1.
Putusan MA-RI No. 2332.K/Pdt/1985, tanggal 29 Mei 1986 : Direktur suatu
Badan Hukum (PT) dapat bertindak langsung mengajukan gugatan dan tidak
perlu lebih dulu mendapatkan surat kuasa khusus dari Presiden Direktur
dan para pemegang saham, karena PT sebagai Badan hukum dapat langsung
mengajukan gugatan diwakili oleh Presiden Direktur (= Dirut).
2.
Putusan MA-RI No. 2884.K/Pdt/1985, tanggal 29 Mei 1986 : Jika ternyata
kedudukan yang disandang seseorang adalah lembaga Perwakilan atau
Representative menurut Common Law System (Anglo Saxon), hal itu tidak
sama pengertian dan bentuk kuasa yang dikenal dalam BW.
In Casu,
ternyata Tergugat adalah Representative dari United Maritim Corp. SA.
sehingga dia sepenuhnya dapat digugat sebagai subyek yang bertanggung
jawab penuh tanpa kuasa dari induk perusahaan;
3. Putusan MA-RI
No.2539K/Pdt/1985, tanggal 30 Juli 1987 : Ternyata PD Panca Karya
adalah Badan Hukum dan menurut PERDA Tk. I Maluku No. 5/1963, Ps. 16 (1)
Direksi mewakili Perusahaan Daerah (PD) di dalam dan diluar Pengadilan,
dia dapat bertindak sebagai pihak (subyek) tanpa kuasa dari Pemda”.
Istilah pemberian kuasa Khusus tertulis kemudian di informasikan
sebagai “Surat Kuasa Khusus” sebagaimana Pasal 123 HIR/147 RBg dan
dipertegas lagi dengan SEMA yang menentukan syarat-syarat sahnya surat
kuasa khusus tersebut;
4. Putusan MA-RI No.779.K/Pdt/1992 :
“Tidak diperlukan legalisasi atas surat kuasa khusus dibawah tangan.
Tanpa legalisasi surat kuasa khusus di bawah tangan telah memenuhi
syarat formil”;
5. Putusan MA-RI No.321.K/Sip/1974, tanggal 19
Agustus 1975 : Tentang Kuasa limpahan (Kuasa Substitusi) Pengoperan
pemberian kuasa dari pihak kuasa penjual dengan hanya membuat suatu
pernyataan dan bukan berdasarkan surat kuasa Substitusi adalah tidak
sah;
6. Putusan MA-RI No.1060.K/Sip/1972, tanggal 14 Oktober 1975 :
Meskipun dalam surat kuasa tanggal 3 Agustus 1969 ada kata-kata “Surat
Kuasa penuh yang tidak dapat ditarik kembali”, pembatalan surat Kuasa
tersebut oleh pemberi kuasa dapat dibenarkan menurut hukum, karena hal
ini adalah hak daripada pemberi kuasa dan ternyata penerima kuasa telah
mengadakan penyimpangan dan pelanggaran terhadap Surat Kuasa;
7.
Putusan MA-RI No.731.K/Sip/1975, 16 Desember 1976 : Ketentuan Pasal 1813
BW, tidak bersifat limitatif dan juga tidak mengikat oleh karena itu
jika sifat perjanjian memang menghendaki, dapat ditentukan pemberian
kuasa tidak dapat dicabut kembali (Kuasa Mutlak) karena pasal-pasal
dalam hukum perjanjian bersifat mengatur, vide = Putusan MA-RI No.
3604.K/Pdt/1985, tanggal 17 Nopember 1987;
8. Putusan MA-RI No.
941.K/1975, tanggal 8 Pebruari 1977 : Karena menurut kenyataan
sehari-hari Tergugat bertindak selaku Kepala Cabang PT. Pelayaran Rakyat
Indonesia di Ujung Pandang, ia harus dipandang bertanggung jawab di
dalam maupun di luar Pengadilan. (Persona Standi In Judicio);
9.
Putusan MA-RI No.601.K/Sip/1975, tanggal 20 April 1977 : Gugatan
Penggugat tidak dapat diterima, karena dalam surat gugatan, Tergugat
digugat secara pribadi, padahal dalam dalil gugatan, Tergugat digugat
secara pribadi, padahal dalam dalil gugatannya (Posita) disebutkan
Tergugat sebagai pengurus yayasan yang menjual rumah-rumah milik
yayasan, seharusnya Tergugat digugat sebagai Pengurus yayasan;
10. Putusan MA-RI No.1004.K/Sip/1974, tanggal 27 Oktober 1977 :
Karena Pemerintah Kelurahan Krajan digugat dalam kedudukannya selaku
aparat Pemerintah Pusat, gugatan seharusnya disampaikan kepada
Pemerintah RI qq. Depdagri 11. Gubernur Jateng qq. Pemerintah Kelurahan
Krajan.
