Welcome To My World

Life is about limited chance....that will never come twice

Senin, 17 September 2012

Produk PA (Putusan & Penetapan)



Bab I

PENDAHULUAN 

a. Latar Belakang
Peradilan Agama adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu yang tugas pokoknya adalah menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan perkara yang diajukan kepadanya.
Produk pengadilan agama sebagai bentuk penyelesaian perkara yang diperoleh dari hasil pemeriksaan perkara di persidangan oleh hakim sebagai ujung tombak lembaga peradilan itu ada tiga macam, yaitu:
1. Putusan.
2. Penetapan.
3. Akta Perdamaian, selain itu ada pula produk Pengadilan Agama yang bukan produk sidang tetapi berkekuatan hukum seperti putusan sebagai akta otentik, yaitu: Akta Komparasi dan Akta Keahliwarisan.
b. Rumusan Masalah
Dari apa yang telah dipaparkan maka yang akan menjadi bahan pembahasan selanjutnya adalah :
1. Apa itu putusan dan penetapan?
2. Perbedaan antara putusan dengan penetapan?


Bab II

PEMBAHASAN 

a. Pengertian
Putusan ialah pernyataan hakim yang dituangkan dalam bntuk tertulis dan diperoleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum, sebagai hasil dari pemeriksaan perkara gugatan (kontentius).
Penetapan ialah juga pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum, sebagai hasil dari pemeriksaan perkara permohonan (voluntair).
Suatu putusan atau penetapan harus dikonsep terlebih dahulu paling tidak 1 (satu) minggu sebelum diucapkan dipersidangan untuk menghindari adanya perdebatan isi putusan yang diucapkan dengan yang tertulis (Surat Edaran Mahkamah Agung No. 5/1959 tanggal 20 April 1959 dan Nomor 1/1962 tanggal 7 Maret 1962).
Putusan sebagai salah satu produk pengadilan agama yang dijatuhkan seorang hakim sebagai hasil pemeriksaan perkara di persidangan mesti memperhatikan tiga hal yang sangat fundamental dan essensial, yaitu:
· keadilan (gerechtigheit),
· kemampaatan (zwachmatigheit) dan
· kepastian (rechtsecherheit).
Ketiga hal tersebut mesti diperhatikan secara seimbang dan profesional, meskipun dalam praktek sangat sulit mewujudkannya. Hakim mesti berupaya semaksimal mungkin agar setiap putusan yang dijatuhkan itu mengandung asas tersebut diatas. Jangan sampai putusan hakim justru menimbulkan keresahan dan kekacauan dalam kehidupan masyarakat, terutama bagi para pihak pencari keadilan.
Selain itu, perlu diketahui pula bahwa hakim juga mengeluarkan penetapan-penetapan lain yang bersifat teknis administrasi yang dibuat bukan sebagai produk sidang, misalnya: penetapan hari sidang, penetapan perintah pemberitahuan isi putusan dan sebagainya. Semua itu bukan produk sidang dan tidak pula diucapkan dalam sidang terbuka, serta tidak memakai title “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Mahaesa”.
b. Perbedaan antara putusan dengan penetapan
Putusan hakim mempunyai 3 (tiga) macam kekuatan:
1. Kekuatan mengikat
2. Kekuatan pembuktian
3. Kekuatan eksekutorial
1. Kekuatan Mengikat
· Artinya putusan hakim itu mengikat para pihak yang berperkara dan yang terlibat dalam perkara itu.
· Para pihak tunduk dan menghormati putusan itu
· Terikatnya para pihak kepada putusan hakim itu, baik dalam arti positif maupun negative (pasal 197, 1920 BW, 134 Rv)
· Mengikat dalam arti positif, yakni bahwa apa yang telah diputus oleh hakim harus dianggap benar (Res judicara preveritate habetur), dan tidak dimungkinkan pembuktian lawan
· Mengikat dalam arti negative, artinya bahwa hakim tidak boleh memutus lagi perkara yang pernah diputus sebelumnya antara pihak yang sama serta mengenai pokok perkara yang sama = nebis in indem, (pasal 134 Rv)
· Putusan hakim yang telah memperoleh kakuatan hokum tetap tidak dapat dirubah, sekalipun dengan upaya hokum luarbiasa (yaitu Request civil dan derdent verzet)
· Segala pertimbangan hakim yang dijadikan dasar putusan serta amar putusan (dictum) merupakan suatu kesatuan dan mempunyai kekuatan mengikat.
· Sedang mengenai hasil konstatiring hakim (penetapan) mengenai kebenaran peristiwa tertentu dengan alat bukti tertentu, maka dalam sengketa lain peristiwa tersebut masih dapat disengketakan.
2. Kekuatan Pembuktian
· Artinya dengan putusan hakim itu telah diperoleh kepastian tentang sesuatu yang terkandung dalam putusan itu
· Putusan hakim menjadi bukti bagi kebenaran sesuatu yang termuat didalamnya
· Putusan pidana yang telah memperoleh kekuatan hokum tetap dapat menjadi bukti dalam sengketa perkara perdata mengenai hal itu (tindak pidana) pasal 1918 dan 1919 BW
· Demikian pula putusan perdata menjadi bukti dalam sengketa perkara perdata mengenai hal itu
· Apa yang telah diputuskan oleh hakim harus dianggap benar dan tidak boleh diajukan lagi perkara baru mengenai hal yang sama dan antara pihak-pihak yang sama pila (nebis idem)
3. Kekuatan Eksekutorial
· Yakni kekuatan untuk dilaksanakan apa yang ditetapkan dalam putusan itu secara paksa oleh alat-alat Negara
· Setiap putusan harus memuat title eksekutorial, yaitu kalimat “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Mahaesa”
· Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 7/1989 maka Pengadilan Agama telah dapat melaksanakan sendiri tindak eksekusi atas putusan yang dijatuhkannya itu. Tidak diperlukan lagi lembaga pengukuhan dan fiat eksekusi oleh Pengadilan Negeri
· Sesuatu putusan akan mempunyai kekuatan hokum tetap apabila, terhadap putusan tersebut, masa upaya hokum yang ditetapkan menurut undang-undang telah habis dan tidak dimintakan upaya hukum dalam masa tersebut.
Disamping itu, seorang hakim harus memperhatikan asas-asas putusan yang mesti ditegakkan, agar putusan yang dijatuhkan tidak mengandung cacad. Asas tersebut dijelaskan dalam Pasal 178 HIR, Pasal 189 RBG dan Pasal 19 UU No. 4 Tahun 2004. Adapun asas-asas putusan tersebut adalah sebagai berikut: pertama, wajib mengadili seluruh bagian gugatan. Kedua; diucapkan di muka umum atau dalam sidang terbuka untuk umum. Pelanggaran terhadap asas yang kedua ini dapat menyebabkan putusan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum. Ketiga; tidak boleh mengabulkan melebihi tuntutan. Larangan ini disebut ultra petitum partium. Keempat; memuat dasar alasan yang jelas dan rinci. Putusan yang tidak memuat dasar dan alasan yang jelas dikategorikan putusan yang tidak cukup pertimbangan (onvoldoende gemotiveerd) dan mengakibatkan putusan seperti itu dapat dibatalkan pada tingkat banding atau kasasi .
Sementara untuk membuat penetapan, sama dengan membuat putusan hanya saja tidak perlu dengan judul duduknya perkara dan tentang pertimbangan hokum. Demikian pada untuk membuat salinannya, sama dengan salinan putusan.
Misalkan tentang penetapan terjadinya ikrar talak ex pasal 71 ayat 29 UU No. 1/1989 dibuat sebagai berikut:
· Dibuat segera penetapan biasa sebagai produk siding (ada kalimat Basmalah dan Demi Keadilan dan diucapkan dalam siding terbuka untuk umum).
· Dibuat berdasarkan BAP penyaksian ikrar talak.
· Nomor penetapan sama dengan nomor perkara.
· Tanggal penetapan sama dengan tanggal ikrar talak dan BAP ikrar talak.
· Tangga penetapan hari sidang penyaksian ikrar talak (PHSPIT), tanggal sidang yang ditetapkan dalam PHSPIT, dan tanggal ikrar talak dicatat dalam register induk perkara yang bersangkutan (kolom 22,23 dan 24).
· Penetapan ini sebagai dasar dikeluarkannya Akta Cerai.
Serat penetapan/putusan dan salinannya harus diketik secara rapi dan bersih dengan bentuk yang lazim berlaku dilingkungan peradilan. Dalam pengetikan putusan/penetapan dan salinannya tidak boleh ada penghapusan dengan Tipp Ex misalnya. Segala kesalahan pengetikan harus dibatalkan dengan cara renvoi.


Bab III

PENUTUP

Kesimpulan
Dari apa yang telah kami paparkan diatas maka kami menarik sebuah kesimpulan bahwa suatu putusan atau penetapan harus dikonsep terlebih dahulu paling tidak 1 (satu) minggu sebelum diucapkan dipersidangan untuk menghindari adanya perdebatan isi putusan yang diucapkan dengan yang tertulisSerta penetapan atau putusan dan salinannya harus diketik secara rapi dan bersih dengan bentuk yang lazim berlaku dilingkungan peradilan.

Daftar Pustaka 

  • Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta, Liberty, 1993
  • Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta, Rineka Cipta, 1998.
  • Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah, Fiqih Wanita, Jakarta, Pustaka al-Kaustar,1998.
  • Teungku Muhammad Hasbi Ash- Shiddieqy, Peradilan dan Hukum Acara Islam, Semarang, PT. Pustaka Rizky Putra, 2001.
  • Umar Said, Hukum Acara Peradilan Agama, Surabaya, Cempaka, 2004.
  • Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama Undang-Undang No. 7 Tahun 1989, Jakarta, Sinar Grafika, 2003.
  • Amandemen Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama
  • Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Surabaya, Mekar Surabaya, 2002.
  • Cik Hasan Bisri, Peradilan Agama di Indonesia, Jakarta , Raja Grafindo, 1998
  • Ad-Darimi, Sunan ad-Darimi, Juz II, Beirut , Dar al-Fikr, tt
  • Hadin Nuryadin, Peradilan Agama di Indonesia, Bandung , Pustaka Bani Quraisy, 2004
  • M. Anshari MK, Hukum Acara Perdata Pengadilan Agama, Mimeo , Blitar
  • Mardalis, Metode Penelitian; Suatu Pendekatan Proposal, Jakarta , Bumi Aksara, Cet. V, 1995

Selasa, 03 Juli 2012


Makalah – Sejarah Perkembangan Akuntansi

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Akuntansi merupakan suatu ilmu yang di dalamnya berisi bagaimana manusia berfikir sehingga menghasilkan suatu kerangka pemikiran konseptual tentang prinsip, standar, asumsi, teknik, serta prosedur yang ada dijadikan landasan dalam pelaporan keuangan. Pelaporan keuangan tersebut harus berisi informasi-informasi yang berguna dalam memantu pengambilan keputusan bagi para pemakainya.
Dalam kehidupan sehari-hari tanpa kita sadari, sesungguhnya kita telah menggunakan jasa akuntansi. Ketika seorang pemilik warung mencatat pembelian barag dagangannya, mencatat siapa saja yang berhutang da warungnya, memisahkan kotak antara uang yang masuk dari hasil penjualan dengan kotak uang yang dialokasikan untuk belanja kebutuhan barang dagangan dan kebutuhan operasional di warungnya. Maka, pada dasarnya pemilik warung tadi telah menerpkan teknik akuntansi. Penerapan pengetahuan di bidang akuntansi tentu semakin luas dan kompleks jika dihadapkan pada bisnis dengan skala yang lebih besar.
Seperti ilmu-ilmu lainya, ilmu akuntansi juga berkembang sesuai perkembangan teknologi dan peradaban manusia. Selain itu, faktor kebutuhan juga ikut serta dalam perkembangan akuntansi itu sendiri. Akan tetapi, baik akuntansi maupun ilmu-ilmu lain tidak berkembang dengan sendirinya tanpa adanya hal yang cukup berarti yang dapat mendorong akuntansi tersebut berkembang dan bertahan hingga sekarang.
Berdasarkan pada uraian-uraian di atas, maka penulis tertarik untuk membuat sebuah makalah dengan judul “Sejarah Perkembangan Ilmu Akuntansi”.
1.2 Permasalahan
Berdasarkan pada uraian latar belakang di atas, penulis dapat mengangkat permasalahan dalam makalah ini yaitu “bagaimana sejarah perkembangan ilmu akuntansi dari pertama kali muncul hingga sekarang?”
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan permasalahan di atas, maka penulis merasa perlu mencantumkan tujuan dalam penulisannya agar penulisan makalah ini lebih terarah pada sasaran yang akan dicapai. Tujuan penulisan tersebut yakni untuk mendapatkan gambaran yang pasti tentang sejarah perkembangan ilmu akuntansi dari sejak dahulu hingga sekarang.
1.4 Manfaat Penulisan
Ada beberapa manfaat yang penulis harapkan dalam penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut.
1.  Meningkatkan wawasan dan pengetahuan tentang seluk beluk ilmu akuntansi.
2. Meningkatkan rasa disiplin dan tanggung jawab dalam menyelesaikan suatu masalah atau pekerjaan yang dibebankan orang lain kepada penulis.
3. Sebagai bahan bacaan dan acuan bagi diri sendiri, rekan-rekan, serta generasi yang akan datang.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Akuntansi
Menurut Weygant (dalam Yadiati & Wahyudi, 2007) akuntansi adalah suatu sistem informasi yang mengidentifikasi, mencatat, dan mengkomunikasikan kejadian ekonomi dari suatu organisasi kepada pihak yang berkepentingan.
Sedangkan menurut Meigs (dalam wikipedia.com, 2008) akuntansi adalah pengukuran, penjabaran, atau pemberian kepastian mengenai informasi yang akan membantu manajer, investor, otoritaspajak dan pembuat keputusan lain untuk membuat alokasi sumber daya keputusan di dalam perusahaanorganisasi, dan lembaga pemerintah. Akuntansi adalah seni dalam mengukur, berkomunikasi dan menginterpretasikan aktivitas keuangan. Secara luas, akuntansi juga dikenal sebagai “bahasa bisnis”.
Dengan demikian, secara singkat akuntansi berarti rekening atau perkiraan. Interpretasi akuntansi terdiri dari tiga bagian yaitu: (1) pengidentifikasian, mengenalai aatu memilah peristiwa-peristiwa ekonomi yang merupakan laporan keuangan/transaksi; (2) mencatat, pencatatan dilakukan secara sistematis, kemudian pencatatan ini diklasifikasi dan diringkas; (3) pengukuran, menetapkan nilai dari peristiwa yang dipilih tersebut dalam satuan uang; dan (4) pengkomunikasian, menyajikan informasi berdasarkan transaksi yang sedang atau sudah berlangsung.
2.2 Sejarah Perkembangan Ilmu Akuntansi
Pada awalnya, pencatatan transaksi perdagangan dilakukan dengan cara sederhana, yaitu dicatat pada batu, kulit kayu, dan sebagainya. Catatan tertua yang berhasil ditemukan sampai saat ini masih tersimpan, yaitu berasal dari Babilonia pada 3600 SM. Penemuan yang sama juga diperoleh di Mesir dan Yonani kuno. Pencatatan itu belum dilakukan secara sistematis dan sering tidak lengkap. Pencatatan yang lebih lengkap dikembangkan di Italia setelah dikenal angka-angka desimal arab dan semakin berkembangnya dunia usaha pada waktu itu.
Perkembangan akuntansi sejalan dengan perkembangan organisasi dan kegiatan suatu usaha, karena kehadirannya memerlukan pencatatan sehingga seluruh kegiatan akan tergambar di dalamnya. Pada abad ke-15 seorang ahli Matematika berkebangsaan Italia Luca Paciolo telah menyusun buku tentang akuntansi dengan judul “Tractatus de Cumputis at Scritorio” buku ini berorientasi pada pembukuan berpasangan. Pembukuan berpasangan (double entry bookkeeping) mencatat kedua aspek transaksi sedemikian rupa yang membentuk suatu pemikiran yang berimbang. Praktek pencatatan akuntansi dalam arti pencatatan kejadian yang berhubungan dengan bisnis sudah dimulai sejak adanya kejadian dalam double entry bookkeeping.
Menurut pendapat Mattessich (dalam Harahap, 1997) bahwa double entry sudah ada sejak 5000 tahun yang lalu. Sedangkan selama ini kita kenal bahwa penemu sistem tata buku berpasangan ini maka dapat dikemukakan sebagai berikut. Double entry accounting systemtelah disepakati para ahli mula-mula diterbitkan oleh Luca Pacioli dalam bukunya yang berisi 36 bab yang terbit pada tahun 1949 di Florence, Italia dengan judul “Summa de Arithmatica, Geometrica, Proportioni et Proportionalita” yang berisi tentang palajaran ilmu pasti.
Inoue (dalam Harahap, 1997) menyebutkan“Orang yang pertama-tama “menulis” (bukan menerbitkan seperti Pacioli) tentang double entry bookkeeping system adalah Bonedetto Cotrugli pada 1458, 36 tahun sebelum terbitnya buku Pacioli. Namun buku Benedetto Cotrugli ini baru terbit pada tahun 1573 atau 89 tahun setelah buku Pacioli terbit. Dengan demikian penjelasan ini maka pertentangan sebenarnya tidak ada.”
Jika kita kaji sejarah terutama sejarah Islam, sebenarnya pada awal pertumbuhannya sudah ada sistem akuntansi. Akan tetapi, sayangnya literatur belum banyak menganalisis bagaimana rupa eksistensi akuntansi pada zaman itu (± 570 Masehi). Seperti yang dikemukakan oleh Russel (dalam Rosjidi, 1999) “Sebenarnya orang-orang Italia dalam abad ke-14 baru menerapkan sistem pembukuan berpasangan lengkap setelah terlebih dahulu digunakan oleh saudagar-saudagar Moslem (Moslem Merchants).”
Revolusi indusrti di Inggris pada tahun 1776 juga menimbulkan efek positif terhadap perkembangan akuntansi. Pada tahun 1845 undang-undang perusahaan yang pertama di Inggris dikeluarkan untuk mengatur tentang organisasi dan status perusahaan. Dalam undang-undang tersebut, diatur tentang kemungkinan perusahaan meminjam uang, mengeluarkan saham, membayar hutang, dan dapat bertindak sebagaimana halnya perorangan. Keadaaan-keadaaan inilah yang menimbulkan perlunya laporan baik sebagai informasi maupun sebagai pertanggungjawaban.
Dalam artikelnya, Herbert (dalam Harahap, 1997) menjelaskan perkembangan akuntansi sebagai berikut.
Tahun 1775   : pada tahun ini mulai diperkenalkan pembukuan baik yang single entry maupundouble entry.
Tahun 1800   : masyarakat menjadikan neraca sebagai laporan yang utama digunakan dalam perusahaan.
Tahun 1825   : mulai dikenalkan pemeriksaaan keuangan (financial auditing).
Tahun 1850   : laporan laba/rugi menggantikan posisi neraca sebagai laporan yang dianggap lebih penting.
Tahun 1900   : di USA mulai diperkenalkan sertifikasi profesi yang dilakukan melalui ujian yang dilaksanakan secara nasional.
Tahun 1925   : banyak perkembangan yang terjadi tahun ini, antara lain:
  1. Mulai diperkenalkan teknik-teknik analisis biaya, akuntansi untuk perpajakan, akuntansi pemerintahan, serta pengawasan dana pemerintah;
  2. Laporan keuangan mulai diseragamkan;
  3. Norma pemeriksaaan akuntan juga mulai dirumuskan; dan
  4. Sistem akuntansi yang manual beralih ke sistem EDP dengan mulai dikenalkannya “punch card record”.
Tahun 1950 s/d 1975 : Pada tahun ini banyak yang dapat dicatat dalam perkembangan akuntansi, yaitu sebagai berikut.
  1. Pada periode ini akunansi sudah menggunakan computer untuk pengolahan data.
  2. Sudah dilakukan Perumusan Prinsip Akuntansi (GAAP).
  3. Analisis Cost Revenue semakin dikenal.
  4. Jasa-jasa perpajakan seperti kunsultan pajak dan perencanaan pajak mulai ditawarkan profesi akuntan.
  5. Management accounting sebagai bidang akuntan yang khusus untuk kepentingan manajemen mulai dikenal dan berkembang cepat.
  6. Muncul jasa-jasa manajemen seperti system perencanaan dan pengawasan.
  7. Perencanaan manajemen serta management auditing mulai diperkenalkan.
Tahun 1975   : mulai periode ini akuntansi semakin berkembang dan meliputi bidang-bidang lainnya, perkembangan itu antara lain:
  1. Timbulnya management scienceyang mencakup analisis proses manajemen dan usaha-usaha menemukan dan menyempurnakan kekurangan-kekurangannya;
  2. Sistem informasi semakin canggih yang mencakup perkembangan model-model organisasi, perencanaan organisasi, teori pengambilan keputusan, dan analisis cost benefit;
  3. Metode permintaan yang menggunakan computer dalam teori cybernetics;
  4. Total system review yang merupakan metode pemeriksaan efektif mulai dikenal; dan
  5. Social accounting manjadi isu yang membahas pencatatan setiap transaksi perusahaan yang mempengaruhi lingkungan masyarakat.
Di Indonesia, akuntansi mulai diterapkan sejak 1642, tetapi jejak yang jelas baru ditemui pada pembukuan Amphion Society yang berdiri di Jakarta sejak tahun 1747. Perkembangan akuntansi yang mencolok baru muncul setelah undang-undang mangenai tanam paksa dihapuskan tahun 1870. Dengan dihapuskannya tanam paksa, kaum pengusaha Belanda banyak bermunculan di Indonesia untuk menanamkan modalnya. Sistem yang dianut oleh pengusaha Belanda ini adalah seperti yang diajarkan oleh Luca Pacioli.
Pada Zaman penjajahan Belanda, perusahaan-perusahaan di Indonesia menggunakan tata buku. Akuntansi tidak sama dengan tata buku walaupun asalnya sama-sama dari pembukuan berpasangan. Akuntansi sangat luas ruang lingkupnya, diantaranya  teknik pembukuan. Setelah tahun 1960, akuntansi cara Amerika (Anglo-Saxon) mulai diperkenalkan di Indonesia. Jadi, sistem pembukuan yang dipakai di Indonesia berubah dari sistem Eropa (Kontinental) ke sistem Amerika (Anglo-Saxon).
Fungsi pemeriksaan (auditing) mulai dikenalkan di Indonesia tahun 1907, yaitu sejak seorang anggota NIVA, Van Schagen, menyusun dan mengontrol pembukuan perusaan. Pengiriman Van Schagen ini merupakan cikal bakal dibukanya Jawatan Akuntan Negara (GAD – Government Accountant Dients) yang resmi didirikan pada tahun 1915. Akuntan public pertama adalah Frese & Hogeweg, yang mendirikan kantornya di Indonesia tahun 1918.
Dalam masa pendudukan Jepang, Indonesia sangat kekurangan tenaga di bidang akuntansi. Jabatan-jabatan pimpinan dib Jawatan Keuangan yang 90% dipegang oleh bangsa belanda, menjadi kosong. Dalam masa ini, atas prakarsa Mr. Slamet, didirikan kusus-kursus untuk mengisi kekosongan jabatab tadi dengan tenaga-tenaga Indonesia. Pada tahun 1874, hanya ada seorang akuntan berbangsa Indonesia, yaitu Prof. Dr. Abutari. Di Indonesia, pendidikan akuntansi mulai dirintis dengan dibukanya jurusan akuntansi di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia tahun 1952. Pembukaan ini kemudian diikuti Institut Ilmu Keuangan (sekarang Sekolah Tinggi Akuntansi Negara) tahun 1960 dan Fakultas-fakultas Ekonomi di Universitas Padjadjaran (1961), Universitas Sumatera Utara (1964), universitas Airlangga (1962), dan universitas Gadjah Mada (1964).
Organisasi profesi yang menghimpun para akuntan Indonesia bediri 23 Desember 1957. Organisasi ini diberi nama Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dengan pendiri lima orang akuntan Indonesia.profesi akuntan mulai berkembang dengan pesat sejak tahun 1967. Pada tahun itu juga dikeluarjannya undang-undang modal asing yang kemudian disusul dengan undang-undang penanaman modal dalam negeri tahun 1968 yang merupakan pendorong berkembangnya profesi akuntansi. Setelah krisis ekonomi Indonesia tahun 1997, peran profesi akuntan diakui semakin signifikan mengingat profesi ini memiliki peranan strategis di dalam menciptakan iklim transparansi di Indonesia.
2.3 Bidang-bidang Akuntansi
  1. Akuntansi Keuangan (Financial Accounting)
  2. Pemeriksaan Akuntan (Auditing)
  3. Akuntansi Manajemen (Management Accounting)
  4. Akuntansi Biaya (Cost Accounting)
  5. Akuntansi Perpajakan (Tax Accounting)
  6. System Informasi (Information System)
  7. Anggaran (Budgeting)
  8. Akuntansi Pemerintahan (Govermental Accounting)
  9. Akrual Basis dan Kas Basis
  10. Akuntan Internal dan Akuntan Eksternal
  11. Akuntansi Proyek (Project Accounting)
2.4 Hubungan Akuntansi dengan Bidang Lain
Pentingnya pemahaman akuntansi tidaklah terbatas hanya pada dunia usaha semata. Banyak karyawan yang pendidikannya bukan dalam bidang bisnis juga menggunakan data akuntansi dan mereka itu perlu mengetahui prinsip-prinsip serta terminologi akuntansi. Semua orang akan berhubungan dengan transaksi usaha sehingga harus memperhatikan aspek keuangan yang terdapat dalam dirinya sendiri. Dalam dunia bisnis yang semakin modern, akuntansi memainkan peranan penting, dan dalam arti luas semua warga Negara akan berhubungan dengan dunia akuntansi pada kesempatan tertentu.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa orang yang pertama kali menulis buku tentang double entry bookkeeping system adalah Bonedetto Cotrugli dan orang yang pertama kali menerbitkan buku tentang double entry bookkeeping system adalah Luca Pacioli pada tahun 1949. Sedangkan di Indonesia, akuntansi mulai diterapkan sejak 1642, tetapi jejak yang jelas baru ditemui pada pembukuan Amphion Society yang berdiri di Jakarta sejak tahun 1747.
Akuntansi sangat berhubungan dengan bidang-bidang lain meskipun hal itu tidak selalu berhubungan, terutama di zaman modern ini yang pertarungan bisnis dan perkembangan ilmu dan teknologi yang semakin pesat menuntut semua kegiatan menggunakan ilmu akuntansi meskipun terkadang tidak dilakukan persis sesuai dengan aturan.
3.2 Saran
Penulis mengharapkan kepada semua pihak yang terutama pihak yang terkat dengan langsung agar dapat menggunakan akuntansi sebagaimana mestinya. Lebih dari itu, penulis mengharapkan agar tidak melupakan serta dapat mempertahankan dan mengembangkan akuntansi itu sendiri, terlebih di zaman yang semakin maju ini.
DAFTAR PUSTAKA
Divisi Litbang Madcoms. 2005. Seri Panduan Lengkap Myob Accounting, Yogyakarta : Andi
Harahap, Sofyan Syafri. 1997. Teori Akuntansi, Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada
Rosjidi. 1999. Teori Akuntansi. Tujuan, Konsep, dan Struktur, Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Yadiati, Winwin & Ilham Wahyudi. 2007.Pengantar Akuntansi, Jakarta : Kencana
Situs :

Sabtu, 04 Februari 2012

Akuntan Forensik

Jakarta - Internal Revenue Service (IRS) – Dinas Pajak Amerika Serikat – dalam proses rekruitmen pegawainya pernah memasang poster dengan tulisan "Only an accountant could catch Al Capone" dan foto Al Capone. Mengapa IRS membuat poster seperti itu?

Kita perlu menelusuri sejarah Amerika Serikat. Antara tahun 1919 sampai dengan 1933, Amerika Serikat memberlakukan apa yang disebut sebagai 'Prohibition'. Intinya adalah pelarangan atas penjualan, pembuatan dan pendistribusian alkohol dan sejenisnya, kecuali untuk tujuan medis dan keagamaan. Pengharaman atas alkohol ini tertuang dalam amandemen ke- 18 Konstitusi Amerika Serikat dan Undang-Undang the National Prohibiton Act of 1919 atau sering disebut the Volstead Act.

Untuk melakukan penegakan hukum atas pelarangan tersebut, Bureau of Internal Revenue (sekarang IRS) membentuk Prohibition Unit. Pada tahun 1927 unit ini berubah menjadi lembaga tersendiri di bawah Departement of Treasury (Departemen Keuangan) dengan nama the Bureau of Prohibition dan saat ini telah berevolusi menjadi the Bureau of Alcohol, Tobacco, Firearms and Explosives (ATF).

Namun pelarangan alkohol ini dalam praktiknya justru membuka peluang bisnis baru di dunia hitam. Woodiwis, M. (1988) dalam bukunya "Crime, crusades and corruption: prohibitions in the United States, 1900-1987" menulis bahwa hanya dalam dua hari setelah pemberlakuan Undang-undang tersebut telah terjadi upaya penyelundupan dari Canada ke Chicago, Amerika Serikat.

Sekitar tahun 1919 Alphonse 'Scarface' Capone (Al Capone) datang ke Chicago dari New York. Kedatangan ini bisa disebut pada momen yang 'tepat', karena era Prohibition baru saja dimulai dan Capone langsung membangun karir di dunia hitam di Chicago. Pada tahun 20-an tersebut Chicago adalah kota prostitusi, kota yang sangat korup dan kota yang dikuasai para gangster, dan Kaisar dari itu semua adalah Al Capone.

Al Capone menguasai dunia hitam Chicago dengan menggunakan kombinasi dua strategi, halus dan kasar. Untuk memuluskan bisnisnya di bidang prostitusi, judi, dan penjualan alkohol, Al Capone tidak segan-segan membunuh saingannya di dunia hitam. Kemudian untuk menutup peluang adanya tindakan hukum atas dirinya maka Al Capone menyuap agen-agen Federal/Prohibition, polisi lokal, politisi, dan wartawan. Apabila ada yang tidak mempan disuap dan berusaha melakukan investigasi atas perilakunya maka Al Capone tidak sungkan untuk menghabisi nyawa orang-orang tersebut, dan apabila ada kasus yang lolos ke pengadilan maka Al Capone akan menyuap hakim, mengatur juri dan mengintimadasi para saksi. Sampai titik itu Al Capone adalah rajanya dunia hitam yang tidak tersentuh, karena tidak ada satu pun aparat hukum yang dapat meringkus dan memasukkannya ke penjara.

Pada tahun 1929 Presiden Amerika Serikat Herbert Hoover akhirnya turun tangan dengan memerintahkan Menteri Keuangan AS untuk bertindak. Mengapa rajanya gangster di bidang prostitusi, judi, dan penjualan alkohol yang diburu, justru Menteri Keuangan yang harus bertindak? Hal ini karena menurut Bureau of Internal Revenue (unit dibawah Departemen Keuangan Amerika Serikat) satu-satunya peluang untuk meringkus Al Capone adalah melalui tuntutan pidana pajak (tax evasion). Peluang ini terbuka karena pada tahun 1927 Mahkamah Agung Amerika Serikat menetapkan bahwa income/ penghasilan dari aktivitas kriminal juga harus dikenai pajak penghasilan/ income tax.

Pada 19 Mei 1930, Bureau of Internal Revenue menunjuk Frank J Wilson-seorang akuntan- untuk memimpin sebuah tim yang terdiri dari enam orang, untuk melakukan investigasi atas dugaan penghindaran pajak/ tax evasion oleh Al Capone. Apa yang harus dilakukan Wilson adalah membuktikan bahwa Al Capone mempunyai penghasilan di atas US$ 5.000 (PTKP pada saat itu).

Tujuan investigasi sepertinya terlihat mudah, namun kenyataannya Wilson menghadapi hari-hari yang melelahkan dan penuh dengan kegagalan. Mengapa? Karena Al Capone tidak pernah membayar pajak/ menyampaikan SPT; tidak memiliki rekening di bank; tidak pernah menandatangani dokumen apa pun; tidak pernah secara resmi memiliki harta kekayaan dalam bentuk apa pun, dan dalam setiap transaksi selalu membayar dengan cara tunai.

Berbulan-bulan Wilson dan Tim-nya memeriksa satu persatu gunungan dokumen yang jumlahnya mencapai dua juta lembar dokumen; melakukan interview kepada para pedagang, agen real estate, pemilik tanah, petugas hotel, bartender, akuntan, bank, dan lembaga keuangan lainnya. Tidak ketinggalan anggota tim Wilson juga melakukan penyamaran di organisasi Al Capone, penyadapan saluran telepon, dan membangun jaringan informan di seantero Chicago dan kota-kota lainnya. Namun upaya melelahkan tersebut sama sekali tidak membuahkan hasil apapun.

Sampai akhirnya pada suatu malam ketika hari menjelang pagi, Wilson sendiri, yang masih setia mengaduk-aduk jutaan dokumen, menemukan tiga bundel buku besar/ ledgers hasil kegiatan salah satu bisnis Al Capone di bidang perjudian ilegal. Inilah satu-satunya informasi awal yang dapat diperoleh Wilson yang mengarah kepada bukti bahwa Al Capone memiliki penghasilan. Buku besar tersebut menunjukkan perhitungan net income yang dibagi untuk tiga 3 orang dengan inisial A, R, J. Pada sejumlah halaman terdapat tulisan tangan 'Al' dan di salah satu halaman tertulis 'Frank paid $17.500 for Al'.

Langkah selanjutnya yang harus dilakukan Wilson adalah mencari siapa yang mencatat buku besar tersebut dan mencari orang yang bisa memberi keterangan bahwa tulisan 'Al' di buku tersebut adalah Al Capone. Wilson terbantu dengan adanya informasi dari polisi Chicago bahwa tiga buku besar tersebut diperoleh dari suatu operasi penggeledahan di salah satu tempat perjudian di mana Al Capone hadir dan Al Capone mengakui bahwa tempat tersebut adalah miliknya.

Selama tiga minggu Wilson dan Tim-nya mengumpulkan sampel tulisan tangan orang-orang di sekitar Al Capone. Wilson memeriksa voting register, slip setoran bank, dan dokumen keuangan lainnya yang ditulis tangan. Akhirnya ditemukan satu slip setoran bank yang tulisannya sama dengan tulisan di buku besar tersebut. Wilson sendiri yang kemudian menelusuri keberadaan si bookkeeper yang dipanggil Shumway yang belakangan diketahui berada di tempat pacuan anjing di Miami. Namun bukan hal yang mudah untuk membujuk Shumway agar mau bersaksi melawan Al Capone.

Meskipun sudah diperoleh saksi kunci, namun Wilson masih harus membuktikan bahwa hasil dari operasi perjudian milik Al Capone benar-benar masuk ke kantong Al Capone. Dewi fortuna berada di pihak Wilson, diperoleh informasi bahwa seseorang bernama J.C. Dunbar membawa uang tunai ratusan ribu dolar dalam sejumlah kantong dan menukarnya dengan cashier's check. Dengan bantuan dari sejumlah informan, diketahui bahwa nama asli Dunbar adalah Reis yang bersembunyi di St Louis. Wilson bekerjasama dengan Dinas Pos setempat untuk menangkap Reis dan membawanya ke Chicago. Reis memberi kesaksian bahwa cashier's check tersebut adalah bagian keuntungan untuk Al Capone dari sejumlah kasino dan hasil penukaran dari cek tersebut diterima secara langsung oleh Al Capone. Pada saat yang hampir bersamaan anggota tim Wilson menemukan bahwa sejumlah anggota keluarga Al Capone dan Al Capone sendiri menerima transfer uang dari Miami dengan menggunakan nama samaran.

Setelah berbulan-bulan melakukan investigasi, Frank J Wilson dan Timnya berhasil membuktikan bahwa Al Capone mempunyai penghasilan dan oleh karena itu harus membayar pajak. Bukti-bukti yang diperoleh Wilson di antaranya adalah pengeluaran-pengeluaran ekstra mewah untuk pembelian pakaian, furniture, makanan, hadian dan lain-lain pengeluaran yang termasuk dalam kategori non-deductible expenses senilai $ 116.000.

Juni 1931 persidangan Al Capone dimulai. Pada saat itu Al Capone masih merasa yakin akan bisa berkelit dari dakwaan karena telah mengatur para juri. Namun penuntut yang mengetahui akal bulus Al Capone tersebut lalu meminta kepada hakim agar menukar juri yang bertugas di sidang Al Capone dengan juri yang pada saat yang sama sedang bertugas di ruangan lain untuk kasus lain.

Akhirnya juri yang baru menyatakan Al Capone bersalah atas 23 dakwaan tax evasion untuk tahun fiskal 1924-1929, didenda senilai kurang lebih $ 250.000, biaya sidang $ 30.000, dan juga penjara selama 11 tahun.

Al Capone dikeluarkan dari penjara Alcatraz pada 1939 dan meninggal di Florida pada tahun 1947 dalam usia 48 tahun. Sedangkan Frank J Wilson di ujung karirnya menjadi the Chief of the United States Secret Service. D Larry Crumbley, dan Nicholas Apostolou, menulis di majalah the Value Examiner September 2007, bahwa meskipun pada saat itu belum digunakan istilah akuntansi forensik, namun sejatinya Frank J Wilson telah melakukan tugas sebagai seorang akuntan forensik.

Jadi Apakah Akuntansi Forensik Itu?

Merriam Webster's Collegiate Dictionary (11th) menjelaskan pengertian Forensic adalah (a) Belonging to, used in, or suitable to court of judicature or to public discussion and debate (b) Argumentative; Rhetorical (c) Relating to or dealing with the application of scientific knowledge to legal problems.

Sementara Maurice E Peloubet, dalam Journal of Accountancy edisi Juni 1946 yang berjudul "Forensic Accounting: Its place in today's economy", menulis bahwa "Forensic Accounting is a discipline where auditing, accounting & investigative skills are used to assist in disputes involving financial issues and data, and where there is suspicion or allegation of fraud".

Jadi jelas bahwa akuntansi forensik adalah penggunaan keahlian di bidang audit dan akuntansi yang dipadu dengan kemampuan investigatif untuk memecahkan suatu masalah/sengketa keuangan atau dugaan fraud yang pada akhirnya akan diputuskan oleh pengadilan/ arbitrase/tempat penyelesaian perkara lainnya.

Kasus korupsi, sebagai contoh, pada dasarnya adalah sengketa keuangan antara Negara melawan warganya yang secara resmi telah ditunjuk untuk mengelola pemerintahan. Persengketaan itu harus diselidiki kebenarannya oleh Lembaga Negara (misalnya oleh KPK) dan diputuskan oleh hakim di pengadilan. Jadi investigasi yang dilakukan oleh para Akuntan di BPKP, BPK, KPK dan instansi penegak hukum lainnya pada hakikatnya adalah sebagian tugas-tugas akuntan forensik.

Apa Bedanya Akuntansi dengan Akuntansi Forensik?

Akuntan yang bekerja di kantor akuntan publik atau BPK yang bertugas melakukan general audit atas suatu instansi pemerintah atau BUMN secara umum bertujuan untuk memberikan opini atas laporan keuangan di institusi tersebut yang dilakukan secara regular karena tuntutan peraturan perundangan. Sedangkan akuntan forensik bekerja secara khusus atas suatu kasus spesifik untuk menentukan apakah fraud/ penyimpangan/ masalah lain benar terjadi, siapa saja pihak yang terlibat dalam kasus tersebut, jumlah kerugian/ keuntungan yang terjadi atas kasus tersebut, dan menjadi expert witness/ pemberi keterangan ahli di Pengadilan.

Golden, Skalak, Clayton (2006) menyimpulkan bahwa "Accountants look at the numbers, Forensic accountants look behind the numbers".

Apa Ruang Lingkup Pekerjaan Akuntan Forensik?

Di sejumlah Negara seperti Australia, Canada dan Amerika Serikat, kantor akuntan forensik memberikan jasa dukungan atas proses litigasi (misalnya di pengadilan) dan jasa investigasi. Sementara ruang lingkupnya meliputi di antaranya penilaian bisnis dalam suatu sengketa antar perusahaan, penghitungan klaim kecelakaan terkait asuransi, penghitungan kekayaan dalam kasus perceraian, serta pendeteksian dan investigasi atas kasus fraud. Jadi fraud hanyalah salah satu ruang lingkup pekerjaan yang ditangani oleh akuntan forensik.

Keahlian yang Harus Dimiliki Akuntan Forensik

Untuk menangani kasus-kasus dengan ruang lingkup seperti tersebut di atas, akuntan forensik paling tidak harus memiliki latar belakang akuntansi dan keuangan. Karena harus melakukan investigasi yang terkait pengumpulan dan analisis bukti maka juga harus memahami hukum secara memadai. Sementara dalam proses investigasi diperlukan pengetahuan psikologi yang memadai untuk melakukan interview, dan tentu saja kemampuan investigatif dan riset.


Masa Depan Akuntansi Forensik


Dunia bisnis yang semakin kompleks, meningkatnya kecenderungan penyelesaian sengketa bisnis di pengadilan, dan makin menurunnya tingkat integritas masyarakat di negara maju– ini ditandai dengan terungkapnya sejumlah mega skandal, seperti kasus Ponzi Scheme oleh Bernard Madoff di Amerika Serikat yang merugikan nasabah kurang lebih US$ 50 billion- membuat profesi sebagai akuntan forensik makin dibutuhkan oleh semua pihak.

Di Indonesia, kasus-kasus korupsi yang makin banyak terungkap dan semakin beragam jenisnya dan belum terlihat ada kecenderungan penurunan juga pada hakekatnya membuktikan saat ini dan di masa datang makin diperlukan keahlian di bidang akuntansi forensik.
*) M Najib Wahito, Ak, CFE, MFA adalah Master of Forensic Accounting, Universitas Wollongong, New South Wales, Australia. Email: najib_wahito@yahoo.com

Rabu, 25 Januari 2012

YURISPRUDENSI SURAT KUASA

1. Putusan MA-RI No. 2332.K/Pdt/1985, tanggal 29 Mei 1986 : Direktur suatu Badan Hukum (PT) dapat bertindak langsung mengajukan gugatan dan tidak perlu lebih dulu mendapatkan surat kuasa khusus dari Presiden Direktur dan para pemegang saham, karena PT sebagai Badan hukum dapat langsung mengajukan gugatan diwakili oleh Presiden Direktur (= Dirut).
2. Putusan MA-RI No. 2884.K/Pdt/1985, tanggal 29 Mei 1986 : Jika ternyata kedudukan yang disandang seseorang adalah lembaga Perwakilan atau Representative menurut Common Law System (Anglo Saxon), hal itu tidak sama pengertian dan bentuk kuasa yang dikenal dalam BW.
In Casu, ternyata Tergugat adalah Representative dari United Maritim Corp. SA. sehingga dia sepenuhnya dapat digugat sebagai subyek yang bertanggung jawab penuh tanpa kuasa dari induk perusahaan;
3. Putusan MA-RI No.2539K/Pdt/1985, tanggal 30 Juli 1987 : Ternyata PD Panca Karya adalah Badan Hukum dan menurut PERDA Tk. I Maluku No. 5/1963, Ps. 16 (1) Direksi mewakili Perusahaan Daerah (PD) di dalam dan diluar Pengadilan, dia dapat bertindak sebagai pihak (subyek) tanpa kuasa dari Pemda”.
Istilah pemberian kuasa Khusus tertulis kemudian di informasikan sebagai “Surat Kuasa Khusus” sebagaimana Pasal 123 HIR/147 RBg dan dipertegas lagi dengan SEMA yang menentukan syarat-syarat sahnya surat kuasa khusus tersebut;
4. Putusan MA-RI No.779.K/Pdt/1992 :
“Tidak diperlukan legalisasi atas surat kuasa khusus dibawah tangan. Tanpa legalisasi surat kuasa khusus di bawah tangan telah memenuhi syarat formil”;
5. Putusan MA-RI No.321.K/Sip/1974, tanggal 19 Agustus 1975 : Tentang Kuasa limpahan (Kuasa Substitusi) Pengoperan pemberian kuasa dari pihak kuasa penjual dengan hanya membuat suatu pernyataan dan bukan berdasarkan surat kuasa Substitusi adalah tidak sah;
6. Putusan MA-RI No.1060.K/Sip/1972, tanggal 14 Oktober 1975 :
Meskipun dalam surat kuasa tanggal 3 Agustus 1969 ada kata-kata “Surat Kuasa penuh yang tidak dapat ditarik kembali”, pembatalan surat Kuasa tersebut oleh pemberi kuasa dapat dibenarkan menurut hukum, karena hal ini adalah hak daripada pemberi kuasa dan ternyata penerima kuasa telah mengadakan penyimpangan dan pelanggaran terhadap Surat Kuasa;
7. Putusan MA-RI No.731.K/Sip/1975, 16 Desember 1976 : Ketentuan Pasal 1813 BW, tidak bersifat limitatif dan juga tidak mengikat oleh karena itu jika sifat perjanjian memang menghendaki, dapat ditentukan pemberian kuasa tidak dapat dicabut kembali (Kuasa Mutlak) karena pasal-pasal dalam hukum perjanjian bersifat mengatur, vide = Putusan MA-RI No. 3604.K/Pdt/1985, tanggal 17 Nopember 1987;
8. Putusan MA-RI No. 941.K/1975, tanggal 8 Pebruari 1977 : Karena menurut kenyataan sehari-hari Tergugat bertindak selaku Kepala Cabang PT. Pelayaran Rakyat Indonesia di Ujung Pandang, ia harus dipandang bertanggung jawab di dalam maupun di luar Pengadilan. (Persona Standi In Judicio);
9. Putusan MA-RI No.601.K/Sip/1975, tanggal 20 April 1977 : Gugatan Penggugat tidak dapat diterima, karena dalam surat gugatan, Tergugat digugat secara pribadi, padahal dalam dalil gugatan, Tergugat digugat secara pribadi, padahal dalam dalil gugatannya (Posita) disebutkan Tergugat sebagai pengurus yayasan yang menjual rumah-rumah milik yayasan, seharusnya Tergugat digugat sebagai Pengurus yayasan;
10. Putusan MA-RI No.1004.K/Sip/1974, tanggal 27 Oktober 1977 :
Karena Pemerintah Kelurahan Krajan digugat dalam kedudukannya selaku aparat Pemerintah Pusat, gugatan seharusnya disampaikan kepada Pemerintah RI qq. Depdagri 11. Gubernur Jateng qq. Pemerintah Kelurahan Krajan.
11. Putusan MA-RI No. 453.K/Sip/1971, tanggal 27 April 1976; Karena dalam surat kuasa sudah disebutkan untuk pemeriksaan dalam tingkat banding kasasi, dan dari berita acara pemeriksaan sidang pertama ternyata bahwa yang bersangkutan hadir sendiri dengan didampingi oleh kuasanya, maka dianggap surat kuasa tersebut juga untuk pemeriksaan tingkat banding dan sudah khusus, meskipun surat kuasa itu tidak dibuat untuk perkara ini, sehingga permohonan banding seharusnya dapat diterima;
12. Putusan MA-RI No.01.K/Sip/1971, tanggal 13 Nopember 1971 :
Suatu surat kuasa untuk mengajukan permohonan kasasi yang memuat dua tanggal (dimana tanggal yang satu adalah tanggal 29 Oktober 1970 dan tanggal yang lain adalah tanggal 29 Nopember 1970) dan akta kasasi diajukan tanggal 23 Nopember 1970, harus dikualifikasi (diqualificeer) sebagai suatu surat kuasa yang tidak dapat memberi wewenang kepada pemegang surat kuasa tersebut untuk bertindak atas nama si pemberi kuasa;
13. Putusan MA-RI No.288.PK/Pdt/1986, tanggal 23 Desember 1987 :
Baik putusan Pengadilan Tinggi maupun putusan Mahkamah Agung, hanya menilai segi formalnya dari penggunaan upaya hukum yang keliru terhadap putusan verstek oleh Pemohon PK/dahulu PelawanTergugat verstek, maka permohonan PK ditafsirkan ditujukan pada putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat tanggal 19 Agustus 1982 No. 158/1982 G;
