Welcome To My World

Life is about limited chance....that will never come twice

Senin, 25 Maret 2013

Perbandingan acara pidana

HUKUM ACARA PIDANA

PADA SISTEM HUKUM COMMON LAW

Sebagaimana kita ketahui bahwa pada sistem hukum Common Law tidak dikenal perbedaan antara kejahatan dan pelanggaraan sebagaimana dikenal pada sistem hukum Civil Law. Sebagai konsekwensinya maka pada sistem hukum Common Law hanya dikenal klasifikasi tindak pidana.
Secara klasik, tidak pidana diklasifikasikan kepada:
  1. Felonies / kejahatan berat
  2. Misdemeanors / kejahatan ringan
  3. Treason / kejahatan terhadap negara.
Berdasarkan Criminal Law Act 1967, Tindak pidana diklasifikasikan kepada:
  1. Indictable Offences, kejahatan berat yang diadili dengan sistem juri melalui pengadilan Crown Court.
  2. Summary Offences, kejahatan kurang berat yang diadili tanpa Juri didalam pengadilan Magistrate Court.
  3. Arristable Offences, kejahatan yang diancam maksimal lima tahun, dan pelakunya baru pertama kali melakukan tindak pidana.
Berdasarkan Criminal Law Act 1977, Tindak pidana diklasifikasikan kedalam:
  1. Offences Triable on Indictment, kejahatan-kejahatan yang tidak diatur dalam UU seperti Murder, Mansluter, Rape, Roberry.
  2. Offences Treable only summarily, tindak pidana yang diatur dalam UU. Dengan diatur dalam UU agar mencegah diadili dengan sistem Juri, dan Magistrate Courtlah yang berwenang mengadili. Tindak pidana tersebut antara lain: Pelanggaran lalu lintas dengan kadar alkohol dalam darah melebihi batas maksimum yang diperkenankan menurut uu, malakukan kekerasan terhadap petugas polisi, bartingkah laku yang dapat membahayakan umum dll.
Tujuannya agar mereka yang melakukan tindak pidana tersebut tidak diperlakukan tidak adil karena harus ditahan dan menunggu untuk diadili terlalu lama.
  1. Offences triable either way, tindak pidaan yang dikategorikan kedalam kelompok ketiga ini adalah tindak pidana yang digolongkan berdasarkan Judicial Act 1980. Antara lain:
  2. Tindak pidana yang diatur dalam Thaft Act 1968 kecuali perampokan, pemerasan, penganiayaan dengan maksud merampok.
  3. Tindak pidana yang diatur dalam The Criminal Act 1977, termasuk arson/pembakaran dll.
Semua pengadilan di Inggris memperoleh kewenangannya secara langsung atau tidak langsung dari Raja, sedangkan kewenangan Hakim secara teori adalah perluasan dari hak prerogatif Raja.
Salah satu ciri dari susunan kekuasaan pengadilan di Inggris adalah tidak adanya badan Penuntut Umum (Openbare Ministerie/Kejaksaan). Lembaga kejaksaan berasal dari tata hukum Prancis.
Dengan tidak adanya lembaga kejaksaan tersebut, membawa konsekwensi bahwa di Inggris terdapat semacam “Private Prosecution”, yakni penuntutan yang dilakukan oleh orang perorangan, biasanya mereka yang dirugikan atau yang menjadi korban. Namun demikian, Private Prosecution tersebut dalam prakteknya jarang terjadi, kecuali dalam hal penyerangan terhadap diri orang (assault) dan pencurian di toko (shoplifting), sebab biaya untuk menuntut mahal dan selalu ada resiko adanya tututan atas penuntutan palsu/salah (malicious prosecution).
Walaupun di Inggris tidak ada semacam badan penuntut umum (lembaga kejaksaan), namun tidak berarti disemua negara yang menganut sistem hukum Common Law tidak ada badan semacam itu. Sebagai contoh di Skotlandia, Canada, dan sebagian negara bagian Amerika terdapat badan semacam itu.
Di negara-negara lain yang tidak mempunyai badan penuntut, Polisi mempunyai peranan yang sangat penting. Bahkan dalam hal-hal tertentu yang menyangkut kasus yang serius, Polisi harus melaporkannya kepada seorang pejabat yang dinamakan “The Director of Publict Prosecution” (DPP). Dalam hal ini maka pejabat tersebut bertindak sebagai penuntut dan perkaranya disebut “ DPP V Jones. Sedangkan terhadap perkara ringan, maka seorang Polisi langsung sebagai penuntut, perkaranya biasa disebut nama Polisi V nama pelaku, misalnya  Hart V Jones ( Versus : dibaca  ”and” ).
Apabila perkara diperiksa secara “on indictment” (atas dasar surut tuduhan), maka perkaranya disebut R V Jones (dibaca” Regina and Jones).

PROSEDUR PERADILAN DI INGGRIS

Dalam sistem peradilan pidana pada  sistem hukum Common Law, dikenal dua cara untuk mengadili.
  1. Pemeriksaan secara “Summary” dalam pengadilan Magistrates Court tanpa Jury,
  2. Pemeriksaan secara “on indictment” oleh Hakim dan Jury dalam pengadilan Crown Court, yaitu sesudah penyerahan untuk diadili (committal for trial) berdasarkan tuduhan tertulis yang disebut on idictment.
Ad.1. Pengadilan Magistrates Court dalam perkara pidana merupakan pengadilan yang paling penting, pengadilan ini disebut juga Police Court. Pengadilan ini jumlahnya sekitar 1050 buah yang tersebar di seluruh negeri Inggris, dan terdiri dari hakim-hakim awam (Lay Juctices) atau Justice of the Peace atau Lay Magistrates.
Para hakim yang terdapat pada pengadilan ini tidak mempunyai pendidikan hukum. Jumlahnya sekitar 20.000 orang, dan mereka adalah warga masyarakat setempat yang diusulkan kepada Lord Chancellor oleh panitia setempat. Atas pertimbangan Lord Chancellor, maka Ratu (Crown) mengangkat mereka untuk daerah tertentu. Para hakim awam ini bersidang sedikit-dikitnya berdua dan sebanyak-banyaknya berlima, dan dalam mejanlankan tugasnya mereka tidak dibayar. Walaupun tidak dibayar Lord Chancellor dapat memecat mereka apabila diketahui berkelakuan buruk.

Magistrates Court mempunyai dua fungsi:
1.  Sebagai pengadilan tingkat pertama untuk perkara-perkara pidana yang diperiksa secara “summary”  tanpa Jury dan dapat banding.
2.  Sebagai pintu depan dari Crown Court atau sebagai hakim pemeriksa pendahuluan (examining magistrates). Acara ini desebut “Committal proceedings”.
Committal proceeding ini dilaksanakan apabila magistrates tidak menyelesaikan sendiri perkaranya, karena merasa tidak berwenang atau salah satu pihak menghendaki “ trial on indictment”.
Mereka (magistrates/hakim) mendengar keterangan-keterangan dan mencatatnya. Prosedur ini dimaksudkan untuk menyelidiki apakah ada “prima facie case“” artinya apakah untuk perkara itu ada bukti-bukti cukup, sehingga patut diteruskan ke Crown Court yang akan bersidang dengan Jury. Jadi magistrates bekerja seperti saringan, kalau ada prima facie case, maka mereka menyerahkan (commit) perkaranya kepada Crown Court. Mereka bisa menentukan pula apakah terdakwa ditahan sementara atau tidak, atau dilepaskan dengan “Bail” (jaminan).
Ad.2. Crown Court.
Crown Court dibentuk berdasarkan Court Act 1971. Sebelumnya perkara-perkara pidana yang berat diadili dimuka High Court Judges London di Central Criminal Court (Old Bily) dan di luar London di pengadilan Assizes, dan oleh recorders di pengadilan Quarter Sesseions.
Crown Court itu menggantikan pengadilan-pengadilan Assizes dan Quarter Session tersebut.
Kewenangan Crown Court sebagai pengadilan tingkat pertama ialah memeriksa perkara-perkara “on indictment”, terdiri dari seorang hakim dan Jury.
Sebagai pengadilan banding ia memeriksa perkara banding dari Magistrates Court, dalam hal ini Crown Court terdiri dari seorang hakim dan antra dua dan empat “Justice of the peace”.
Pengadilan ini hanya satu buah untuk seluruh Inggris dan Wales, tetapi bersidang ditempat dan waktu yang berlainan.  Ia langsung dibawah kontrol dari Lord Chancellor.
Hakim-hakimnya ialah : High Court Judges dan Crown Court Judges (disebut Circuit Judges dan Recorder ).
Catatan: Crown Court, High Court dan Court of Appeal merupakan suprame Court of Judicature. Suprame ini bukan pengadilan tertinggi di Inggris.
DUA AZAS DALAM ACARA PIDANA DI INGGRIS.
Ada dua asas atau dasar pikiran dalam pemeriksaan perkara pidana di Inggris:
  1. Sistem Accusatoir
  2. Asas langsung.
Ad.a. Dalam sistem ini Hakim pasif sekali dalam hal pembuktian. Ia mempunyai fungsi “wasit” (umpire). Yang aktif harus membuktikan adalah  “Prosecution” (penuntut/Jaksa). Kalu ada Guiltyplea, artinya terdakwa mengaku bersalah, maka tidak perlu ada pembuktian sama sekali. Hakim tinggal menentukan pidana sepenuhnya, dan penuntut sama sekali tidak mengajukan tuntutan pidana.
Ad.b. Dalam asas langsung ini mengandung arti bahwa semua saksi diperiksa secara langsung di pengadilan.
Berita acara pemeriksaan terhadap para saksi atau terdakwa tidak mempunyai arti bagi hakim, artinya hakim tidak mendasarkan putusannya pada berita acara pemeriksaan. Dengan demikian, maka pemeriksaan perkara bisa berlangsung lama sekali. Kalau tidak banyak terdakwa yang menyatakan “Guilty plea”, maka tidak mungkin arus perkara yang banyak itu diselesaikan.
JALANNYA PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA.
Langkah pertama untuk penuntutan ialah dengan apa yang disebut “Laying of an information”, yang ditujukan kepada hakim. Information tersebut memuat:
  1. Nama terdakwa;
  2. Tindak pidana yang dituduhkan;
  3. Waktu kapan tindak pidana itu dilakukan;
  4. Tempat dimana tindak pidana itu dilakukan.
Sebagaimana diketahui, di Inggris pada dasarnya setiap orang bisa melakukan penuntutan, akan tetapi dalam prakteknya polisilah yang memegang peranan dalam hal ini. Hampir semua perkara pidana dimulai dengan penuntutan di Magistrates Court.
Setelah menerima information, maka magistrates (hakim) memanggil terdakwa dengan apa yang disebut “ Summons ”.
Summons ini seperti surat tuduhan yang dikeluarkan oleh pengadilan, yang berisi penggilan untuk menghadap di pengadilan dan menjawab informasi tersebut. Yang menyerahkan summons adalah polisi.
Untuk perkara yang berat, hakim dapat mengeluarkan “ warrant ”, yaitu perintah penahanan. Perintah ini ditujukan kepada polisi dan menyebutkan nama orang yang dituduh, serta berisi penyebutan tindak pidana yang dituduhkan, dan membawanya ke muka pengadilan.

KLASIFIKASI TINDAK PIDANA.
Menurut klasifikasi prosedural, maka ada dua jenis tindak pidana :
  1. Summary Offences yang diperiksa oleh Magistrates Court tanpa Jury
  2. Indictable offences, yaitu perkara yang sesudah adanya pemeriksaan pendahuluan dari magistrates, diperiksa di Crown Court dengan Jury.
Disamping itu ada pembagian tindak pidana menurut cara pemeriksaan di pengadilan (mode of trial ), yaitu :
  1. 1.    Offences trible only summarily;
  2. 2.    Offences triable etheir summarily or on indictment;
  3. Offences trible only on indictment
Berdasarkan Criminal Law Act 1967 diadakan pembagian lain, yaitu :
  1. Arrestable Offences (tindak pidana yang pembuatnya dapat ditahan).
Pemidanaan terhadap si pelaku delik ini ditetapkan secara pasti dalam UU (sentence fixed by law);
  1. Non Arrestable Offences.
Dengan adanya pembagian ini, maka pembagian tindak pidana berupa “Felonis”, dan “Misdemeanours” sudah tidak ada lagi. Di Amerika Serikat masih ada pembagian seperti itu.
Terhadap Arestable Offences dapat dilakukan “Arrest without warrant” (penahanan tanpa perintah surat penahanan).

SUMMARY TRIAL.
Pemeriksaan secara Summary ini dilakukan di muka “Bench of Magistrates” (majelis Hakim) tanpa Jury. Magistrates ini meninjau masalah pembuktian dan lain-lain yang berhubungan dengan kejadiannya, serta menetapkan pidananya.
Dalam pemeriksaan ini terdakwa bisa mengajukan guilty plea atau not guilty  plea (mengaku bersalah atau tidak mengaku bersalah).
Kalau ada Guilty Plea, maka tidak diperlukan lagi pembuktian akan kesalahannya. Hal ini berbeda dengan sistem pembuktian dalam hukum acara pidana kita, yang menganut teori pembuktian “negatief wettelijk”. Pengakuan belaka tanpa disertai atau didukung oleh hal-hal yang terungkap dalam sidang, tidaklah cukup untuk pembuktian secara hukum (Ps. 189 (4) KUHAP). Disamping masih harus ada keyakinan hakim tentang kesalahan terdakwa ( Ps. 183 KUHAP).
Selain dua jenis plea tersebut ada “ Special Plea ”, misalnya eksepsi dengan alasan ne bis in idem, yaitu “ Autrefois Acquit ” dan “ Autrefois Convict ”. Ada pula yang disebut “ Plea in Mitigation” (permintaan keringanan hukuman).
Kalau terdakwa mengajukan “Plea of not guilty, maka ia harus menghadap langsung di muka pengadilan  didampingi atau tidak didampingi oleh penasihat hukumnya. Kalau ada not guilty plea, maka tidak mungkin ada putusan in absensia (bij verstek).
Prosedur apabila ada not guilty plea, penuntut dapat menunjukan pembicaraannya kepada hakim. Ia kemudian mendengar para saksi-saksi (examination in chief by prosecuting councel), kemudian terdakwa dan penasihatnya diberi kesempatan untuk menanyai saksi-saksi lagi (re- examination by prosecuting counsel).
Tugas Magistreates pertama-tama untuk mengawasi jalannya sidang (hearing), mereka mengawasi jangan sampai ada “leading question” atau pertanyaan-pertanyaan yang tidak boleh diajukan.
Para hakim juga boleh mengajukan pertanyaan tambahan, akan tetapi kewenangan ini jarang sekali digunakan.
Sesudah dilakukan penuntutan ( the case for the prosecution ) mulai dengan melakukan pembelaan ( the case for the defence), yang mungkin juga dimulai dengan “opening speech”.
Saksi-saksi untuk kepentingan terdakwa, atau terdakwa sendiri, didengar dibawah sumpah oleh “defending counsel”. Kemudian Cross examination oleh prosecutor dan selanjutnya re-examination oleh pihak terdakwa atau penasihatnya.
Penuntut masih bisa mengajukan “evidence in rebuttal” (mengajukan bukti untuk membantah). Kemudian masih dimungkinkan adanya pidato oleh prosecution dan defence. Akhirnya para Magistrates mengucapkan tutusannya.
TRIAL ON INDICTMENT
Sebagaimana telah kita ketahui bahwa Trial on indictment dilaksanakan di muka Crown Court. Sebelum acara ini dimulai harus ditetapkan dahulu apakah cukup bukti untuk itu atau tidak. Penetapan tersebut merupakan kewajiban dari Magistrate, dan acaranya disebut “Committal Proceedings”.
Antara committal (penyerahan perkara) dan Trial (pemeriksaan di sidang pengadilan) perlu adanya “Indictment” ( surat tuduhan ) yang merupakan dokumen yang memuat keterangan singkat dari tindak pidana yang dituduhkan, sesuai dengan ketentuan dalam Indictment Act 1915.
Pemeriksaan dimulai dengan suatu “ Arraignment ” artinya Clerk membacakan indictment dan menanyakan kepada terdakwa apakah ia mengaku bersalah atau tidak. Kalau mengaku bersalah, maka acara pemeriksaan sama dengan Summary Proceedings. Akan tetapi apabila tidak ada pengakuan bersalah, maka Jury harus dipanggil dan disumpah, dan prosedur pemeriksaan seperti ini memakan  waktu yang cukup lama.
Dalam acara persidangan pada pengadilan Crown Court terdiri dari  seorang Hakim (unus Iudex) yang sarjana hukum dan Jury yang terdiri dari orang-orang awam.
Syarat-syarat untuk menjadi Juror (anggota Jury) berdasarkan Juries Act 1974 adalah sbb:
  1. Terdaftar sebagai pemilih untuk parlemen atau pemerintahan setempat;
  2. Berumur tidak kurang dari 18 tahun dan tidak lebih dari 65 tahun;
  3. Telah menjadi penduduk (resident) biasa di United Kingdom, sedikit-dikitnya lima tahun sejak ia berumur tiga belas tahun;
  4. Tidak termasuk golongan seperti :
    1. Hakim
    2. Pejabat yang ada hubungannya dengan peradilan
    3. Pendeta atau pejabat-pejabat gereja
    4. Orang sakit jiwa
    5. Orang yang pernah dihukum penjara minimal lima tahun
    6. Orang yang dalam sepuluh tahun terakhir pernah dipidana dan masuk penjara selama tiga bulan atau lebih, atau ditahan dalam lembaga borstal (sejenis penjara).
Trial by Jury ini sama dengan Summary Procedure dalam hal ada not quilty plea.
Jury yang biasanya tidak mempunyai bahan tertulis tentang perkaranya, sesudah pemeriksaan selesai menetapkan keputusannya yang berisi “salah” atau “tidak bersalah” (guilty or not guilty).
Dalam hal memberikan keputusan, semua Juror harus bersuara bulat. Kalau tidak ada kebulatan suara, maka ada “ Hang Jury ”, dan perkara harus diperiksa lagi dengan Jury baru. Sekurang-kurangnya putusan bisa diambil dengan 10 suara lawan 2 suara.
Sesudah ada putusan bersalah dari Jury, maka Hakim menetapkan hukumannya.
Dalam peradilan Jury tidak mungkin putusan yang diberikan disertai alasan, karena diberikan secara lisan. Tidak pernah diketahui alasan  mana yang dipakai dalam keputusannya, karena pembicaraan di “Jury Room” dirahasiakan benar.
Setelah saksi-saksi diperiksa (didengar) dan para pihak mengajukan pembicaraan kepada Jury, Jury masih belum mengundurkan diri untuk bermusyawarah. Sebelum Jury bermusyawarah hakim memberikan uraian dengan mengemukakan alat-alat bukti yang relevan yang dikaitkan dengan aturan-aturan hukum yang berlaku.
Uraian hakim tersebut ditujukan kepada  Jury yang disebut “ Summing-Up”. Namun karena para Jury  tidak berpendidikan hukum, maka hakim akan kesukaran untuk menjelaskan kepada para Jury yang bukan sarjana hukum/ tidak berpendidikan latar belakang hukum.
Dengan demikian, mungkin saja dalam summing up hakim dapat mempengaruhi jury, akan tetapi ia harus menjaga jangan sampai dalam uraian itu terdapat “misdirectio” secara nyata. Kalau hal tersebut terjadi, maka ini bisa menjadi dasar bagi terdakwa untuk naik banding.

BANDING DALAM SUMMARY TRIAL.
Untuk perkara yang diperiksa summary di muka Magistrates Court bisa diajukan banding ke Crown Court. Banding ini dengan beberapa pengecualian diperuntukan bagi terhukum, dan tidak memerlukan ijin. Banding ini bisa terhadap “conviction” (pernyataan bersalah) atau terhadap “sentence” (pidana). Akan tetapi kalau terhukum telah menyatakan bersalah, maka ia tidak boleh mengajukan banding terhadap “conviction”. Kalu bandingnya diterima oleh Crown Court, maka pengadilan akan memeriksa kembali perkaranya secara penuh dan bisa memutuskan apa yang telah diputuskan oleh Magistrates Court, bisa juga menjatuhkan pidana yang lebih berat.

BANDING DALAM  TRIAL  ON INDICTMENT.
Terhadap putusan dalam Trial on Indictment oleh Crown Court dalam tingkat pertama dapat diajukan permohonan banding oleh terhukum. Banding tidak bisa diajukan apabila ada putusan bebas (Aquittal ).
Pada dasarnya terhukum dapat mengajukan banding terhadap putusan bersalah ( apeal against conviction ) atau banding atas penjatuhan hukuman (appeal against sentence) kepada Court of Appeal, namun harus mengajukan dulu “petition for leave to appeal”.
Penanganan perkara banding di Court of Appeal ini tidak merupakan pemeriksaan baru secara penuh, seperti halnya perkara banding dari Magistrates Court yang diperiksa oleh Crown Court.
Dasar-dasar banding adalah:
  1. bahwa putusan (verdict) dari Jury bersifat Unsafe and unsatisfactory (membahayakan dan tidak membahayakan),
  2.  bahwa putusan hakim memuat suatu putusan hukum yang tidak benar,
  3. bahwa ada penyimpangan-penyimpangan yang besar dalam proses pemeriksaan perkara.
Court of Appeal dapat membatalkan putusan, atau apabila dimungkinkan oleh surat tuduhan (indictmentnya), menghukum terdakwa dengan tindak pidana yang lebih ringan. Misalnya “manslaughter” sebagai pengganti “ Murder ”.
Cour of appeal pun dapat menolok permohonan banding apabila banding tersebut tidak ada dasarnya, atau ia yakin bahwa apa yang telah diputuskan benar.
Dalam hal banding terhadap sentence, pengadilan bisa mengurangi pidananya, kalau dianggap terlalu berat atau secara prinsipil tidak benar.

LEGAL PROFESSION
Suatu keistimewaan yang khas terdapat dalam sistem hukum Inggris ialah adanya pembagian profesi hukum (legal profession) dalam dua kelompok:
  1. Solicitor
  2. Barristers.
Pembagian ini tidak dikenal di luar Inggris dan negara-negara persemakmuran (Commonwealth). Istilah Lawyer (advokat) tidak mempunyai arti dalam praktek peradilan Inggris.
SOLICITOR
 Profesi Solicitor yang sekarang ada  berasal dari pengadilan-pengadilan jaman pertengahan, dimana dikenal pembela-pembela yang disebut “Attorney’s”,  Solicitors, dan proctors. Mereka ini memberi bantuan kepada tertuduh dan melakukan langkah-langkah yang diperlukan secara formal.
Pada abad ke 19 mereka (attorneys, solicitors,dan proctor) terhimpun dalam  The Law Society, dan anggota society ini disebut “Solicitors”.
Dewasa ini law society ini bertanggungjawab atas latihan, tingkah laku dan disiplin dari para solicitors. Di seluruh Inggris jumlah solicitor hampir 30.000 orang, dan sekitar 90 % termasuk law society, dan 10 % masuk dalam “British Legal Association” suatu presure group yang dibentuk pada tahun 1964. Wewenang dari Law Society tersebut didasarkan pada Solicitors Act 1974.

SYARAT-SYARAT MENJADI SOLICITOR.
Sejak tahun 1980 seorang Solicitor harus mempunyai Degree (gelar). Kalau gelarnya bukan dibidang hukum, maka harus lulus ujian Common Profesional Examination, bersama dengan Bar.
Peserta kemudian menempuh pelajaran profesi dan ujian pada Collage of law dan dilanjutkan dengan magang untuk waktu tertentu. Sesudah lulus ujian-ujian tersebut dan memenuhi masa magang, maka ada dua tahap lagi yang harus dilalui sebelum bisa praktek sebagai Solicitor:
  1. Masa penerimaan.
Nama solicitor dimasukan dalam terdaftar oleh the Master of the Roll. Dan Solicitor tersebut berhak untuk menyebut dirinya sebagai Solicitor of the Suprame Court. Gelar ini mengingatkan kita bahwa Solicitor adalah pegawai pengadilan.
  1. Sertifikat Praktek.
Atas permohonan tertulis kepada La Society, seorang solicitor yang diterima mendapat sertifikat untuk bisa berpraktek. Sertifikat ini setiap tahun diperbaharui.
Hal-hal yang biasanya dikerjakan oleh Solicitor, ialah membuat surat wasiat (probate), menjual dan menyewakan tanah (conveyancing), menyiapkan penuntutan di pengadilan (litigation), dan mengatur hal-hal yang berhubungan dengan perkawinan.
Hak-hak dari Solicitor:
  1. Right of Audience, Solicitor boleh menghadap Magistrates Court dan Country Court atas nama kliennya. Lord Chancellor berwenang untuk memperluas hak  tersebut, sehingga boleh maju ke Crown Court.
  2. Diangkat sebagai Hakim, seperti Barister      , solicitor yang telah bekerja minimal 10 tahun dapat dianggat sebagai recorder. Setelah lima tahun jadi recorder bisa dianggat sebagai Circuit Judge, bisa juga dianggat sebagai Stipendiary magistrate (hakim yang mendapat gaji) dan menjadi master dari Suprame Court.
  3. Conveyasing, mempunyai monopoli  dan mendapat upah.
    1. Fee, tidak seperti Barister, Solicitor selalu dapat menuntut upah dan ongkos-ongkos dari kliennya.

BARRISTER.
Barrister melakukan pembelaan perkara di pengadilan Hingh Court, dimana solicitor tidak boleh menghadap.
Bar saat ini dibagi menjadi dua :
  1. Barister biasa (ordinary barristers), yang dinamakan junior council
  2. Queens Councel yang dinamakan leading councel atau Silks.
Silks tidak menyiapkan dokumen dan mereka maju di pengadilan dengan didampingi oleh seorang junior. Junior yang dudah bekerja 10 tahun boleh mengajukan permohonan kepada Lord Chancellor untuk menjadi Silk.
Barrister yang menjalankan praktek harus menjadi anggota Chamber dan menjadikan praktek ini pekerjaan utamanya.
Pekerjaan Barrister ialah mewakili kliennya di pengadilan (Advocacy), menyusun pembelaan (drafting pleadings) dan dokumen –dokumen lain, serta memberi nasehat tentang hukum.
Barrister berhak untuk maju ke Superior Court.
Jabatan Hakim di Superior Court disediakan bagi Barristers yang pantas.
Barrister tidak boleh menuntut honorarium dari kliennya.