11. Putusan MA-RI No. 453.K/Sip/1971, tanggal 27 April 1976;
Karena dalam surat kuasa sudah disebutkan untuk pemeriksaan dalam
tingkat banding kasasi, dan dari berita acara pemeriksaan sidang pertama
ternyata bahwa yang bersangkutan hadir sendiri dengan didampingi oleh
kuasanya, maka dianggap surat kuasa tersebut juga untuk pemeriksaan
tingkat banding dan sudah khusus, meskipun surat kuasa itu tidak dibuat
untuk perkara ini, sehingga permohonan banding seharusnya dapat
diterima;
12. Putusan MA-RI No.01.K/Sip/1971, tanggal 13 Nopember 1971 :
Suatu surat kuasa untuk mengajukan permohonan kasasi yang memuat dua
tanggal (dimana tanggal yang satu adalah tanggal 29 Oktober 1970 dan
tanggal yang lain adalah tanggal 29 Nopember 1970) dan akta kasasi
diajukan tanggal 23 Nopember 1970, harus dikualifikasi (diqualificeer)
sebagai suatu surat kuasa yang tidak dapat memberi wewenang kepada
pemegang surat kuasa tersebut untuk bertindak atas nama si pemberi
kuasa;
13. Putusan MA-RI No.288.PK/Pdt/1986, tanggal 23 Desember 1987 :
Baik putusan Pengadilan Tinggi maupun putusan Mahkamah Agung, hanya
menilai segi formalnya dari penggunaan upaya hukum yang keliru terhadap
putusan verstek oleh Pemohon PK/dahulu PelawanTergugat verstek, maka
permohonan PK ditafsirkan ditujukan pada putusan Pengadilan Negeri
Jakarta Barat tanggal 19 Agustus 1982 No. 158/1982 G;
Karena
ternyata Surat Kuasa yang diterima oleh Julian Usman dan H. Nuranini dan
Siti Djuriah, masing-masing tanggal 25 Juni 1987 sebagai dasar untuk
mengajukan gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat tidak menyebutkan
obyek perkara, sehingga Surat Kuasa tersebut tidak memenuhi syarat
Surat Kuasa Khusus karena tidak menyebut apa yang harus digugat (obyek
gugatan), sedang surat-surat kuasa lainnya (bukti P.V s.d. P.VIII)
selain tidak dapat dipakai sebagai dasar untuk mengajukan gugatan juga
tidak menyebutkan kewenangan penerimaan kuasa untuk mengajukan gugatan
dan karenanya gugatan Penggugat harus dinyatakan tidak dapat diterima;
Pasal 123 HIR, Pasal 67 dst UU No. 14 Th. 1985, Pasal 125 HIR.
14. Putusan MA-RI No.425.K/Pdt/1984, tanggal 30 September 1985 :
Sekalipun surat kuasa Penggugat tidak bersifat khusus, karena tidak
menyebutkan subyek gugatannya sebagai pihak Tergugat, tetapi karena
dalam beberapa kali persidangan Penggugat secara pribadi hadir maka
harus dianggap bahwa Penggugat tidak keberatan didampingi oleh kuasanya
dengan segala sesuatunya yang berhubungan dengan gugatan perkara itu;
15. Putusan MA-RI No.359/Pdt/1992, tanggal 10 Maret 1994 :
Bahwa judec-facti telah salah menerapkan hukum, surat gugatan Tergugat
dibuat dan ditandatangani oleh kuasanya tertanggal 3 Desember 1988,
dengan demikian pada tanggal 3 Desember 1988 yang bersangkutan belum
menjadi kuasa hukumnya, sehingga ia tidak berhak menandatangani surat
gugatan tersebut;
16. Putusan MA-RI No.904.K/Sip/1973, tanggal 29 Oktober 1975 :
Dalam mempertahankan gono-gini, terhadap orang ketiga, memang benar
salah seorang dari suami-isteri dapat bertindak sendiri, tetapi karena
perkara ini tidak mengenai gono-gini, suami tidak dapat bertindak selaku
kuasa dari istrinya tanpa Surat Kuasa Khusus untuk itu;
17. Putusan MA-RI No. 668.K/Sip/1974, tanggal 19 Agustus 1975 :
Keberatan yang diajukan Penggugat untuk kasasi : bahwa Surat Kuasa
tanggal 30 April 1972 tidak relevan karena pemberi kuasa (A. Sarwani)
selalu hadir dalam sidang-sidang Pengadilan Negeri sampai pada putusan
diucapkan; dapat dibenar-kan, karena Surat Kuasa tersebut sudah cukup,
karena menyebut : “mengajukan gugatan terhadap BNI-1946 Jakarta di
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan/Barat”, dan juga menyebut “naik