Karena ternyata Surat Kuasa yang diterima oleh Julian Usman dan H. Nuranini dan Siti Djuriah, masing-masing tanggal 25 Juni 1987 sebagai dasar untuk mengajukan gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat tidak menyebutkan obyek perkara, sehingga Surat Kuasa tersebut tidak memenuhi syarat Surat Kuasa Khusus karena tidak menyebut apa yang harus digugat (obyek gugatan), sedang surat-surat kuasa lainnya (bukti P.V s.d. P.VIII) selain tidak dapat dipakai sebagai dasar untuk mengajukan gugatan juga tidak menyebutkan kewenangan penerimaan kuasa untuk mengajukan gugatan dan karenanya gugatan Penggugat harus dinyatakan tidak dapat diterima;
Pasal 123 HIR, Pasal 67 dst UU No. 14 Th. 1985, Pasal 125 HIR.
14. Putusan MA-RI No.425.K/Pdt/1984, tanggal 30 September 1985 :
Sekalipun surat kuasa Penggugat tidak bersifat khusus, karena tidak menyebutkan subyek gugatannya sebagai pihak Tergugat, tetapi karena dalam beberapa kali persidangan Penggugat secara pribadi hadir maka harus dianggap bahwa Penggugat tidak keberatan didampingi oleh kuasanya dengan segala sesuatunya yang berhubungan dengan gugatan perkara itu;
15. Putusan MA-RI No.359/Pdt/1992, tanggal 10 Maret 1994 :
Bahwa judec-facti telah salah menerapkan hukum, surat gugatan Tergugat dibuat dan ditandatangani oleh kuasanya tertanggal 3 Desember 1988, dengan demikian pada tanggal 3 Desember 1988 yang bersangkutan belum menjadi kuasa hukumnya, sehingga ia tidak berhak menandatangani surat gugatan tersebut;
16. Putusan MA-RI No.904.K/Sip/1973, tanggal 29 Oktober 1975 :
Dalam mempertahankan gono-gini, terhadap orang ketiga, memang benar salah seorang dari suami-isteri dapat bertindak sendiri, tetapi karena perkara ini tidak mengenai gono-gini, suami tidak dapat bertindak selaku kuasa dari istrinya tanpa Surat Kuasa Khusus untuk itu;
17. Putusan MA-RI No. 668.K/Sip/1974, tanggal 19 Agustus 1975 :
Keberatan yang diajukan Penggugat untuk kasasi : bahwa Surat Kuasa tanggal 30 April 1972 tidak relevan karena pemberi kuasa (A. Sarwani) selalu hadir dalam sidang-sidang Pengadilan Negeri sampai pada putusan diucapkan; dapat dibenar-kan, karena Surat Kuasa tersebut sudah cukup, karena menyebut : “mengajukan gugatan terhadap BNI-1946 Jakarta di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan/Barat”, dan juga menyebut “naik appel”, lagi pula pada persidangan-persidangan Pengadilan Negeri pihak materiele partij juga selalu hadir;
Oleh Pengadilan Tinggi Surat Kuasa tersebut karena hanya menyebut pihak-pihak yang berperkara saja dan sama sekali tidak menyebut apa yang mereka perkarakan itu, dianggap tidak bersifat khusus, bertentangan dengan Pasal 123 HIR sehingga gugatan dinyatakan tidak dapat diterima;
18. Putusan MA-RI No.174.K/Sip/1974, tanggal 6 Maret 1975 : Bahwa orang yang dalam pemeriksaan di Pengadilan Negeri di dengar sebagai saksi, di Pengadilan Tinggi bertindak sebagai Kuasa dari Terbanding / Penggugat asal, tidaklah bertentangan dengan HIR;
19. Putusan MA-RI No.42.K/Sip/1974, tanggal 5 Juni 1975 : Orang yang bertindak sebagai kuasa penjual dalam jual-beli, tidak dapat secara pribadi (tanpa Kuasa Khusus dari penjual) mengajukan gugatan terhadap pembeli, gugatan harus dinyatakan tidak dapat diterima);
20. Putusan MA-RI No.116.K/Sip/1973, tanggal 16 September 1975 Surat Kuasa yang isinya : “Dengan ini kami memberi kuasa kepada Abdul Salam ….guna mengurusi kepentingan kami untuk mengajukan gugatan, bukti-bukti serta saksi-saksi di Pengadilan Negeri Gresik”, adalah bukan Surat Kuasa Khusus dan surat gugatan yang ditandatangani dan diajukan oleh Kuasa berdasarkan Surat Kuasa tersebut dinyatakan tidak dapat diterima;
21. Putusan MA-RI No. 531.K/Sip/1972, tanggal 25 Juli 1974 :
Surat Kuasa untuk menjaga, mengurus harta benda yang bergerak dan tidak bergerak, tanah-tanah, rumah-rumah, hutang dan semua kepentingan seseorang adalah suatu Surat Kuasa Umum yang bagaimanapun juga tidak dapat dianggap sebagai suatu Surat Kuasa Khusus untuk berperkara di depan Pengadilan;
22. Putusan MA-RI No.1158.K/Sip/10973, tanggal l13 Januari 1974 :
Surat Kuasa tanggal 3 Mei 1971 menunjukkan kepada gugatan yang sudah masuk yang sudah jelas-jelas siapa-siapa lawan dalam perkara dan apa saja yang menjadi obyek perselisihan sehingga sudah memenuhi ketentuan Pasal 123 HIR;
23. Putusan MA-RI No.106.K/Sip/1973, tanggal 11 Juni 1973 : Surat Kuasa yang diketahui dan disahkan oleh Camat bukanlah Surat Kuasa yang dikehendaki oleh Pasal 147 Rbg., maka gugatan harus dinyatakan tidak dapat diterima;
24. Putusan MA-RI No. 425.K/Pdt/1984, tanggal 30 September 1985 :
 …………….dst;
 Mengenai Surat Kuasa yang dimaksud dapat dijelaskan bahwa sebenarnya Surat Kuasa tersebut tidak bersifat khusus, akan tetapi karena Penggugat hadir sendiri didampingi kuasanya maka menjadi jelas/pasti bagi Tergugat bahwa Penggugat benar telah memberi kuasa kepada kuasanya yang dimaksud. Oleh karena itu pula Tergugat tidak mengajukan eksepsi terhadap Surat Kuasa tersebut;
 Perlu diperhatikan pula bahwa ternyata Pengadilan Negeri dalam prakteknya sering tidak memperhatikan tepat atau tidaknya suatu Surat Kuasa. Seperti halnya dalam perkara ini Pengadilan Negeri sama sekali tidak memper-timbangkan mengenai Surat Kuasa ini;
25. Putusan MA-RI No.288.PK/Pdt/1986, tanggal 23 Desember 1987 :
Surat Kuasa Khusus
1. Tafsiran Majelis Peninjauan Kembali terhadap permohonan peninjauan kembali sehingga dianggap diajukan terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat menurut hemat saya (Prof. Asikin Kusumah Atmadja, SH.) adalah tepat;
2. Menurut hemat saya masih merupakan suatu pernyataan terbuka – SOR – apakah Surat Kuasa yang keliru karena tidak menyebut apa yang harus digugat, merupakan suatu kekeliruan yang nyata seperti yang dimaksudkan oleh Pasal 67 dst. Undang-undang No. 14 th. 1985.
Bagaimana umpama kalau Tergugat tidak berkeberatan terhadap Surat Kuasa tersebut atau seandainya pokok perkara sudah benar putusannya, hanya hal Surat Kuasa saja yang salah.