazim serta lebih menonjol dalam menganalisa hal-hal yang berkaitan dengan penyebab kekeliruan. Pengalaman ternyata secara signifikan mempengaruhi mempengaruhi pembuatan keputusan audit pada waktu kompleksitas penugasan dihadapi oleh auditor.
Auditor menjadi lebih sadar mengenai kekeliruan yang tidak lazim serta lebih menonjol dalam menganalisa hal-hal yang berkaitan dengan penyebab kekeliruan. Pengalaman ternyata secara signifikan mempengaruhi mempengaruhi pembuatan keputusan audit pada waktu kompleksitas penugasan dihadapi oleh auditor.
Arrens dan Loebbeck, (1996: 21), seorang auditor juga dituntut untuk
memenuhi kualifikasi teknis dan berpengalaman dalam bidang industri yang
digeluti kliennya.
Jasa-Jasa Akuntan Publik
Menurut Noviyanti, Suzy dan Intiyas Utami (2004:17), jasa-jasa yang diberikan Kantor Akuntan Publik (KAP) meliputi :
1. Jasa audit laporan keuangan
Melakukan audit umum atas laporan keuangan untuk memberikan pernyataan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan suatu entitas ekonomi yang dihubungkan dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum
yang meliputi Standar Akuntansi Keungan (SAK) yang dikeluarkan oleh IAI dan standar atau praktek akuntansi lain yang berlaku umum.
Menurut Noviyanti, Suzy dan Intiyas Utami (2004:17), jasa-jasa yang diberikan Kantor Akuntan Publik (KAP) meliputi :
1. Jasa audit laporan keuangan
Melakukan audit umum atas laporan keuangan untuk memberikan pernyataan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan suatu entitas ekonomi yang dihubungkan dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum
yang meliputi Standar Akuntansi Keungan (SAK) yang dikeluarkan oleh IAI dan standar atau praktek akuntansi lain yang berlaku umum.
2 Jasa audit khusus
Merupakan audit atas akun atau pos laporan keuangan tertentu yang dilakukan dengan menggunakan prosedur yang disepakati bersama.
Merupakan audit atas akun atau pos laporan keuangan tertentu yang dilakukan dengan menggunakan prosedur yang disepakati bersama.
3 Jasa atestasi
Jasa yang berkaitan dengan penerbitan laporan yang memuat suatu kesimpulan tentang keandalan asersi (pernyataan) tertulis yang menjadi tanggung jawab pihak lain melalui pemeriksaan, review, dan prosedur
yang disepakati bersama.
Jasa yang berkaitan dengan penerbitan laporan yang memuat suatu kesimpulan tentang keandalan asersi (pernyataan) tertulis yang menjadi tanggung jawab pihak lain melalui pemeriksaan, review, dan prosedur
yang disepakati bersama.
4 Jasa review laporan keuangan
Memberikan keyakinan terbatas bahwa tidak terdapat modifikasi material yang harus dilaksanakan agar laporan keuangan tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum atas basis akuntansi
komprehensif lainnya.
Memberikan keyakinan terbatas bahwa tidak terdapat modifikasi material yang harus dilaksanakan agar laporan keuangan tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum atas basis akuntansi
komprehensif lainnya.
5 Jasa kompilasi keuangan
Untuk menyusun laporan keuangan berdasarkan catatan data keuangan serta informasi lainnya yang diberikan manajemen suatu entitas ekonomi.
Untuk menyusun laporan keuangan berdasarkan catatan data keuangan serta informasi lainnya yang diberikan manajemen suatu entitas ekonomi.
6 Jasa konsultasi
Jasa yang diberikan KAP bervariasi melalui dari jasa konsultasi umum kepada manajemen, perencanaan sistem dan implementasi sistem akuntansi, menyusun proposal keuangan dan studi kelayakan proyek, penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, pelaksanaan seleksi dan rekruitmen pegawai, sampai pemberian jasa konsultasi lainnya, termasuk konsultasi dalam pelaksanaan merger dan akuisisi.
Jasa yang diberikan KAP bervariasi melalui dari jasa konsultasi umum kepada manajemen, perencanaan sistem dan implementasi sistem akuntansi, menyusun proposal keuangan dan studi kelayakan proyek, penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, pelaksanaan seleksi dan rekruitmen pegawai, sampai pemberian jasa konsultasi lainnya, termasuk konsultasi dalam pelaksanaan merger dan akuisisi.
7 Jasa perpajakan
Konsultasi umum perpajakan, perencanaan pajak, review kewajiban pajak, pengisian SPT dan penyelesaian masalah pajak.
Konsultasi umum perpajakan, perencanaan pajak, review kewajiban pajak, pengisian SPT dan penyelesaian masalah pajak.
8 Jasa manajemen
Yaitu pemberian jasa kepada klien agar usahanya dapat berjalan dengan lebih efektif dan efisien.
Yaitu pemberian jasa kepada klien agar usahanya dapat berjalan dengan lebih efektif dan efisien.
Empat Macam Pendapat Auditor
Dalam SPAP (2001:2000.13), disebutkan bahwa ada 4 Macam pendapat auditor yaitu sebagai berikut:
1 Pendapat wajar tanpa pengecualian
Pendapat ini diberikan auditor jika laporan keuangan klien menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
Dalam SPAP (2001:2000.13), disebutkan bahwa ada 4 Macam pendapat auditor yaitu sebagai berikut:
1 Pendapat wajar tanpa pengecualian
Pendapat ini diberikan auditor jika laporan keuangan klien menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
2 Pendapat wajar dengan pengecualian
Pendapat yang diberikan oleh auditor jika laporan keuangan disajikan secara wajar tetapi ada pembatasan terhadap ruang lingkup audit baik yang dikenakan klien atau apapun oleh keadaan seperti kegagalan
memperoleh bukti yang kompeten atau ketidakcukupan catatan audit Pendapat tidak wajar
Jika laporan keuangan tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan hasil usaha dan arus kas entitias tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia maka auditor dapat
memberikan pendapat wajar atas laporan keuangan klien.
Pendapat yang diberikan oleh auditor jika laporan keuangan disajikan secara wajar tetapi ada pembatasan terhadap ruang lingkup audit baik yang dikenakan klien atau apapun oleh keadaan seperti kegagalan
memperoleh bukti yang kompeten atau ketidakcukupan catatan audit Pendapat tidak wajar
Jika laporan keuangan tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan hasil usaha dan arus kas entitias tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia maka auditor dapat
memberikan pendapat wajar atas laporan keuangan klien.
Pernyataan tidak memberikan pendapat
Pendapat ini diberikan jika auditor tidak melaksanakan audit yang lingkupnya memadai untuk memberikan pendapat atas laporan keuangan klien.
Pendapat ini diberikan jika auditor tidak melaksanakan audit yang lingkupnya memadai untuk memberikan pendapat atas laporan keuangan klien.
Jenis-Jenis audit
Menurut Arrens dalam (Majalah Ilmiah Kopertis Wilayah VI Vol XV, 2005) berdasarkan tujuan audit yang dilakukan, audit terbagi dalam empat jenis audit utama yaitu :
Menurut Arrens dalam (Majalah Ilmiah Kopertis Wilayah VI Vol XV, 2005) berdasarkan tujuan audit yang dilakukan, audit terbagi dalam empat jenis audit utama yaitu :
Audit Keuangan
Tujuan audit keuangan meliputi penilaian terhadap kewajaran laporan keuangan dan kesesuaian dengan standar akuntansi keuangan.
Tujuan audit keuangan meliputi penilaian terhadap kewajaran laporan keuangan dan kesesuaian dengan standar akuntansi keuangan.
Audit Ketaatan
Audit ketaatan merupakan audit dengan tujuan memeriksa kesesuaian pelaksanaan kegiatan organisasi dengan peraturan.
Audit ketaatan merupakan audit dengan tujuan memeriksa kesesuaian pelaksanaan kegiatan organisasi dengan peraturan.
Audit Manajemen/Operasioanal
Merupakan audit terhadap kegiatan manajerial atau operasioanal dengan tujuan untuk menilai efisiensi, ekonomis dan efektivitas pelaksanaan kegiatan usaha.
Merupakan audit terhadap kegiatan manajerial atau operasioanal dengan tujuan untuk menilai efisiensi, ekonomis dan efektivitas pelaksanaan kegiatan usaha.
Audit Forensik
Audit forensik merupakan jenis audit yang terspesialisasi penugasannya karena tujuannya adalah untuk menilai bukti terjadinya fraud atau kecurangan.
Audit forensik merupakan jenis audit yang terspesialisasi penugasannya karena tujuannya adalah untuk menilai bukti terjadinya fraud atau kecurangan.
PERLUNYA AUDIT SISTEM INFORMASI
Dengan ketergantungan kita terhadap
Sistem Informasi Akuntansi berbasis komputer maka ada beberapa alasan
untuk manajemen memerlukan sebuah Audit Sistem Informasi, yaitu antara
lain adalah …
1. Kerugian akibat kehilangan data.
Data yang diolah menjadi sebuah
informasi, merupakan aset penting dalam organisasi bisnis saat ini.
Banyak aktivitas operasi mengandalkan beberapa informasi yang penting.
Informasi sebuah organisasi bisnis akan menjadi sebuah potret atau
gambaran dari kondisi organisasi tersebut di masa lalu, kini dan masa
mendatang. Jika informasi ini hilang akan berakibat cukup fatal bagi
organisasi dalam menjalankan aktivitasnya.
Sebagai contoh adalah jika data nasabah sebuah bank hilang akibat rusak, maka informasi yang terkait akan hilang, misalkan siapa saja nasabah yang mempunyai tagihan pembayaran kredit yang telah jatuh tempo. Atau juga misalkan kapan bank harus mempersiapkan pembayaran simpanan deposito nasabah yang akan jatuh tempo beserta jumlahnya. Sehingga organisasi bisnis seperti bank akan benar-benar memperhatikan bagaimana menjaga keamanan datanya.
Kehilangan data juga dapat terjadi karena tiadanya pengendalian yang memadai, seperti tidak adanya prosedur back-up file. Kehilangan data dapat disebabkan karena gangguan sistem operasi pemrosesan data, sabotase, atau gangguan karena alam seperti gempa bumi, kebakaran atau banjir.
Sebagai contoh adalah jika data nasabah sebuah bank hilang akibat rusak, maka informasi yang terkait akan hilang, misalkan siapa saja nasabah yang mempunyai tagihan pembayaran kredit yang telah jatuh tempo. Atau juga misalkan kapan bank harus mempersiapkan pembayaran simpanan deposito nasabah yang akan jatuh tempo beserta jumlahnya. Sehingga organisasi bisnis seperti bank akan benar-benar memperhatikan bagaimana menjaga keamanan datanya.
Kehilangan data juga dapat terjadi karena tiadanya pengendalian yang memadai, seperti tidak adanya prosedur back-up file. Kehilangan data dapat disebabkan karena gangguan sistem operasi pemrosesan data, sabotase, atau gangguan karena alam seperti gempa bumi, kebakaran atau banjir.
2. Kerugian akibat kesalahan pemrosesan komputer.
Pemrosesan komputer menjadi pusat
perhatian utama dalam sebuah sistem informasi berbasis komputer. Banyak
organisasi telah menggunakan komputer sebagai sarana untuk meningkatkan
kualitas pekerjaan mereka. Mulai dari pekerjaan yang sederhana, seperti
perhitungan bunga berbunga sampai penggunaan komputer sebagai bantuan
dalam navigasi pesawat terbang atau peluru kendali. Dan banyak pula di
antara organisasi tersebut sudah saling terhubung dan terintegrasi. Akan
sangat mengkhawatirkan bila terjadi kesalahan dalam pemrosesan di dalam
komputer. Kerugian mulai dari tidak dipercayainya perhitungan matematis
sampai kepada ketergantungan kehidupan manusia.
3. Pengambilan keputusan yang salah akibat informasi yang salah.
Kualitas sebuah keputusan sangat
tergantung kepada kualitas informasi yang disajikan untuk pengambilan
keputusan tersebut. Tingkat akurasi dan pentingnya sebuah data atau
informasi tergantung kepada jenis keputusan yang akan diambil. Jika top
manajer akan mengambil keputusan yang bersifat strategik, mungkin akan
dapat ditoleransi berkaitan dengan sifat keputusan yang berjangka
panjang. Tetapi kadangkala informasi yang menyesatkan akan berdampak
kepada pengambilan keputusan yang menyesatkan pula.
4. Kerugian karena penyalahgunaan komputer (Computer Abused)
Tema utama yang mendorong perkembangan
dalam audit sistem informasi dalam sebuah organisasi bisnis adalah
karena sering terjadinya kejahatan penyalahgunaan komputer. Beberapa
jenis tindak kejahatan dan penyalah-gunaan komputer antara lain adalah
virus, hacking, akses langsung yang tak legal (misalnya masuk ke ruang
komputer tanpa ijin atau menggunakan sebuah terminal komputer dan dapat
berakibat kerusakan fisik atau mengambil data atau program komputer
tanpa ijin) dan atau penyalahgunaan akses untuk kepentingan pribadi
(seseorang yang mempunyai kewenangan menggunakan komputer tetapi untuk
tujuan-tujuan yang tidak semestinya).
- Hacking – seseorang yang dengan tanpa ijin mengakses sistem komputer sehingga dapat melihat, memodifikasi, atau menghapus program komputer atau data atau mengacaukan sistem.
- Virus – virus adalah sebuah program komputer yang menempelkan diri dan menjalankan sendiri sebuah program komputer atau sistem komputer di sebuah disket, data atau program yang bertujuan mengganggu atau merusak jalannya sebuah program atau data komputer yang ada di dalamnya. Virus dirancang dengan dua tujuan, yaitu pertama mereplikasi dirinya sendiri secara aktif dan kedua mengganggu atau merusak sistem operasi, program atau data.
Dampak dari kejahatan dan penyalahgunaan komputer tersebut antara lain:
- Hardware, software, data, fasilitas, dokumentasi dan pendukung lainnya rusak atau hilang dicuri atau dimodifikasi dan disalahgunakan.
- Kerahasiaan data atau informasi penting dari orang atau organisasi rusak atau hilang dicuri atau dimodifikasi.
- Aktivitas operasional rutin akan terganggu.
- Kejahatan dan penyalahgunaan komputer dari waktu ke waktu semakin meningkat, dan hampir 80% pelaku kejahatan komputer adalah ‘orang dalam’.
5. Nilai hardware, software dan personil sistem informasiDalam
sebuah sistem informasi, hardware, software, data dan personil adalah
merupakan sumberdaya organisasi. Beberapa organisasi bisnis mengeluarkan
dana yang cukup besar untuk investasi dalam penyusunan sebuah sistem
informasi, termasuk dalam pengembangan sumberdaya manusianya. Sehingga
diperlukan sebuah pengendalian untuk menjaga investasi di bidang ini.
6. Pemeliharaan kerahasiaan informasi
Informasi di dalam sebuah organisasi
bisnis sangat beragam, mulai data karyawan, pelanggan, transaksi dan
lainya adalah amat riskan bila tidak dijaga dengan benar. Seseorang
dapat saja memanfaatkan informasi untuk disalahgunakan. Sebagai contoh
bila data pelanggan yang rahasia, dapat digunakan oleh pesaing untuk
memperoleh manfaat dalam persaingan.
Dampak Komputer dalam Audit
Pada saat komputer pertama kali
digunakan, banyak auditor mempunyai pemikiran bahwa proses audit akan
harus nbanyak mengalami perubahan untuk menyesuaikan dengan penggunaan
teknologi komputer. Ada dua utama yang harus diperhatikan dalam audit
atas pemrosesan data elektronik, yaitu pengumpulan bukti (evidence
collection) dan evaluasi bukti (evidence evaluation)
Proses Pengumpulam Bukti
Proses keandalan pengumpulan bukti dalam sebuah sistem yang terkomputerisasi seringkali akan lebih kompleks daripada sebuah sistem manual. Karena auditor akan berhadapan dengan keberadaan sebuah pengendalian internal yang kompleks karena teknologi yang melekat dan sangat berbeda dengan pengendalian sistem manual.
Sebagai contoh dalam sebuah proses ‘update‘ data memerlukan seperangkat pengendalian yang memang berbeda karena kondisi alamiah yang melekatinya. Atau dalam proses pengembangan sebuah sistem, maka diperlukan pengendalian lewat berbagai ‘testing program’ yang mungkin tidak ditemui dalam sistem manual. Untuk itu auditor harus mampu memahami pengendaliannya untuk dapat memperoleh keandalan sebuah bukti yang kompeten.
Namun malangnya, memahami pengendalian dalam sebuah sistem yang berbasis teknologi sangatlah tidak mudah. Perangkat keras maupun lunak terus berkembang secara cepat seiring perkembangan teknologi. Sehingga selalu ada kesenjangan waktu antara teknologi yang dipelajari oleh auditor dengan perkembangan teknologi yang cepat.
Sebagai contoh, dengan meningkatnya penggunaan transmisi komunikasi data, maka auditor paling tidak juga harus memahami prinsip-prinsip kriptografi (penyandian) dalam sebuah jaringan yang terintegrasi.
Proses keandalan pengumpulan bukti dalam sebuah sistem yang terkomputerisasi seringkali akan lebih kompleks daripada sebuah sistem manual. Karena auditor akan berhadapan dengan keberadaan sebuah pengendalian internal yang kompleks karena teknologi yang melekat dan sangat berbeda dengan pengendalian sistem manual.
Sebagai contoh dalam sebuah proses ‘update‘ data memerlukan seperangkat pengendalian yang memang berbeda karena kondisi alamiah yang melekatinya. Atau dalam proses pengembangan sebuah sistem, maka diperlukan pengendalian lewat berbagai ‘testing program’ yang mungkin tidak ditemui dalam sistem manual. Untuk itu auditor harus mampu memahami pengendaliannya untuk dapat memperoleh keandalan sebuah bukti yang kompeten.
Namun malangnya, memahami pengendalian dalam sebuah sistem yang berbasis teknologi sangatlah tidak mudah. Perangkat keras maupun lunak terus berkembang secara cepat seiring perkembangan teknologi. Sehingga selalu ada kesenjangan waktu antara teknologi yang dipelajari oleh auditor dengan perkembangan teknologi yang cepat.
Sebagai contoh, dengan meningkatnya penggunaan transmisi komunikasi data, maka auditor paling tidak juga harus memahami prinsip-prinsip kriptografi (penyandian) dalam sebuah jaringan yang terintegrasi.
Evaluasi Bukti
Bukti audit dalam sistem informasi akuntansi berbasis komputer seringkali berupa angka-angka digital, dan kadangkalan sulit dalam penelusurannya karena tidak berbentuk fisik seperti di lingkungan manual.
Bukti audit dalam sistem informasi akuntansi berbasis komputer seringkali berupa angka-angka digital, dan kadangkalan sulit dalam penelusurannya karena tidak berbentuk fisik seperti di lingkungan manual.
OPINI AUDITOR
“…Manakah
di antara opini-opini tersebut yang dianggap paling baik? Opini yang
paling baik adalah Wajar Tanpa Pengeculian (Unqualified Opinion). Opini
ini diberikan karena auditor meyakini, berdasar bukti-bukti audit yang
dikumpulkan, laporan keuangan telah bebas dari kesalahan-kesalahan atau
kekeliruan yang material…”
Sebagaimana diketahui, jenis-jenis opini yang lazim diberikan oleh auditor ketika mengaudit laporan keuangan adalah Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion), Wajar dengan Pengecualian (Qualified Opinion), Tidak Wajar (Adverse Opinion), dan Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer Opinion). Masing-masing opini diberikan sesuai dengan kriteria tertentu yang diketemukan selama proses audit. Kriteria tersebut dapat dilihat pada tabel 1.
Pendapat auditor yang dituangkan dalam laporan audit paling umum adalah laporan audit standar yang unqualified, yang biasa juga disebut laporan standar bentuk pendek. Bentuk laporan ini digunakan apabila terdapat keadaan berikut:
1. Bukti audit yang dibutuhkan telah terkumpul secara mencukupi dan auditor telah menjalankan tugasnya sedemikian rupa, sehingga ia dapat memastikan bahwa ketiga standar pelaksanaan kerja lapangan telah ditaati;
2. Ketiga standar umum telah diikuti sepenuhnya dalam perikatan kerja;
3. Laporan keuangan yang diaudit disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang lazim yang berlaku di Indonesia yang diterapkan pula secara konsisten pada laporan-laporan sebelumnya. Demikian pula penjelasan yang mencukupi telah disertakan pada catatan kaki dan bagian-bagian lain dari laporan keuangan;
4. Tidak terdapat ketidakpastian yang cukup berarti (no material uncertainties) mengenai perkembangan di masa mendatang yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya atau dipecahkan secara memuaskan.
Sebenarnya, ada satu pendapat lagi yang merupakan modifikasi dari pendapat Wajar Tanpa Pengecualian, yaitu Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian dengan Bahasa Penjelasan yang Ditambahkan dalam Laporan Audit Bentuk Baku.
Pendapat ini diberikan jika terdapat keadaaan tertentu yang mengharuskan auditor menambahkan paragraf penjelasan (atau bahasa penjelasan lain) dalam laporan audit, meskipun tidak mempengaruhi pendapat Wajar Tanpa Pengecualian yang dinyatakan oleh auditor.
Keadaan dimaksud meliputi: (a) Pendapat wajar sebagian didasarkan atas laporan auditor independen lain (b) untuk mencegah agar laporan keuangan tidak menyesatkan karena keadaan-keadaan yang luar biasa, laporan keuangan disajikan menyimpang dari suatu prinsip akuntansi yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia, (c) Jika terdapat kondisi dan peristiwa yang semula menyebabkan auditor yakin tentang adanya kesangsian mengenai kelangsungan hidup entitas, namun setelah mempertimbangkan rencana manajemen auditor berkesimpulan bahwa rencana manajemen tersebut dapat secara efektif dilaksanakan dan pengungkapan mengenai hal itu telah memadai, (d) di antara dua periode akuntansi terdapat suatu perubahan material dalam penggunaan prinsip akuntansi atau dalam metode penerapannya, (e) keadaan tertentu yang berhubungan dengan laporan audit atas laporan keuangan komparatif, (f) data keuangan kuartalan tertentu yang diharuskan oleh Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) namun tidak disajikan atau tidak direviu, (g) informasi tambahan yang diharuskan oleh Ikatan Akuntan Indonesia Dewan Standar Akuntan Keuangan telah dihilangkan, yang penyajiannya menyimpang jauh dari pedoman yang dikeluarkan oleh Dewan tersebut, dan auditor tidak dapat melengkapi prosedur audit yang berkaitan dengan informasi tersebut, atau auditor tidak dapat menghilangkan keraguan yang besar apakah informasi tambahan tersebut sesuai dengan panduan yang dikeluarkan oleh Dewan tersebut, dan (h) informasi lain dalam suatu dokumen yang berisi laporan keuangan yang diaudit secara material tidak konsisten dengan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan.
Penyimpangan dari pendapat wajar tanpa pengecualian bisa diberikan karena beberapa kondisi tertentu. Misalnya, dalam hal pendapat Wajar dengan Pengecualian. Kondisi tertentu mungkin memerlukan pendapat Wajar dengan Pengecualian (Qualified), dan atau Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer). Pendapat ini menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, kecuali untuk dampak hal yang berkaitan dengan yang dikecualikan.
Pendapat ini dinyatakan bilamana (a) Ketiadaan bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan terhadap lingkup audit yang mengakibatkan auditor berkesimpulan bahwa ia tidak dapat menyatakan pendapat wajar tanpa pengecualian dan ia berkesimpulan tidak menyatakan tidak memberikan pendapat; (b) Auditor yakin, atas dasar auditnya, bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, yang berdampak material, dan ia berkesimpulan untuk tidak menyatakan pendapat tidak wajar.
Dengan ungkapan lain, terdapat lima kondisi yang membutuhkan adanya penyimpangan dari laporan yang tanpa pengecualian (unqualified opinion), yaitu
Kondisi 1. Ruang Lingkup Audit Dibatasi.
Jika auditor tidak berhasil mengumpulkan bukti-bukti audit yang mencukupi untuk mempertimbangkan apakah laporan keuangan yang diperiksanya disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang diterima umum di Indonesia berarti bahwa ruang lingkup auditnya terbatas. Ada dua penyebab utama, yaitu pembatasan yang dipaksakan oleh klien dan yang disebabkan oleh keadaan di luar kekuasaan auditor maupun klien.
Contoh pembatasan oleh klien adalah auditor tidak diperbolehkan melakukan konfirmasi utang piutang, atau tidak diperbolehkan memeriksa aset-aset tertentu yang dimiliki oleh klien. Sedangkan contoh pembatasan yang disebabkan oleh keadaan di luar kekuasaan auditor maupun klien adalah sulit melakukan pemeriksaan fisik aset karena lokasi tidak bisa dijangkau akibat banjir atau bencana lainnya;
Kondisi 2. Laporan keuangan yang diperiksa tidak sesuai dengan prinsip akuntansi yang diterima umum di Indonesia.
Contoh kondisi ini adalah jika klien tidak bersedia mengubah kebijakan mencatat nilai aset tetap berdasarkan harga penggantian (replacement cost) dan bukannya harga historis (historical cost) yang dipersyaratkan oleh prinsip akuntansi yang umum berlaku di Indonesia. Atau, klien menilai persediaan yang dimilikinya berdasarkan harga jual (selling price) dan bukannya harga historis atau harga yang terendah antara harga historis dan harga pasar (cost or market which is lower).
Kondisi 3. Prinsip akuntansi yang diterapkan dalam laporan keuangan tidak diterapkan secara konsisten.
Jika klien mengganti suatu perlakuan prinsip akuntansi dengan prinsip akuntansi yang lain (misalnya mengganti metode pencatatan persediaan dari First In First Out (FIFO) menjadi Last In First Out (LIFO), maka perubahan tersebut harus dinyatakan dalam laporan audit. Bahkan, jika penggunaan perubahan tersebut disetujui oleh auditor, pendapat unqualified tetap tidak dapat dibenarkan;
Kondisi 4. Ada beberapa ketidakpastian yang material yang mempengaruhi laporan keuangan yang tidak dapat diperkirakan kelanjutannya pada saat laporan audit dibuat.
Contoh kondisi ini adalah kemungkinan adanya tuntutan hukum kepada klien yang belum terselesaikan sampai dengan selesainya pekerjaan lapangan oleh auditor.
Kondisi 5. Auditor tidak independen
Jika auditor tidak independen, sangat jelas bahwa ia tidak diperkenankan memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian. Masalah independen auditor diatur secara jelas dalam standar umum auditing.
Untuk memperjelas hubungan opini yang diberikan selain unqualified dengan kondisi yang dibutuhkan, diuraikan dalam tabel 2.
Dalam memberikan opini, selain apa yang telah diuraikan di atas, auditor juga mempertimbangkan faktor materialitas dari suatu kondisi. Suatu kesalahan yang tidak material mungkin tidak akan mempengaruhi opini yang akan diberikan oleh auditor. Suatu kesalahan yang material bisa juga mempengaruhi jenis opini yang akan diberikan di luar opini wajar tanpa pengecualian. Untuk mengetahui hubungan antara tingkat materialitas, kondisi yang ada dan opini yang diberikan, tabel 3 akan menguraikannya.
Materialitas sendiri diartikan sebagai “suatu pernyataan yang salah (misstatement) dalam laporan keuangan dapat dikatakan material apabila pengetahuan akan kesalahan tersebut dapat mempengaruhi keputusan pembaca laporan keuangan yang mampu dan intelligent (Alvin A. Arens & James K. Loebbecke).”
Dalam praktik, dikenal tiga tingkatan materialitas untuk mempertimbangkan jenis laporan audit yang harus dibuat, yaitu jumlahnya tidak material, jumlahnya cukup material namun tidak melemahkan laporan keuangan secara keseluruhan, dan kesalahan dalam jumlah sangat material sehingga kebenaran keseluruhan laporan keuangan diragukan.
Rincian penjelasan masing-masing sebagai berikut:
1. Jumlahnya tidak material. Jika dalam suatu laporan keuangan yang diaudit diketemukan adanya kesalahan, namun tidak akan mempengaruhi keputusan yang akan dibuat oleh pembaca laporan keuangan, kesalahan tersebut dianggap tidak material, sehingga bisa diberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian;
2. Jumlahnya cukup material namun tidak melemahkan laporan keuangan secara keseluruhan. Jika suatu kesalahan dapat mempengaruhi keputusan yang dibuat oleh mereka yang berkepentingan, namun keseluruhan laporan keuangan tetap tersaji dengan wajar, sehingga laporan keuangan tetap berguna. Misalnya, ada kesalahan dalam penyajian persediaan, namun akun lainnya seperti kas dan setara kas, piutang, aset tetap, dan akun lainnya telah disajikan secara wajar. Dalam kondisi ini, maka pendapat pengecualian diberikan atas kesalahan penyajian persediaan saja;
3. Kesalahan dalam jumlah sangat material sehingga kebenaran keseluruhan laporan keuangan diragukan. Jika kesalahan yang terjadi sangat material sehingga bisa menyesatkan pihak-pihak yang berkepentingan yang membuat keputusan berdasarkan kepada keseluruhan akun laporan keuangan tersebut. Dalam contoh sebelumnya, bisa saja hanya akun persediaan yang salah, namun kalau jumlah kesalahannya sangatlah besar dibandingkan keseluruhan jumlah akun lainnya, maka kesalahan satu akun persediaan tersebut dianggap material.
Opini yang Baik
Manakah di antara opini-opini tersebut yang dianggap paling baik?
Opini yang paling baik adalah Wajar Tanpa Pengeculian (Unqualified Opinion). Opini ini diberikan karena auditor meyakini, berdasar bukti-bukti audit yang dikumpulkan, laporan keuangan telah bebas dari kesalahan-kesalahan atau kekeliruan yang material.
Opini terbaik kedua adalah Wajar Dengan Pengecualian (Qualified Opinion). Opini diberikan karena meskipun ada kekeliruan, namun kesalahan atau kekeliruan tersebut secara keseluruhan tidak mempengaruhi kewajaran laporan keuangan.
Opini paling buruk adalah Tidak Wajar (Adverse Opinion). Opini diberikan karena auditor meyakini, berdasar bukti-bukti yang dikumpulkannya, bahwa laporan keuangan mengandung banyak sekali kesalahan atau kekeliruan yang material. Artinya, laporan keuangan tidak menggambarkan kondisi keuangan secara benar.
Opini Tidak Memberikan Pendapat atau Menolak Memberikan Pendapat (Disclaimer Opinion) tidak bisa diartikan bahwa laporan keuangan sudah benar atau salah. Opini diberikan karena auditor tidak bisa meyakini apakah laporan keuangan benar atau salah. Ini terjadi karena auditor tidak bisa memperoleh bukti-bukti yang dibutuhkan untuk bisa menyimpulkan dan menyatakan apakah laporan sudah disajikan dengan benar atau salah.
Sebagaimana diketahui, jenis-jenis opini yang lazim diberikan oleh auditor ketika mengaudit laporan keuangan adalah Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion), Wajar dengan Pengecualian (Qualified Opinion), Tidak Wajar (Adverse Opinion), dan Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer Opinion). Masing-masing opini diberikan sesuai dengan kriteria tertentu yang diketemukan selama proses audit. Kriteria tersebut dapat dilihat pada tabel 1.
Pendapat auditor yang dituangkan dalam laporan audit paling umum adalah laporan audit standar yang unqualified, yang biasa juga disebut laporan standar bentuk pendek. Bentuk laporan ini digunakan apabila terdapat keadaan berikut:
1. Bukti audit yang dibutuhkan telah terkumpul secara mencukupi dan auditor telah menjalankan tugasnya sedemikian rupa, sehingga ia dapat memastikan bahwa ketiga standar pelaksanaan kerja lapangan telah ditaati;
2. Ketiga standar umum telah diikuti sepenuhnya dalam perikatan kerja;
3. Laporan keuangan yang diaudit disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang lazim yang berlaku di Indonesia yang diterapkan pula secara konsisten pada laporan-laporan sebelumnya. Demikian pula penjelasan yang mencukupi telah disertakan pada catatan kaki dan bagian-bagian lain dari laporan keuangan;
4. Tidak terdapat ketidakpastian yang cukup berarti (no material uncertainties) mengenai perkembangan di masa mendatang yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya atau dipecahkan secara memuaskan.
Sebenarnya, ada satu pendapat lagi yang merupakan modifikasi dari pendapat Wajar Tanpa Pengecualian, yaitu Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian dengan Bahasa Penjelasan yang Ditambahkan dalam Laporan Audit Bentuk Baku.
Pendapat ini diberikan jika terdapat keadaaan tertentu yang mengharuskan auditor menambahkan paragraf penjelasan (atau bahasa penjelasan lain) dalam laporan audit, meskipun tidak mempengaruhi pendapat Wajar Tanpa Pengecualian yang dinyatakan oleh auditor.
Keadaan dimaksud meliputi: (a) Pendapat wajar sebagian didasarkan atas laporan auditor independen lain (b) untuk mencegah agar laporan keuangan tidak menyesatkan karena keadaan-keadaan yang luar biasa, laporan keuangan disajikan menyimpang dari suatu prinsip akuntansi yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia, (c) Jika terdapat kondisi dan peristiwa yang semula menyebabkan auditor yakin tentang adanya kesangsian mengenai kelangsungan hidup entitas, namun setelah mempertimbangkan rencana manajemen auditor berkesimpulan bahwa rencana manajemen tersebut dapat secara efektif dilaksanakan dan pengungkapan mengenai hal itu telah memadai, (d) di antara dua periode akuntansi terdapat suatu perubahan material dalam penggunaan prinsip akuntansi atau dalam metode penerapannya, (e) keadaan tertentu yang berhubungan dengan laporan audit atas laporan keuangan komparatif, (f) data keuangan kuartalan tertentu yang diharuskan oleh Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) namun tidak disajikan atau tidak direviu, (g) informasi tambahan yang diharuskan oleh Ikatan Akuntan Indonesia Dewan Standar Akuntan Keuangan telah dihilangkan, yang penyajiannya menyimpang jauh dari pedoman yang dikeluarkan oleh Dewan tersebut, dan auditor tidak dapat melengkapi prosedur audit yang berkaitan dengan informasi tersebut, atau auditor tidak dapat menghilangkan keraguan yang besar apakah informasi tambahan tersebut sesuai dengan panduan yang dikeluarkan oleh Dewan tersebut, dan (h) informasi lain dalam suatu dokumen yang berisi laporan keuangan yang diaudit secara material tidak konsisten dengan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan.
Penyimpangan dari pendapat wajar tanpa pengecualian bisa diberikan karena beberapa kondisi tertentu. Misalnya, dalam hal pendapat Wajar dengan Pengecualian. Kondisi tertentu mungkin memerlukan pendapat Wajar dengan Pengecualian (Qualified), dan atau Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer). Pendapat ini menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, kecuali untuk dampak hal yang berkaitan dengan yang dikecualikan.
Pendapat ini dinyatakan bilamana (a) Ketiadaan bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan terhadap lingkup audit yang mengakibatkan auditor berkesimpulan bahwa ia tidak dapat menyatakan pendapat wajar tanpa pengecualian dan ia berkesimpulan tidak menyatakan tidak memberikan pendapat; (b) Auditor yakin, atas dasar auditnya, bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, yang berdampak material, dan ia berkesimpulan untuk tidak menyatakan pendapat tidak wajar.
Dengan ungkapan lain, terdapat lima kondisi yang membutuhkan adanya penyimpangan dari laporan yang tanpa pengecualian (unqualified opinion), yaitu
Kondisi 1. Ruang Lingkup Audit Dibatasi.
Jika auditor tidak berhasil mengumpulkan bukti-bukti audit yang mencukupi untuk mempertimbangkan apakah laporan keuangan yang diperiksanya disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang diterima umum di Indonesia berarti bahwa ruang lingkup auditnya terbatas. Ada dua penyebab utama, yaitu pembatasan yang dipaksakan oleh klien dan yang disebabkan oleh keadaan di luar kekuasaan auditor maupun klien.
Contoh pembatasan oleh klien adalah auditor tidak diperbolehkan melakukan konfirmasi utang piutang, atau tidak diperbolehkan memeriksa aset-aset tertentu yang dimiliki oleh klien. Sedangkan contoh pembatasan yang disebabkan oleh keadaan di luar kekuasaan auditor maupun klien adalah sulit melakukan pemeriksaan fisik aset karena lokasi tidak bisa dijangkau akibat banjir atau bencana lainnya;
Kondisi 2. Laporan keuangan yang diperiksa tidak sesuai dengan prinsip akuntansi yang diterima umum di Indonesia.
Contoh kondisi ini adalah jika klien tidak bersedia mengubah kebijakan mencatat nilai aset tetap berdasarkan harga penggantian (replacement cost) dan bukannya harga historis (historical cost) yang dipersyaratkan oleh prinsip akuntansi yang umum berlaku di Indonesia. Atau, klien menilai persediaan yang dimilikinya berdasarkan harga jual (selling price) dan bukannya harga historis atau harga yang terendah antara harga historis dan harga pasar (cost or market which is lower).
Kondisi 3. Prinsip akuntansi yang diterapkan dalam laporan keuangan tidak diterapkan secara konsisten.
Jika klien mengganti suatu perlakuan prinsip akuntansi dengan prinsip akuntansi yang lain (misalnya mengganti metode pencatatan persediaan dari First In First Out (FIFO) menjadi Last In First Out (LIFO), maka perubahan tersebut harus dinyatakan dalam laporan audit. Bahkan, jika penggunaan perubahan tersebut disetujui oleh auditor, pendapat unqualified tetap tidak dapat dibenarkan;
Kondisi 4. Ada beberapa ketidakpastian yang material yang mempengaruhi laporan keuangan yang tidak dapat diperkirakan kelanjutannya pada saat laporan audit dibuat.
Contoh kondisi ini adalah kemungkinan adanya tuntutan hukum kepada klien yang belum terselesaikan sampai dengan selesainya pekerjaan lapangan oleh auditor.
Kondisi 5. Auditor tidak independen
Jika auditor tidak independen, sangat jelas bahwa ia tidak diperkenankan memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian. Masalah independen auditor diatur secara jelas dalam standar umum auditing.
Untuk memperjelas hubungan opini yang diberikan selain unqualified dengan kondisi yang dibutuhkan, diuraikan dalam tabel 2.
Dalam memberikan opini, selain apa yang telah diuraikan di atas, auditor juga mempertimbangkan faktor materialitas dari suatu kondisi. Suatu kesalahan yang tidak material mungkin tidak akan mempengaruhi opini yang akan diberikan oleh auditor. Suatu kesalahan yang material bisa juga mempengaruhi jenis opini yang akan diberikan di luar opini wajar tanpa pengecualian. Untuk mengetahui hubungan antara tingkat materialitas, kondisi yang ada dan opini yang diberikan, tabel 3 akan menguraikannya.
Materialitas sendiri diartikan sebagai “suatu pernyataan yang salah (misstatement) dalam laporan keuangan dapat dikatakan material apabila pengetahuan akan kesalahan tersebut dapat mempengaruhi keputusan pembaca laporan keuangan yang mampu dan intelligent (Alvin A. Arens & James K. Loebbecke).”
Dalam praktik, dikenal tiga tingkatan materialitas untuk mempertimbangkan jenis laporan audit yang harus dibuat, yaitu jumlahnya tidak material, jumlahnya cukup material namun tidak melemahkan laporan keuangan secara keseluruhan, dan kesalahan dalam jumlah sangat material sehingga kebenaran keseluruhan laporan keuangan diragukan.
Rincian penjelasan masing-masing sebagai berikut:
1. Jumlahnya tidak material. Jika dalam suatu laporan keuangan yang diaudit diketemukan adanya kesalahan, namun tidak akan mempengaruhi keputusan yang akan dibuat oleh pembaca laporan keuangan, kesalahan tersebut dianggap tidak material, sehingga bisa diberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian;
2. Jumlahnya cukup material namun tidak melemahkan laporan keuangan secara keseluruhan. Jika suatu kesalahan dapat mempengaruhi keputusan yang dibuat oleh mereka yang berkepentingan, namun keseluruhan laporan keuangan tetap tersaji dengan wajar, sehingga laporan keuangan tetap berguna. Misalnya, ada kesalahan dalam penyajian persediaan, namun akun lainnya seperti kas dan setara kas, piutang, aset tetap, dan akun lainnya telah disajikan secara wajar. Dalam kondisi ini, maka pendapat pengecualian diberikan atas kesalahan penyajian persediaan saja;
3. Kesalahan dalam jumlah sangat material sehingga kebenaran keseluruhan laporan keuangan diragukan. Jika kesalahan yang terjadi sangat material sehingga bisa menyesatkan pihak-pihak yang berkepentingan yang membuat keputusan berdasarkan kepada keseluruhan akun laporan keuangan tersebut. Dalam contoh sebelumnya, bisa saja hanya akun persediaan yang salah, namun kalau jumlah kesalahannya sangatlah besar dibandingkan keseluruhan jumlah akun lainnya, maka kesalahan satu akun persediaan tersebut dianggap material.
Opini yang Baik
Manakah di antara opini-opini tersebut yang dianggap paling baik?
Opini yang paling baik adalah Wajar Tanpa Pengeculian (Unqualified Opinion). Opini ini diberikan karena auditor meyakini, berdasar bukti-bukti audit yang dikumpulkan, laporan keuangan telah bebas dari kesalahan-kesalahan atau kekeliruan yang material.
Opini terbaik kedua adalah Wajar Dengan Pengecualian (Qualified Opinion). Opini diberikan karena meskipun ada kekeliruan, namun kesalahan atau kekeliruan tersebut secara keseluruhan tidak mempengaruhi kewajaran laporan keuangan.
Opini paling buruk adalah Tidak Wajar (Adverse Opinion). Opini diberikan karena auditor meyakini, berdasar bukti-bukti yang dikumpulkannya, bahwa laporan keuangan mengandung banyak sekali kesalahan atau kekeliruan yang material. Artinya, laporan keuangan tidak menggambarkan kondisi keuangan secara benar.
Opini Tidak Memberikan Pendapat atau Menolak Memberikan Pendapat (Disclaimer Opinion) tidak bisa diartikan bahwa laporan keuangan sudah benar atau salah. Opini diberikan karena auditor tidak bisa meyakini apakah laporan keuangan benar atau salah. Ini terjadi karena auditor tidak bisa memperoleh bukti-bukti yang dibutuhkan untuk bisa menyimpulkan dan menyatakan apakah laporan sudah disajikan dengan benar atau salah.
(Usmansyah)
(disarikan dari buku Alvin Arens, A, Elder dan Sukrisno Agoes)
AUDIT FINANSIAL
Audit Finansial adalah audit untuk mengukur tingkat efisiensi,
efektivitas dan produktivitas suatu perusahaan. Sasarannya adalah :
1. Menilai efektivitas satuan kerja yang mengurus keuangan perusahaan dengan nama atau nomenkatur apapun satuan kerja itu dikenal
2. Mencari fakta dan infomarsi tentang efisiensi kerja internal satuan yang mengukur keuangan perusahaan.
1. Menilai efektivitas satuan kerja yang mengurus keuangan perusahaan dengan nama atau nomenkatur apapun satuan kerja itu dikenal
2. Mencari fakta dan infomarsi tentang efisiensi kerja internal satuan yang mengukur keuangan perusahaan.
Audit finansial melakukan pemeriksaan atas kewajaran praktek
akuntansi berdasarkan standart akuntansi yang diterima artinya audit
finansial memverifikasi apakah laporan keuangan yang memuat informasi
historis telah disajikan secara wajar
Karekteristik audit finansial :
1. bertujuan memberikan opini tentang kewajaran laopran keuangan
2. Ruang lingkupnya atas data atau catatan keuangan
3. Standart penilainya berdasarkan prinsip akuntansi secara umum
4. Guna dari audit finansial adalah untuk pihak luar ( ekstern )
1. bertujuan memberikan opini tentang kewajaran laopran keuangan
2. Ruang lingkupnya atas data atau catatan keuangan
3. Standart penilainya berdasarkan prinsip akuntansi secara umum
4. Guna dari audit finansial adalah untuk pihak luar ( ekstern )
Standart Auditing yang Berlaku Umum :
Auditor biasanya melakukan audit sesuai dengan Standart auditing yang berlaku umum ( generally accepted auditing standards – GAAS ). Standart audit merupakan alat pengukur untuk menilai kualitas prosedur audit. Standart ini bertujuan untuk memastikan tanggungjawab auditor dengan jelas dan dinyatakan dengan tegas serta bahwa tingkat tanggungjawab yang diasumsikan
telah jelas bagi pemakai laporan keuangan.
Auditor biasanya melakukan audit sesuai dengan Standart auditing yang berlaku umum ( generally accepted auditing standards – GAAS ). Standart audit merupakan alat pengukur untuk menilai kualitas prosedur audit. Standart ini bertujuan untuk memastikan tanggungjawab auditor dengan jelas dan dinyatakan dengan tegas serta bahwa tingkat tanggungjawab yang diasumsikan
telah jelas bagi pemakai laporan keuangan.
Prosedur Auditing finansial :
Tujuan utama audit laporan keuangan adalah untuk mengidentifikasi kesalahan dan penyimpangan yang jika tidak terdeteksi akan memberikan dampak materil pada kewajaran penyajian dan kesesuaian laporan keuangan dengan GAAP. Agar fisibel dan dapat dibenarkan secara ekonomis, proses audit bertujuan untuk mencapai tingkat kepastian yang wajar atas data yang ditelaah. Laporan audit dapat terkena kemungkinan kesalahan tersebut.
Tujuan utama audit laporan keuangan adalah untuk mengidentifikasi kesalahan dan penyimpangan yang jika tidak terdeteksi akan memberikan dampak materil pada kewajaran penyajian dan kesesuaian laporan keuangan dengan GAAP. Agar fisibel dan dapat dibenarkan secara ekonomis, proses audit bertujuan untuk mencapai tingkat kepastian yang wajar atas data yang ditelaah. Laporan audit dapat terkena kemungkinan kesalahan tersebut.
Audit Finansial meliputi :
1. Fungsi dasar menajemen keuangan
Tugas pokoknya manajemen keuangan pengambilan keputusan tentang penanaman modal pembiayaan kegiatan bisnis dan pembagian deviden. Kegiatan manajemen keuangan anatara lain adalah :
- Terlibat dalam perencanaan dan peramalan berbagai kegiatan bisnis
- Memberikan perhatian yang serius pada inventasi dan sumber pembiayaan
- Memainkan peranan prinsip efisiensi dalam membantu manajer lain.
1. Fungsi dasar menajemen keuangan
Tugas pokoknya manajemen keuangan pengambilan keputusan tentang penanaman modal pembiayaan kegiatan bisnis dan pembagian deviden. Kegiatan manajemen keuangan anatara lain adalah :
- Terlibat dalam perencanaan dan peramalan berbagai kegiatan bisnis
- Memberikan perhatian yang serius pada inventasi dan sumber pembiayaan
- Memainkan peranan prinsip efisiensi dalam membantu manajer lain.
2. Pengenalan Lingkungan Keuangan
Lingkungan keuangan tersebut misalnya pasar uang, lembaga keuangan, instrumen keuangan harus dikenali manajer keuangan agar mampu memanfaatkan demi persiapan keberadaan perusahaan untuk peningkatan kemampuan tumbuh kembangnya. Berdasarkan pengetauan dan pengalaman serta pemahaman pasar uang dan lembaga keuangan seorang manajer keuanan dapat mengambil keputusan yang tepat tentang instrumen keuangan mana yang dipandang paling tepat untuk digunakan misalnya perolehan modal untuk investasi dan bentuk pembiayaan lain dalam rangka perolehan dana yang diperlukan perusahaan
Lingkungan keuangan tersebut misalnya pasar uang, lembaga keuangan, instrumen keuangan harus dikenali manajer keuangan agar mampu memanfaatkan demi persiapan keberadaan perusahaan untuk peningkatan kemampuan tumbuh kembangnya. Berdasarkan pengetauan dan pengalaman serta pemahaman pasar uang dan lembaga keuangan seorang manajer keuanan dapat mengambil keputusan yang tepat tentang instrumen keuangan mana yang dipandang paling tepat untuk digunakan misalnya perolehan modal untuk investasi dan bentuk pembiayaan lain dalam rangka perolehan dana yang diperlukan perusahaan
3. Laporan Keuangan
Laporan keuangan mengandung informasi aktual dan akurat tentang kinerja perusahaan pada periode tertentu. Pembuatan laporan keuangan sangat penting karena akan bermanfaat bagi berbagai pihak misalnya pemodal, pemilik saham dalam mengambil keputusan tentang berlanjut tidaknya kegiatan penanaman modal dll. Keakuratan laporan keuangan harus memenuhi ketentuan akuntansi yang berlaku di negara bersangkutan.
Laporan keuangan mengandung informasi aktual dan akurat tentang kinerja perusahaan pada periode tertentu. Pembuatan laporan keuangan sangat penting karena akan bermanfaat bagi berbagai pihak misalnya pemodal, pemilik saham dalam mengambil keputusan tentang berlanjut tidaknya kegiatan penanaman modal dll. Keakuratan laporan keuangan harus memenuhi ketentuan akuntansi yang berlaku di negara bersangkutan.
4. Faktor Waktu dalam manajemen Keuangan
Waktu dalam hal pengambilan keputusan yang diarahkan pada pemantapan posisi keuangan perusahaan, yang paling penting dimensi waktu dipahami oleh para manajer keuangan, para analis keuangan dan para akuntan dalam pengelolaan keuangan perusahaan , karena dengan demikian mereka dapat mengambil langkah yang tepat dalam penyelanggaraan tugas fungsionalisnya dalam rangka peningkatan efisiensi, efektivitas dan produktivitas perusahaan.
Waktu dalam hal pengambilan keputusan yang diarahkan pada pemantapan posisi keuangan perusahaan, yang paling penting dimensi waktu dipahami oleh para manajer keuangan, para analis keuangan dan para akuntan dalam pengelolaan keuangan perusahaan , karena dengan demikian mereka dapat mengambil langkah yang tepat dalam penyelanggaraan tugas fungsionalisnya dalam rangka peningkatan efisiensi, efektivitas dan produktivitas perusahaan.
5. Penganggaran modal sebagi fungsi
Penganggaran modal adalah keseluruhan proses perencanaan pengeluaran uang yang akan diperolah kembali pada satu waktu dimasa depan. Sasarannya adalah pengeluaran yang pada dasarnya berupa investasi dan manambah kekayaan perusahaan dengan tujuan meningkatkan kemampuan perusahaan untuk mencapai tujuan.
Penganggaran modal adalah keseluruhan proses perencanaan pengeluaran uang yang akan diperolah kembali pada satu waktu dimasa depan. Sasarannya adalah pengeluaran yang pada dasarnya berupa investasi dan manambah kekayaan perusahaan dengan tujuan meningkatkan kemampuan perusahaan untuk mencapai tujuan.
6. Pentingnya analisis, perencanaan dan pengendalian keuangan
Analisis, perencanaan sdan pengendalian keuangan berpengaruh pada peningkatan efisiensi, efektivitas, produktivitas kerja perusahaan dengan berbagai komponennya akan semakin besar karena adanya upaya dari semua pihak dalam perusahaan untuk menghilangkan atau paling sedikit mengurangi terjadinya pemborosan.
Analisis, perencanaan sdan pengendalian keuangan berpengaruh pada peningkatan efisiensi, efektivitas, produktivitas kerja perusahaan dengan berbagai komponennya akan semakin besar karena adanya upaya dari semua pihak dalam perusahaan untuk menghilangkan atau paling sedikit mengurangi terjadinya pemborosan.
7. Manajemen Modal Kerja
Merupakan investasi yang dibuat oleh perusahaan dalam berbagai bentuk. Misal dengan mengurangi kewajiban lancar yang akan digunakan untuk membiayai harta lancar. Modal kerja merupakan investasi yang digunakan oleh perusahaan dalam berbagai bentuk misalnya uang tunai, surat berharga, pitang, persediaan bahan atau produk jadi.
Merupakan investasi yang dibuat oleh perusahaan dalam berbagai bentuk. Misal dengan mengurangi kewajiban lancar yang akan digunakan untuk membiayai harta lancar. Modal kerja merupakan investasi yang digunakan oleh perusahaan dalam berbagai bentuk misalnya uang tunai, surat berharga, pitang, persediaan bahan atau produk jadi.
8. Manajeman Kas dan Surat Berharga
Pada tingkat tertentu likuditas perusahaan ditentukan oleh kemampuan manajer keuangan mengelola arus kas dan surat berharga. Peran surat berharga adalah sebagai pengganti uang tunai dikas dan sebagai investasi sementara. Oleh karena itu seorang manajer keuangan harus memahami kriteria yang tepat dugunakan dalam kepemilikan berbagai surat berharga terutama dilihat dari segi resiko pemilikan keuangan, suku bunga, daya beli, mudah tidaknya dicairkan, beban pajak yang dipikul, hasil bunga yang relatif.
Pada tingkat tertentu likuditas perusahaan ditentukan oleh kemampuan manajer keuangan mengelola arus kas dan surat berharga. Peran surat berharga adalah sebagai pengganti uang tunai dikas dan sebagai investasi sementara. Oleh karena itu seorang manajer keuangan harus memahami kriteria yang tepat dugunakan dalam kepemilikan berbagai surat berharga terutama dilihat dari segi resiko pemilikan keuangan, suku bunga, daya beli, mudah tidaknya dicairkan, beban pajak yang dipikul, hasil bunga yang relatif.
9. Manajeman Persediaan
Pengelolaannya dengan tingkat yang seefisien mungkin menyangkut bahan baku atau bahan mentah, bahan setengah jadi atau siap dijual. Manajeman persediaan harus terselenggara dengan baik mampu mengkontrol persediaan barang agar tidak menumpuk digudang tetapi juga jangan sampai minim persediaan sehingga permintaan konsumen terpenuhi.
Pengelolaannya dengan tingkat yang seefisien mungkin menyangkut bahan baku atau bahan mentah, bahan setengah jadi atau siap dijual. Manajeman persediaan harus terselenggara dengan baik mampu mengkontrol persediaan barang agar tidak menumpuk digudang tetapi juga jangan sampai minim persediaan sehingga permintaan konsumen terpenuhi.
10. Manajemen Kredit
Dalam berbagai transaksi antara perusahaan dan pelanggan terkadang terdapat kebijaksanaan kredit maka manajer keuangan dihadapkan pada pengambilan keputusan tentang standart kredit, syarat kredit, menilai kredibilitas pelanggan yang meliputi 5 C yaitu :
- Character
- Capacity
- Capital
- Collateral
- Condition
Tetapi pemberian kredit harus sesuai dengan kondisi perusahaan karena manajemen keuangan semakin berorientasi pada penghematan atau keterbatasan dana perusahaan. Perlu diketahui sumber dana perusahaan berasal dari :
- Sebagian kekayaan pemodal yang disisihkan sebagi modal kerja perusahaan
- Equity
- Penjualan saham bagi perusahaan yang sudah go public
- Pinjaman dari lembaga keuangan atau bank
- Keuntungan yang diperoleh perusahaan dalam penjualan produk
Dalam berbagai transaksi antara perusahaan dan pelanggan terkadang terdapat kebijaksanaan kredit maka manajer keuangan dihadapkan pada pengambilan keputusan tentang standart kredit, syarat kredit, menilai kredibilitas pelanggan yang meliputi 5 C yaitu :
- Character
- Capacity
- Capital
- Collateral
- Condition
Tetapi pemberian kredit harus sesuai dengan kondisi perusahaan karena manajemen keuangan semakin berorientasi pada penghematan atau keterbatasan dana perusahaan. Perlu diketahui sumber dana perusahaan berasal dari :
- Sebagian kekayaan pemodal yang disisihkan sebagi modal kerja perusahaan
- Equity
- Penjualan saham bagi perusahaan yang sudah go public
- Pinjaman dari lembaga keuangan atau bank
- Keuntungan yang diperoleh perusahaan dalam penjualan produk
Audit Keuangan dimaksudkan untuk mencari dan menentukan informasi
tentang bagaimana rencana aksi yang telah ditetapkan dapat diwujudkan
melalui berbagai kegiatan operasional dilihat khusus dari segi keuangan.
Pengauditan tidak diperkenankan dilakukan berdasarkan analisis
subjektif maka harus dilakukan analisis tentang hasil yang nyata dicapai
dalam pelaksanaanya dalam kurun waktu tertentu. Hasil nyata dapat
diuji dengan :
Membandingkan arahan yang terdapat dalam rencana perusahaan dengan
hasil yang benar – benar dicapai melalui implementasi rencana
Meneliti secara cermat rencana induk pada masing – masing bidang fungsional yang dimuat dalam rencana strategi dengan maksud untuk melihat apakah rencana bidang fungsional sudah berperan efektif
Proses audit harus bermuara pada penelitian tentang tepat tidaknya struktur organisasi yang diberlakukan dalam lingkungan perusahaan.
Terkadang perusahaan tidak menentukan sasaran strategis yang ingin dicapai, tidak mempunyai rencana induk, tidak menciptakan suatu mekanisme pengawasan yang dimaksud untuk menjamin beroperasinya perusahaan dengan efisiensi dan efektif. Maka manajemen audit dapat mengambil langkah :
- Menjelaskan secara spesifik tingkat dari inefisiensi yang terjadi
- Merinci berbagai permasalahan dimasa lalu yang timbul sebagai akibat langsung dari inefisiensi
- Mengkualifikasikan akibat inefisiensi dalam bentuk uang dalam arti mendokumentasikan kerugian yang dialami serta membuat perkiraan tentang pemborosan yang dapat dihindari
Meneliti secara cermat rencana induk pada masing – masing bidang fungsional yang dimuat dalam rencana strategi dengan maksud untuk melihat apakah rencana bidang fungsional sudah berperan efektif
Proses audit harus bermuara pada penelitian tentang tepat tidaknya struktur organisasi yang diberlakukan dalam lingkungan perusahaan.
Terkadang perusahaan tidak menentukan sasaran strategis yang ingin dicapai, tidak mempunyai rencana induk, tidak menciptakan suatu mekanisme pengawasan yang dimaksud untuk menjamin beroperasinya perusahaan dengan efisiensi dan efektif. Maka manajemen audit dapat mengambil langkah :
- Menjelaskan secara spesifik tingkat dari inefisiensi yang terjadi
- Merinci berbagai permasalahan dimasa lalu yang timbul sebagai akibat langsung dari inefisiensi
- Mengkualifikasikan akibat inefisiensi dalam bentuk uang dalam arti mendokumentasikan kerugian yang dialami serta membuat perkiraan tentang pemborosan yang dapat dihindari
Agar audit keuangan mencapai sasaran maka dapat dilakukan :
Sasaran Finansial Perusahaan
Objek pertama adalah audit pencarian, penemuan dan pengumpulan informasi tentang tercapai tidaknya sasaran finansial perusahaan. Dari temuan tersebut akan terlihat apakah fungsi manajeman keuangan mendukung atau tidanya keseluruhan upaya pencapaian tujuan berbagai sasaran perusahaan. Kedua audit harus ditujukan pada pencarian, penemuan pengumpulan informasi tentang posisi finansial masing – masing satuan kerja perusahaan. Keduanya harus dilakukan karena :
- Untuk menjamin bahwa posisi keuangan berbagai satuan kerja atau bidang fungsional memperkuat posisi finansial perusahaan sebagai keseluruhan dan tidak justru berkembang menjadi individu.
- Untuk menjamin bahwa para manajer yang melakukan berbagai komponen perusahaan mematuhi dan menaati kebijaksanaan finansial yang ditetapkan oleh manajer keuangan termasuk kebijaksanaan perusahaan menyangkut pengawasan bidang keuangan.
Sasaran Finansial Perusahaan
Objek pertama adalah audit pencarian, penemuan dan pengumpulan informasi tentang tercapai tidaknya sasaran finansial perusahaan. Dari temuan tersebut akan terlihat apakah fungsi manajeman keuangan mendukung atau tidanya keseluruhan upaya pencapaian tujuan berbagai sasaran perusahaan. Kedua audit harus ditujukan pada pencarian, penemuan pengumpulan informasi tentang posisi finansial masing – masing satuan kerja perusahaan. Keduanya harus dilakukan karena :
- Untuk menjamin bahwa posisi keuangan berbagai satuan kerja atau bidang fungsional memperkuat posisi finansial perusahaan sebagai keseluruhan dan tidak justru berkembang menjadi individu.
- Untuk menjamin bahwa para manajer yang melakukan berbagai komponen perusahaan mematuhi dan menaati kebijaksanaan finansial yang ditetapkan oleh manajer keuangan termasuk kebijaksanaan perusahaan menyangkut pengawasan bidang keuangan.
Pentingya pelaksanaan audit :
- Untuk meneliti apakah tujuan dan berbagai sasaran perusahaan memenuhi berbagai sasaran perusahaan memenuhi berbagai persyaratan seperti kelayakan , kewajaran dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan etika
- Menemukan fakta apakah berbagai komponen perusahaan memenuhi standar kinerja yang dibutukan
- Untuk meneliti apakah tujuan dan berbagai sasaran perusahaan memenuhi berbagai sasaran perusahaan memenuhi berbagai persyaratan seperti kelayakan , kewajaran dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan etika
- Menemukan fakta apakah berbagai komponen perusahaan memenuhi standar kinerja yang dibutukan
Perencanaan keuangan sebagai objek audit
- Efektivitas atau tidaknya satuan kerja yang mengurus keuangan perusahaan menyelenggarakan fungsi perencanaan bagi satuan kerja.
- Mencari dan menemukan fakta tentang mutu rencana yang disusun oleh para manajer pada masing – masing satuan kerja
- Efektivitas atau tidaknya satuan kerja yang mengurus keuangan perusahaan menyelenggarakan fungsi perencanaan bagi satuan kerja.
- Mencari dan menemukan fakta tentang mutu rencana yang disusun oleh para manajer pada masing – masing satuan kerja
Organisasi sebagai objek audit
Satuan kerja mempunyai arti penting untuk mengurus keuangan perusahaan, pimpinan sebaiknya menjadi anggota dalam tim manajemen puncak. Maka perlukan diwujudkan :
- Pimpinan satuan kerja bidang keuangan untuk turut serta dalam pengambilan keputusan strategis perusahaan
- Satuan kerja bidang keuangan dapat bekerja secara independen
- Bantuan dan nasihat yang diabaikan dapat diterima manajer pada lingkungan lain.
- Diperlakukan sejajar dengan komponen lain baik komponen yang menyelenggarakan tugas pokok maupun tugas penunjang.
Satuan kerja mempunyai arti penting untuk mengurus keuangan perusahaan, pimpinan sebaiknya menjadi anggota dalam tim manajemen puncak. Maka perlukan diwujudkan :
- Pimpinan satuan kerja bidang keuangan untuk turut serta dalam pengambilan keputusan strategis perusahaan
- Satuan kerja bidang keuangan dapat bekerja secara independen
- Bantuan dan nasihat yang diabaikan dapat diterima manajer pada lingkungan lain.
- Diperlakukan sejajar dengan komponen lain baik komponen yang menyelenggarakan tugas pokok maupun tugas penunjang.
Dengan demikian satuan kerja di bidang keuangan sebagai sasaran audit
maka informasi yang diperoleh akan mampu memberi masukan pentingnya
organisasi bidang keuangan dapat dikelola secara efektif.
Pengawasan Keuangan sebagai objek audit
Fungsi pengawasan di bidang keuangan terdiri dari analisis keuangan dan akunting yang berfungsi untuk mengumpulkan mengklasifikasikan menganalisis dan melaporkan hasil kegiatan operasional maka audit bidang keuangan harus mampu menemukan dan mengumpulkan informasi tentang kekuatan dan kelemahan dalam proses pengendalian keuangan perusahaan melalui proses akunting yang tepat.
Fungsi pengawasan di bidang keuangan terdiri dari analisis keuangan dan akunting yang berfungsi untuk mengumpulkan mengklasifikasikan menganalisis dan melaporkan hasil kegiatan operasional maka audit bidang keuangan harus mampu menemukan dan mengumpulkan informasi tentang kekuatan dan kelemahan dalam proses pengendalian keuangan perusahaan melalui proses akunting yang tepat.
Laporan Audit
Masih menjadi perdebatan antara auditor pemakai laporan keuangan dan pihak terkait lain ( pengadilan , badan pengatur ) mengenai arti “ penyajian secara wajar “ ( present fairly ) pada laporan audit. Banyak auditor berpendapat bahwa laporan keuangan disajikan dengan wajar jika sesuai dengan prinsip – prinsip akuntansi yang berlaku umum dan kewajaran berarti hanya jika diukur berdasarkan standart tertentu. Namun beberapa kasus laporan keuangan yang seharusnya disusun berdasarkan prinsip akuntansi ternyata menyesatkan.
Masih menjadi perdebatan antara auditor pemakai laporan keuangan dan pihak terkait lain ( pengadilan , badan pengatur ) mengenai arti “ penyajian secara wajar “ ( present fairly ) pada laporan audit. Banyak auditor berpendapat bahwa laporan keuangan disajikan dengan wajar jika sesuai dengan prinsip – prinsip akuntansi yang berlaku umum dan kewajaran berarti hanya jika diukur berdasarkan standart tertentu. Namun beberapa kasus laporan keuangan yang seharusnya disusun berdasarkan prinsip akuntansi ternyata menyesatkan.
Bahasa audit telah direvisi untuk memperkecil jarak antara
tanggungjawab ingin diasumsikan auditor dengan asumsi tanggungjawab
auditor menurut kepercayaan masyarakat. Bahasa yang diinginkan tidak
teknis dan lebih emplisit menyatakan tanggungjawab yang diasumsikan
kantor auditor. Laporan audit finansial memberikan indikasi :
Laporan keuangan telah diaudit. Hal ini ditujukan sebagai penjabaran proses
Laporan keuangan merupakan tanggung jawab manajemen dan pendapat atas laporan keuangan merupakan tanggungjawab auditor. Hal ini memberikan pemakai arah tanggungjawab yang asumsikan masing – masing pihak
Laporan keuangan merupakan tanggung jawab manajemen dan pendapat atas laporan keuangan merupakan tanggungjawab auditor. Hal ini memberikan pemakai arah tanggungjawab yang asumsikan masing – masing pihak
Audit dilakukan sesuai dengan standart audit yang diterima umum dan
dirancang untuk mendapatkan tingkat kepastian yang layak bahwa laporan
keuangan bebas dari salah saji
Auditor menerapkan prosedur agar memperoleh keyakinan memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji. Suatu audit meliputi :
- Pemeriksaan atas dasar pengujian bukti yang mendukung jumlah dan pengungkapan dalam laporan keuangan
- Penilaian atas prinsip akuntansi yang digunakan dan estimasi yang dibuat manajemen
- Evaluasi terhadap penyajian laporan keuangan secara keseluruhan
Auditor menerapkan prosedur agar memperoleh keyakinan memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji. Suatu audit meliputi :
- Pemeriksaan atas dasar pengujian bukti yang mendukung jumlah dan pengungkapan dalam laporan keuangan
- Penilaian atas prinsip akuntansi yang digunakan dan estimasi yang dibuat manajemen
- Evaluasi terhadap penyajian laporan keuangan secara keseluruhan
Apakah laporan keuangan menyajikan secara wajar dalam semua hal
yang material posisi keuangan hasil usaha dan arus kas perusahaan untuk
periode laporan