appel”, lagi pula pada persidangan-persidangan Pengadilan Negeri pihak
materiele partij juga selalu hadir;
Oleh Pengadilan Tinggi Surat
Kuasa tersebut karena hanya menyebut pihak-pihak yang berperkara saja
dan sama sekali tidak menyebut apa yang mereka perkarakan itu, dianggap
tidak bersifat khusus, bertentangan dengan Pasal 123 HIR sehingga
gugatan dinyatakan tidak dapat diterima;
18. Putusan MA-RI
No.174.K/Sip/1974, tanggal 6 Maret 1975 : Bahwa orang yang dalam
pemeriksaan di Pengadilan Negeri di dengar sebagai saksi, di Pengadilan
Tinggi bertindak sebagai Kuasa dari Terbanding / Penggugat asal,
tidaklah bertentangan dengan HIR;
19. Putusan MA-RI No.42.K/Sip/1974,
tanggal 5 Juni 1975 : Orang yang bertindak sebagai kuasa penjual dalam
jual-beli, tidak dapat secara pribadi (tanpa Kuasa Khusus dari penjual)
mengajukan gugatan terhadap pembeli, gugatan harus dinyatakan tidak
dapat diterima);
20. Putusan MA-RI No.116.K/Sip/1973, tanggal 16
September 1975 Surat Kuasa yang isinya : “Dengan ini kami memberi kuasa
kepada Abdul Salam ….guna mengurusi kepentingan kami untuk mengajukan
gugatan, bukti-bukti serta saksi-saksi di Pengadilan Negeri Gresik”,
adalah bukan Surat Kuasa Khusus dan surat gugatan yang ditandatangani
dan diajukan oleh Kuasa berdasarkan Surat Kuasa tersebut dinyatakan
tidak dapat diterima;
21. Putusan MA-RI No. 531.K/Sip/1972, tanggal 25 Juli 1974 :
Surat Kuasa untuk menjaga, mengurus harta benda yang bergerak dan tidak
bergerak, tanah-tanah, rumah-rumah, hutang dan semua kepentingan
seseorang adalah suatu Surat Kuasa Umum yang bagaimanapun juga tidak
dapat dianggap sebagai suatu Surat Kuasa Khusus untuk berperkara di
depan Pengadilan;
22. Putusan MA-RI No.1158.K/Sip/10973, tanggal l13 Januari 1974 :
Surat Kuasa tanggal 3 Mei 1971 menunjukkan kepada gugatan yang sudah
masuk yang sudah jelas-jelas siapa-siapa lawan dalam perkara dan apa
saja yang menjadi obyek perselisihan sehingga sudah memenuhi ketentuan
Pasal 123 HIR;
23. Putusan MA-RI No.106.K/Sip/1973, tanggal 11 Juni
1973 : Surat Kuasa yang diketahui dan disahkan oleh Camat bukanlah Surat
Kuasa yang dikehendaki oleh Pasal 147 Rbg., maka gugatan harus
dinyatakan tidak dapat diterima;
24. Putusan MA-RI No. 425.K/Pdt/1984, tanggal 30 September 1985 :
…………….dst;
Mengenai Surat Kuasa yang dimaksud dapat dijelaskan bahwa sebenarnya
Surat Kuasa tersebut tidak bersifat khusus, akan tetapi karena Penggugat
hadir sendiri didampingi kuasanya maka menjadi jelas/pasti bagi
Tergugat bahwa Penggugat benar telah memberi kuasa kepada kuasanya yang
dimaksud. Oleh karena itu pula Tergugat tidak mengajukan eksepsi
terhadap Surat Kuasa tersebut;
Perlu diperhatikan pula bahwa
ternyata Pengadilan Negeri dalam prakteknya sering tidak memperhatikan
tepat atau tidaknya suatu Surat Kuasa. Seperti halnya dalam perkara ini
Pengadilan Negeri sama sekali tidak memper-timbangkan mengenai Surat
Kuasa ini;
25. Putusan MA-RI No.288.PK/Pdt/1986, tanggal 23 Desember 1987 :
Surat Kuasa Khusus
1.
Tafsiran Majelis Peninjauan Kembali terhadap permohonan peninjauan
kembali sehingga dianggap diajukan terhadap putusan Pengadilan Negeri
Jakarta Barat menurut hemat saya (Prof. Asikin Kusumah Atmadja, SH.)
adalah tepat;
2. Menurut hemat saya masih merupakan suatu pernyataan
terbuka – SOR – apakah Surat Kuasa yang keliru karena tidak menyebut
apa yang harus digugat, merupakan suatu kekeliruan yang nyata seperti
yang dimaksudkan oleh Pasal 67 dst. Undang-undang No. 14 th. 1985.
Bagaimana
umpama kalau Tergugat tidak berkeberatan terhadap Surat Kuasa tersebut
atau seandainya pokok perkara sudah benar putusannya, hanya hal Surat
Kuasa saja yang salah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar